Part 4

1037 Words
“Aku ingin memilikimu,” ungkap Edgar ketika tangannya turun dan bergabung menggenggam kedua tangan Eyrin. Ibu jarinya menggosok-nggosok lembut telapak tangan Eyrin. Lalu mengarah ke arah cincin pernikahan mereka yang tersemat di jari manis istrinya. Ya, istrinya. Eyrin adalah istrinya. Adegan pernikahan mereka yang terekam di ingatannya kembali berputar. Ia memang tidak mencintai wanita itu, saat itu. Akan tetapi, ia masih ingat dengan rasa senang dan bahagia yang muncul di dadanya ketika ia menyelipkan cincin itu dan mencium bibir Eyrin sebagai pengesahan pernikahan mereka. Eyrin terpaku. Alisnya berkerut dengan pengakuan Edgar. Terkejut. Matanya mengerjap sekali dengan ketidakpercayaan. “Aku ingin menyentuhmu dan memilikimu, di ranjang. Tapi aku tidak ingin melakukannya dengan caramu.” Eyrin masih terpaku. Butuh beberapa detik baginya untuk memahami. “Aku ingin bertanya, apa arti pernikahan ini bagimu, Eyrin?” Pertanyaan Edgar membuat Eyrin tertegun. Baginya, pernikahan ini memang karena perjodohan yang dilakukan kedua orang tua mereka untuk mempererat hubungan persahaban kedua orang tua mereka. Apakah itu salah? Eyrin mendadak mulai meragukan jawabannya. “Kau tidak mengerti dengan benar. Bagimu pernikahan ini hanyalah sebuah keinginanmu untuk memenuhi permintaan kedua orang tua kita yang ingin mempererat hubungan persahabatan mereka. Ya, mungkin bagiku juga seperti itu, tapi secara keseluruhan pernikahan kita tidak sesederhana itu. Kita berdua yang menjalani. Dua kepala yang harus menyatu dan saling melengkapi. Aku tak ingin, di tengah perjalanan nanti, kau menyerah dan semuanya sudah terlambat untuk diperbaiki. Kemudian berakhir dengan kita yang saling membenci. Seperti yang kaurasakan padaku beberapa saat yang lalu. Dan kemudian, hal itu akan melukai kedua orang tua kita.” “Aku tidak membencimu,” lirih Eyrin membela. “Aku … aku hanya merasa diabaikan, seakan kau jijik padaku dan menganggapku debu yang menempel di bajumu.” “Maafkan aku, aku sama sekali tak berniat seperti itu. Sebaliknya, aku tak bisa mengabaikan keberadaanmu di kamarku. Kau selalu menyulutku, Eyrin. Membuatku selalu menahan diri untuk tidak menyentuhmu sampai kau merasa benar-benar siap dengan pernikahan kita.” “Aku lebih dari cukup untuk merasa siap dengan pernikahan ini, Edgar.” “Kau hanya merasa tertekan dengan permintaan kedua orang tua kita tentang anak.” Eyrin diam, membenarkan dalam hati. “Apa kau tak ingin memiliki anak denganku?” “Bukan tak ingin,” sangkal Edgar. “Hanya saja, tanggung jawab kita sebagai orang tua, tak akan mungkin semudah dan sesederhana keinginan kita untuk memenuhi kebahagiaan orang tua kita. Aku hanya ingin kau memikirkannya baik-baik, mempertimbangkannya dengan sangat matang.” “Apakah itu berarti kau tak akan menyentuhku?” “Apakah kau ingin aku menyentuhmu?” Edgar balik bertanya. Matanya mengunci pandangan Eyrin. Menatap kecamuk yang berkeliaran di manik bening itu. Eyrin mengangguk mantap. “Apa kau yakin?” Sekali lagi Eyrin mengangguk. “Pikirkan baik-baik, Eyrin. Jika kau memilih untuk maju, aku tak akan membiarkanmu mendapatkan kesempatan untuk mundur. Dan itu berarti kau akan menyerahkan seluruh hati dan tubuhmu untukku.” Mata Eyrin mengerjap sekali. “Apa aku juga akan mendapatkan hal yang sama darimu?” Edgar tersenyum tipis. Tangannya terangkat dan menangkup sisi wajah Eyrin dengan gemas. “Saat ini, mungkin bukan cinta yang rasakan untuk satu sama lain. Tapi, kita akan berusaha melakukan itu. Jadi, ya. Aku akan memberikan apa yang kauinginkan dariku sama seperti yang kau berikan untukku. Apa itu melegakanmu?” Eyrin mengangguk. Ibu jari Edgar menyentuh bibir bawah Eyrin. Lalu tatapannya turun ke bibir ranum itu sambil berucap lirih meminta ijin. “Bolehkah?” Jantung Eyrin berdebar kencang, tubuhnya membeku dan percikan hangat memenuhi hatinya. Kepala Eyrin mengangguk pelan. Menunggu. Wajah Edgar semakin dekat, semakin dekat, dan bibir mereka bersentuhan. Awalnya Edgar hanya berniat memberikan satu kecupan hangat di bibir Eyrin. Agar wanita itu tak lagi merasa tidak diinginkan. Tetapi, sensasi yang mengejutkan saat bibir mereka bersentuhan membuat Edgar terkejut. Ada getaran tersamar menyelip ke dalam dadanya. Ia menyukainya efek tersebut, dan menginginkan lebih. Kecupan itu pun berubah menjadi lumatan dan pagutan. Kedua tangan Edgar menarik kepala Eyrin semakin erat dan lumatan mereka menjadi lebih dalam dan panas. Eyrin tak tahu cara berciuman, tapi sepertinya Edgar sangat berpengalaman dan ia membiarkan pria itu memimpin. Jadi seperti ini rasanya berciuman. Membuat bulu kuduk merinding, dan membuatmu tak bisa bernapas. Eyrin mulai butuh udara, lalu mendorong d**a Edgar menjauh. Edgar melepas ciuman mereka, melihat Eyrin yang meraup udara sebanyak mungkin di antara engahan wanita itu. Edgar terkekeh pelan. “Apa ini pertama kalinya kau berciuman?” Wajah Eyrin yang memerah karena efek ciuman mereka, mendadak semakin merah padam oleh pertanyaan Edgar. Ya, Edgar adalah pria pertama yang menciumnya. Ciuman-ciuman yang hampir ia miliki dengan pria-pria yang diatur Regar dalam kencan butanya, tak pernah berhasil melewati kriteria-kriteria pria yang cocok untuk menjadi pasangannya. Dan mereka semua selalu gagal dalam percobaan pertama Regar. ‘Dia tidak cocok.’ ‘Aku tidak suka’ ‘Model rambutnya membosankan.’ ‘Dia tidak pintar berciuman.’ ‘Cara berpakaiannya membuatku mual.’ ‘Wajahnya membuat mataku sakit.’ ‘Kakinya pendek.’ Dan ribuan alasan lainnya yang hanya disetujui oleh Eyrin. Toh dia sendiri tak merasa tertarik dengan pria-pria itu.   “Aku senang.” Edgar mengusapkan ibu jarinya di bibir Eyrin yang merah karena perbuatannya. Ada rasa bangga dengan fakta tersebut. Ya, satu-satunya laki-laki yang bergaul dengan Eyrin sejak wanita itu lahir hanyalah Regar. Tadinya ia pikir, pengaruh Regar yang suka bergonta-ganti cewek akan menular pada Eyrin. Ia pun sering memergoki Eyrin dan Regar bersama pasangan mereka mengobrol di restoran, cafe, dan klub malam. Tapi tak menyangka bahwa dirinyalah pria pertama yang mencium Eyrin. Dan pasti akan menjadi pria pertama yang memenuhi tubuh Eyrin. Sialan, mendadak udara di sekitar mereka menjadi panas. Edgar membuang napas dan mengibas-ngibaskan tangan ke arahnya. “Ada apa? Apa kau merasa kepanasan? Sepertinya Regar lupa menyalakan AC.” Eyrin menoleh ke arah AC yang terpasang di atas ranjang Regar. AC itu menyala, dengan suhu yang cukup rendah. Kepala Eyrin berputar mencari remote AC yang ada di meja di depan mereka. Eyrin hendak mengambilnya dan menurunkan suhunya agar Edgar tak lagi kepanasan, tetapi ... “Kita kembali ke kamar.” Edgar menarik tangan Eyrin dan membawa wanita keluar dari kamar tidur Regar. Mereka tidak mungkin melakukannya di kamar Regar. Adiknya itu tak akan berhenti mengejek jika sampai ketahuan apa yang ia dan Eyrin lakukan di sini. “Kenapa? Ada apa?” tanya Eyrin tak mengerti ketika keduanya sudah sampai di kamar dan Edgar langsung menguncinya. Edgar melepas kaos melewati kepalanya. “Apa kau begitu kepanasan?” tanya Eyrin dengan polosnya. Edgar menghela napas dengan keras. Lalu menatap lekat-lekat manik Eyrin. “Malam ini, apa kau siap menjadi milikku?” Eyrin terpaku. Menelan ludahnya bulat-bulat. A-apa maksud Edgar dengan siap menjadi milik pria itu?” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD