02

1351 Words
Anta menghadap cermin kamar mandinya, disana dia menatap lekat pada pantulan dirinya disana. "Ish! Lo b**o! Sakit telinga gue! Jeweran Mama sakit banget! Lo sih! Asal nyosor anak orang aja!." Marah Anta pada pantulan cerminnya. Dia marah pada Fernan, yang tadi waktu jam istirahat seenaknya mengambil alih badannya dan berakhir dengan Adegan 'ciuman' bersama Marlyna. Bayangan itu tersenyum polos kearah Anta dengan wajah tak berdosanya. "Jangan salahin gue! Gue ngak tahan liat dia!" Kata Fernan tanpa beban. Sepulang sekolah Anta yang tak tau apa-apa langsung saja mendapat jeweran mematikan dari Mora. Setelah dia bertanya ada apa. Akhirnya Mama cantiknya itu menjelaskan apa yang terjadi. Dan betapa malunya dia mengetahui apa yang baru 'dia' perbuat tanpa sadar. Anta menghela nafasnya. "Terus gimana akhirnya cewek itu, Nan?." Tanya Anta . Fernan tersenyum miring penuh kemenangan pada Anta. Melihat senyuman Fernan dia sudah tau apa jawabannya. "Aaarrgh... Gue bisa gila! Gue beneran nikah muda! Astaga!" Anta mengacak rambutnya Frustasi. Sementara Fernan tertawa puas dan bahagia. "Salah lo sendiri waktu itu minta nikah muda sama Mama Papa! Kan kesampean jadinya!." Kata Fernan bahagia. Tentu saja, dia tak keberatan dengan ide menikah muda asal dengan gadis pilihannya. Dan Marlyna adalah pilihan Fernan. Anta menatap pantulannya yang sedang tertawa itu. "Ini semua juga karena Lo b**o! Kalo lo ngak 'Ngompol' tiap Malem gue ngak bakal mau juga ngomong ke Mama Papa minta nikah muda!." Fernan menghentikan tawanya lalu bersedekap d**a menatap Anta. "Gue Normal ya! Gue udah 17 tahun! Wajar dong." "17 tahun dari mana coba! Lo ada waktu gue umur 5 tahun! Umur gue aja belum 17 tahun!." "Astaga! Gue belum 17 dan gue udah mau nikah! Ya allah... Gue lebih parah dari Papa Mama!. Istri gue ntar makan apa ya Allah!." Yah beginilah Anta, kadang dia bisa lebih alay dan lebay dari anak-anak seusianya. "Berisik Lo!. Lo punya Cafe b**o! Emang Cafe lo udah bangkrut?! Seingat gue kemaren gue baru cek ke Kemang masih baik baik aja deh." Komentar Fernan. Belum pada tau ya kalau Anta punya satu usaha sendiri. Dia membangun sebuah Cafe di daerah kemang. Dan rencananya dia akan membuka cabang juga di dekat Nusa Pratama. Cafe itu didirikan Anta dan Fernan dengan bantuan Arka tentunya. Jadi ceritanya dulu itu, waktu usia Anta masih 14 tahun dia memiliki uang tabungan yang sudah cukup banyak. Yah karena dia memang sudah di ajarkan Mora menabung sejak dini. Karena binggung mau dibuat apa uangnya, akhirnya Anta curhat ke Papanya dan Arka menyarankan agar Anta membuka sebuah Cafe. Dan cafe itu masih berjalan sampai sekarang, bahkan rencananya akan makin di perbesar dan diperluas. "Okay... Karena 'kita' akan nikah, gue minta Lo jangan macam macam sama tuh cewek. Gue ngak mau ya, tiba-tiba gue tau lo Hamilin anak orang! Tau lo cium anak orang aja Mama jewer telinga gue! Apa lagi hamilin anak orang?! Mampus mampus deh gue!." Tegas Anta pada Fernan. Remaja itu nampak berfikir. "Okay... Tapi tergantung ntar ya. Kalau gue ngak kepancing ya 'kita' bakal aman dari Mama." Jawab Fernan santai sambil menyeringai pada Anta. Mulai sekarang dia harus menyiapkan mentalnya jika tiba-tiba Mamanya 'menganiaya' tubuhnya karena ulah yang bahkan tidak dia lakukan secara langsung. "Tapi siapa namanya? Gue ngak tau namanya. Kan ngak lucu ya gue mau nikah tapi ngak tau namanya. Sementara dia taunya kita udah kenal." Tanya Anta pada Fernan. Karena jujur saja dia tak tau nama gadis itu dan rupanya seperti apa dia juga belum tau. Mungkin setelah ini dia akan mencari tau tentang calon istrinya itu. "Marlyna Syifana Halik." Jawab Fernan. Anta mengerutkan keningnya. "Halik?." Anta seperti pernah mendengar nama itu sebelumnya. Tapi dimana ya?. "Ngak usah banyak mikir Lo!. Ntar juga tau! Dah... Lo ngak ada acara apa-apa emangnya?. Jangan lama-lama dikamar mandi, nanti dikirain Mama, gue ngapa ngapain lagi!." Kata Fernan. Anta mendengus kesal mendengar perkataan Alternya yang menyebalkan itu. "Lo tuh ya, kadang aja Baik! Kalo lagi ngeselin gue pengen banget bunuh Lo rasanya!." Perkataan Anta ditimpali dengan tawa renyah Fernan. "Lo mau bunuh gue?! Berarti lo mau bunuh diri Dong?! Gue tau lo ngak bakal lakuin itu Ta. Lo terlalu sayang sama gue!" Fernan tersenyum penuh kemenangan karena perkataannya memang benar adanya. Walaupun sifat mereka berdua bertolak belakang, yah tidak semuanya juga sih. Ada beberapa sifat mereka yang mirip malah bisa lebih parah dari pribadi satunya. Anta menganggap Fernan sebagai kembarannya yang sangat dia sayangi dan hargai. Fernan selalu menjaga Anta. Kalau ibarat kakak adik ya. Fernan itu seperti seorang Kakak yang akan melakukan apapun untuk adiknya. Begitu juga Anta. Mereka berdua itu dua kepribadian yang saling melengkapi dan menjaga. Untungnya mereka tak seperti penggidap Alter Ego pada umumnya yang cenderung memiliki niatan saling menjatuhkan dan memusnahkan. =========== Marlyna kini tengah duduk menghadap pasangan paruh baya yang selama ini merawat Marlyna. Farhan dan Tania, dua orang itu adalah om dan tantenya. Kemana orang tua Marlyna?. Kedua orang tua Marlyna meninggal karena kecelakaan pesawat saat hendak kembali ke Indonesia dari Belanda. Sejak usia Marlyna 10 tahun, dia tinggal dengan keluarga Om dan Tantenya. Satu satunya sanak saudara yang dia miliki. "Om... Tante..." Kedua orang itu menatap keponakan mereka dengan lembut. "Apa Lin?." Tanya Tania. Marlyna ragu ingin membuka mulutnya atau tidak. "Hm... Mm... Begini Tante... Mmm... Itu..." "Ada apa sih Lin? Kamu kok jadi gaguk gitu? Uang saku kamu habis bulan ini?." Tanya Farhan pada keponakannya gemas sendiri melihat tingkah Marlyna. Marlyna segera menggeleng kuat. "Lalu?." Marlyna menghela nafas berat. "Ada yang mau ngelamar Lina nanti malam." Kata Marlyna dengan cepat. Dia bahkan sampai memejamkan matanya tak siap melihat reaksi om dan tantenya. Hening menyelimuti ketiganya tak lama dilanjutkan Tawa renyah dari Om dan Tantenya menyambut gendang telinga Marlyna. "Aduuuh... Kamu ini kalau bercanda jangan parah parah dong sayang. Aduuuh... Perut Tante sakit ini." Tania sampai memegangi perutnya yang sakit karena tertawa. Marlyna menatap om dan tantenya dengan wajah cemberut. "Iish... Lina ngak bercanda Om... Tante! Beneran nanti itu ada yang bakal datang kesini Ngelamar Lina!" Kesal Marlyna karena Om dan Tantenya menggira ucapannya hanya candaan. "Aduh sayangnya Tante. Tante tau kamu pengen nikah muda dari dulu, tapi ngak gini juga sayang. Kamu ini loh ya... Masih umur berapa? Ngak mungkin ada yang mau lamar kamu sayang. Kamu masih kelas 10 juga. Ada ada aja deh." Tania mengusap kepala Marlyna pelan. Lina menatap tantenya dengan wajah seriusnya. "Aku ngak bohong tante. Ish! Kalau ngak percaya ya udah!" Gondok Lina. Dia segera berdiri. "Lina mau tidur! Ngantuk! Capek! Om sama tante ngak percaya ya udah!." Dengan menghentakan kakinya kesal Lina melangkah menuju lantai kamarnya. Sementara Farhan dan Tania hanya menggelengkan kepala mereka melihat tingkah laku keponakan mereka itu. "Aduuh... Itu anak makin hari ngayalnya makin jadi aja." Gumam Farhan. "Mas... Tapi kalau bener ada yang mau lamar Lina gimana?." Tanya Tania pada suaminya. Farhan mengusap kepala istrinya. "Kamu ini... Ada ada aja kayak Lina deh. Mana ada! Dia masih kecil juga. Kita ngak pernah lihat Lina dekat dengan anak laki-laki. Jadi mana mungkin. Jangan ngaco kamu." Kata Farhan menanggapi. Tania membenarkan perkataan suaminya dalam hati. Lina memang tak pernah dekat dengan laki-laki, bahkan teman-teman yang dikenalkan Lina sejak dulu selalu perempuan, tak pernah ada Laki-laki sama sekali. Kembali ke Lina. Gadis itu merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur. Pandangannya menerawang kearah atap langit kamarnya. Pikirannya berlari pada Antariksa! Sang kakak kelas yang tampan dan jadi pujaan hampir semua siswi seangkatannya. Entah apa yang dia pikirkan sampai sampai dia menjerit kencang dengan wajah memerah. "Gila! Gue bener-bener gila! Ini semua karena kakak OSIS resek itu! Coba aja kalo dia ngak ngasih hukuman ke gue Cium Kak Anta waktu itu. Kan ngak mungkin kek gini jadinya!." "Aduuh... Mana lagi itu bibir pas banget rasanya, Aaaargh! Stop stop! Gue kenapa Omes gini jadinya!" Lina memukul kepalanya pelan mencoba menghilangkan pikiran pikiran mesumnya tentang Anta. "Tapi gue Nagiiih!" Kata Lina sambil membayangkan kembali rasa dan sensasi yang dia dapat saat bersentuhan dengan bibir tebal dan pas milik Anta. "Ya allah... Sadarkanlah hambamu ini ya Allah!." Lina menggelengkan kepalanya mencoba mengusir pikiran-pikiran aneh yang melayang di kepalanya. Marlyna kembali senyum-senyum sendiri didalam kamarnya. Dia meraih guling disebelahnya menenggelamkan kepalanya disana. "Kak Anta! Lo apain Gue! Kenapa gue jadi kek gini!" Jerit Lina dalam gulingnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD