PART. 4 JADI TEMAN TARI

780 Words
Tiba di rumah Surya. "Ikut aku!" ujar Surya dengan nada dingin, Salsa mencibirkan bibirnya pada Surya, tapi diikuti juga langkah Surya masuk ke dalam rumah, dan menaiki tangga menuju lantai atas. Surya membuka salah satu pintu, Salsa bisa melihat Tari yang tengah tergolek di atas ranjang, dengan muka pucat. "Tari!" Salsa mendekati ranjang di mana Tari terbaring diam, dengan mata terpejam. Begitu mendengar suara Salsa, mata Mentari terbuka, dan bersinar layaknya Mentari dipagi hari. "Kak Caca! Huuuuhuuu, Kak Caca kenapa bohong, bilang mau datang lagi, bilang mau jadi teman Tari, tapi kenapa nggak pernah datang lagi. Kalau Tari tahu rumah, Kakak, pasti Tari cari ke sana!" Tari langsung bangun, dan memeluk Salsa dengan erat. Tangisnya pecah seketika. "Tari nggak mau sekolah kalau tidak di temani Kakak, kakak mau ya jadi teman Tari." Tari melingkarkan tangannya di leher Salsa. Salsa bingung, kenapa Tari bisa seperti ini, padahal mereka baru bertemu dua kali sebelumnya. "Kak Caca jawab dong, maukan nemenin Tari." "Kakak tidak bisa, Sayang. Kakak punya pekerjaan lain, maafkan ya Tari bisa telpon kapanpun Tari mau kok, nanti Kakak kasih nomer telpon Kakak ya," bujuk Salsa lembut. Mentari melepaskan pelukan di leher Salsa, sinar matanya jelas menyiratkan kekecewaan yang dalam. Ia beringsut menjauhi Salsa. "Ya sudah, nggak apa-apa kalau Kak Caca nggak mau." Tari menundukan kepala, Salsa bisa melihat air mata yang jatuh menetes di tangan Tari. Surya memeluk putrinya. "Kak Caca punya pekerjaan sendiri, Sayang, jadi Tari harus mengerti ya. lagipula, sudah ada Om Darwin yang menjaga Tari." "Tari nggak mau dikawal tukang pukul, Papi, mereka nggak bisa di ajak ngobrol, beda kalau sama Kak Caca, tapi ... hiks ... hikss, Kak Caca nya nggak mau jadi temannya Tari." Tari terisak dalam pelukan Surya Salsa menghela nafasnya, ia jadi merasa tidak tega melihat Tari, tapi wajah papinya itu yang membuat Salsa kesal tidak terkira. Kejadian sebulan lalu masih melekat sempurna, dan mungkin tidak akan pernah ia lupakan, untuk seumur hidupnya. Tapi hatinya merasa luruh oleh suara isak Tari. Ia tahu, pasti sangat sulit bagi Tari, tumbuh besar tanpa seorang Ibu ada bersamanya. Walaupun sangat jelas terlihat, kalau papinya sangat menyayangi, tapi tetap saja tidak akan sama. "Mulai besok Kak Caca akan temani Tari kemanapun Tari mau." Salsa sudah mengambil keputusan, untuk menerima tawaran menjadi pengawal Tari. Masalah ijin dari orang tua, itu bisa ia pikirkan nanti bagaimana caranya. "Beneran!" Tari melepaskan pelukan papinya. "Iya," sahut Salsa mantap. Mentari langsung memeluk Salsa, dan menghujani Salsa dengan ciuman di wajahnya. "Terimakasih, Kak Caca, Tari senang sekali. Kak Caca maukan jadi Kakaknya Tari, Papi boleh ya Kak Caca jadi Kakaknya Tari, boleh'kan, Pi!?" Surya hanya mengangguk saja. Kejadian satu bulan lalu berkelebat di benaknya, andai bukan karena Tari, ia enggan bertemu dengan gadis cerewet, bawel, dan judes seperti Salsa. "Kita harus bicarakan soal gajimu, Nona Caca. Sayang, Papi harus bicara dengan kak Caca dulu ya, Tari istirahat saja dulu, oke, Sayang." Surya mengelus lembut kepala putrinya. Ingin sekali Salsa mencibirkan bibir, melihat apa yang ditunjukan Surya pada putrinya. 'Pasti Tari merasa kalau papinya adalah orang yang sangat sempurna, padahal kenyataannya ....' "Kita bicara di ruang kerjaku saja." Surya mendahului Caca untuk ke luar dari kamar Tari Salsa berpamitan pada Tari, untuk mengikuti Surya ke ruang kerja. "Duduklah!" Salsa duduk di tempat yang ditunjuk oleh Surya. Mata mereka bertemu dalam tatapan saling berkonfrontasi. "Denger ya, gue menerima pekerjaan ini karena gue nggak tega sama Tari. Gue kasihan, karena dia memiliki Papi yang memakai topeng, seakan seorang malaikat di hadapannya, tapi pada kenyataannya lo hanya seorang pria ...." "Stop! Kamu tidak punya hak untuk menilaiku, Nona Caca, ehmm ... Salsabila, begitukan namamu. Kita fokus saja pada pekerjaanmu, kita harus bisa bersikap profesional, sekarang katakan, berapa gaji yang kamu inginkan?" Salsa masih menatap mata Surya begitupun sebaliknya. "Gue menerima tawaran ini bukan karena mencari materi, tapi karena hati nurani gue yang tergerak, melihat seorang gadis kecil semanis Tari, harus tinggal dengan Papi seperti lo. Terserah lo, mau kasih gue gaji berapa, gue nggak masalah!" Sahut Salsa ketus. Surya menghela nafas berat. "Jadi kamu masih beranggapan, kalau aku yang membuat adik temanmu menderita? Kenapa kamu tidak berusaha mendengarkan penjelasanku juga? Bukankah tidak adil jika hanya mendengarkan penjelasan dari satu pihak saja?" Salsa bangkit dari duduknya. "Dengar ya, Om, gue tahu benar bagaimana teman gue. Apa yang gue lihat, sudah sangat menjelaskan, pria seperti apa lo itu sebenarnya. Gue kira kita cukupkan saja pembicaraan ini, gue mau pamit pulang sama Tari, besok baru gue kembali lagi ke sini." Salsa melangkah ke luar dari ruang kerja Surya, tanpa Surya berniat untuk mencegahnya. Surya hanya memandangi punggung Salsa yang semakin menjauh. Tanpa sadar, ia meraba bibirnya. Lalu menggelengkan kepala, saat kelebatan bayangan apa yang terjadi sebulan lalu, kembali hadir di pelupuk matanya. ***BERSAMBUNG***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD