4. Gorila Betina atau Parutan Kelapa?

1649 Words
Setelah berjam-jam mencari ide untuk melaksanakan titah mentornya tercinta, Jill menyerah. Kepalanya berdenyut-denyut, matanya perih, telinganya berdenging, bahunya pegal, apalagi hatinya. Disimpannya laptopnya di atas meja, kemudian Jill merebahkan tubuhnya di atas sofa berbentuk melingkar ini. Ia memilih menghubungi Luna untuk mengeluarkan unek-uneknya, karena sahabatnya yang satu lain entah sedang berada di belahan dunia sebelah mana. Sudah lebih dari empat bulan Domi tidak pulang ke Indonesia dan sangat jarang online di sosial media. Jillian Christabelle Law: Luna? Adeline Mezzaluna: Oi? Jillian Christabelle Law: Sebel Adeline Mezzaluna: Kenapa lo? Tumben bisa sebel. Jillian Christabelle Law: Mentor baru aku. Jahat banget. Adeline Mezzaluna: Diapain lo? Jillian Christabelle Law: Dikerjain abis-abisan aku, Lu. Disuruh-suruh. Dimarah-marahin juga. Jarang-jarang seorang Jillian Christabelle Law bisa merasa kesal, maka kalau sampai itu terjadi, berarti ada hal luar biasa yang menimpanya. Adeline Mezzaluna: Dikerjain gimana? Jillian Christabelle Law: Disuruh ngerjain kerjaan dia. Adeline Mezzaluna: Lah! Mentor lo yang sebelomnya kan gitu juga? Jillian Christabelle Law: Iya. Tapi nggak disuruh-suruh 24 jam Lu. Ini tuh aku disuruh beliin makan buat dia. Disuruh bawain barang. Disuruh anter jemput. Adeline Mezzaluna: Ebuset! Minta disantet tuh orang! Lebih-lebih dari jongos aja lo Jill. Jillian Christabelle Law: Makanya aku sebel Lu. Udah gitu marah-marah terus orangnya. Adeline Mezzaluna: Mentor lo siapa sih? Gaya banget! Jillian Christabelle Law: Dia penyiar berita Lu. Adeline Mezzaluna: Penyiar berita doang?! Gayanya kayak yang punya perusahaan. Lo nggak berani ngelawan? Jillian Christabelle Law: Nggak. Adeline Mezzaluna: Sini biar gue yang maju! Jillian Christabelle Law: Jangan! Jill panik seketika. Pasalnya ia sangat tahu tabiat Luna, dan sahabatnya ini tidak main-main dengan ucapannya. Adeline Mezzaluna: Kenapa? Jillian Christabelle Law: Nanti aku nggak lulus KP gimana? Adeline Mezzaluna: Ya terus mau lo gimana? Jillian Christabelle Law: Ngga gimana-gimana. Cuma berharap cepet ganti mentor lagi aja. Jill tidak seperti Luna yang berani melawan orang yang mencuranginya dengan frontal, atau bahkan seperti Domi yang berani melabrak orang yang merugikannya dengan berapi-api. Jill lebih memilih mengalah dan percaya Tuhan melihat ketidakadilan yang dialaminya. Adeline Mezzaluna: Ah lo mah payah! Jillian Christabelle Law: Abis gimana dong? Adeline Mezzaluna: Dia suka nyuruh lo siapin makanan buat dia kan? Jillian Christabelle Law: Iya. Adeline Mezzaluna: Lo racun aja biar mampus! Jillian Christabelle Law: Ih, Luna! Adeline Mezzaluna: Ya minimal lo kasih obat apa kek biar dia mencret-mencret. Jillian Christabelle Law: Luna, ih! Yang bener. Adeline Mezzaluna: Ya udah. Gue kasih saran yang bener. Lo ngomong deh sama penanggung jawab di sana. Yang jabatannya lumayan tinggi. Yang bisa menang ngadepin itu gorila betina. Eh cewek kan mentor lo ini? Jillian Christabelle Law: Iya cewek. Tapi aku nggak bisa lapor ke siapa-siapa Lu. Dia itu punya affair sama produsernya InTime. Jadi kalo aku ngomong macem-macem, malah aku yang bakal kena masalah. Adeline Mezzaluna: Bener-bener minta dibunuh tuh orang! Jillian Christabelle Law: Bingung kan harus gimana? Adeline Mezzaluna: Btw, kayak apa sih tampangnya. Lo ada fotonya nggak? Jillian Christabelle Law: Nggak ada, tapi bisa liat IG-nya. Adeline Mezzaluna: Ya lo cariin deh. Males aja gue kudu install ig dulu cuma buat liat penampakan gorila. Mending ke bonbin gue. Jillian Christabelle Law: Bentar. Jill segera membuka **, mencomot salah satu foto Rayya dan mengirimnya pada Luna. Jillian Christabelle Law: Nah, yang ini orangnya. Namanya Rayyana Siswandi. Adeline Mezzaluna: Halah! Muka kayak parutan kelapa aja banyak gaya! Jillian Christabelle Law: Bagian mananya yang kayak parutan kelapa, Lu? Adeline Mezzaluna: Coba lo liat bae-bae! Muka panjang, kotak, item, bintik-bintik. Masih bagusan parutan kelapa nyokap gue! Mau tidak mau Jill tertawa demi membaca pesan Luna. Luna memang selalu berhasil membuatnya kembali merasa lebih baik. Hanya dengan celetukan-celetukan ketusnya, Jill sudah merasa sangat terbantu. Kalau besok ia harus menghadapi Rayya, ia akan mengingat kembali sebaris ejekan yang Luna tujukan untuk perempuan itu. Gorila Betina dan Parutan Kelapa. *** Kai merasa lega ketika tidak menemukan gadis penguping yang selama beberapa malam terakhir selalu ada di Fantastic Room. Kursi yang biasa gadis itu duduki kini kosong. Namun rasa lega itu tidak berlangsung lama. Kai segera kembali waspada ketika melihat sedikit cahaya dari salah satu ruang kecil berbentuk mirip telur. Ia mendekat untuk memeriksanya dan menemukan Jill di sana. Kai menghela napas kesal. Gadis ini lagi. "Hei, bangun!" Diketuknya dinding ruang kecil itu. Ditunggunya cukup lama, namun Jill sama sekali tidak bereaksi. "Hei, Gadis Penguping! Bangun!" Kali ini Kai mengetuknya dengan cukup keras, namun hasilnya sama saja. Setelah berpikir cukup lama, Kai mendekat dan melancarkan aksinya. "Hmpt!" Jill terlonjak bangun karena kehabisan napas. Ia lebih terkejut lagi melihat Kai berjongkok di dekatnya dengan wajah menahan tawa. "Hei! Kamu ngapain?!" "Pencet hidung kamu," jawab Kai enteng. "Buat apa?" Jill mengernyit. "Buat membangunkan kamu." "Emangnya nggak ada cara yang lebih bagus buat bangunin orang?" tanya Jill kesal. Kenapa pria ini selalu mengganggunya. "Salah sendiri kamu tidurnya begitu." Kai mengangkat bahu dengan santai. "Saya sudah panggil kamu berkali-kali. Sudah saya guncang-guncang kamu. Saya cubit tangan kamu. Kamu tidak juga bangun-bangun." "Bohong!" seru Jill cepat. "Lho?" Kai heran dengan reaksi Jill. "Saya nggak mungkin sampai susah dibangunin kayak gitu." Jill bergumam menyerukan pembelaan dirinya. Kai kembali mengedik. "Tapi memang begitu kenyataannya." Jill menyipitkan matanya. "Saya nggak percaya." Kai bangun dari posisinya yang tadi berjongkok. Kini ia berdiri menjulang di hadapan Jill yang masih duduk setengah linglung. "Ck! Pertama kamu menguping. Kedua kamu asik dengar musik sampai tidak dengar apa-apa, hari ini kamu tidur. Dan sekarang, berani-beraninya kamu bilang saya pembohong? Kamu tahu? Kamu ini gadis penguping, ceroboh, suka tidur, dan menjengkelkan." "Hei! Kamu-" protes Jill. Sebelum sempat gadis itu membela dirinya, Kai sudah kembali bicara. "Shh! Saya ini sudah menolong kamu. Coba kamu pikir, kalau seorang laki-laki menemukan gadis yang sedang tidur sendirian di tempat sepi seperti ini, lalu gadis itu susah dibangunkan, bukan tidak mungkin muncul pikiran jahat dan dia akan macam-macam sama kamu." "Jadi kamu mau macam-macam sama saya?" tanya Jill waspada. Kai menggeleng tidak percaya. Gadis ini polos tapi menjengkelkan. "Susah bicara sama kamu! Terserah kamu saja mau beranggapan seperti apa." Jill bersedekap. Menatap Kai penuh curiga. "Jadi kenapa kamu bangunin saya?" "Karena kamu tidur." "Memangnya salah tidur di sini?" sungut Jill sebal. Tempat ini sepi, dan ia tidak mengganggu siapa-siapa. Ia tidak mengorok atau mengigau. Jadi apa salahnya kalau ia tertidur di sini? "Kenapa juga kamu harus tidur di sini?" balas Kai cepat. Ditatapnya Jill dengan heran. "Saya jadi curiga, jangan-jangan kamu tidak punya tempat tinggal, makanya selalu diam di sini setiap malam." "Saya ini ketiduran. Bukan sengaja tidur. Saya punya tempat tinggal, kok!" Ia tidak terima dituduh sebagai tuna wisma. Pria ini keterlaluan! "Lalu kenapa kamu sering sekali berada di sini setiap malam?" "Kerja. Harus berapa kali saya bilang kalau saya di sini mengerjakan tugas-tugas yang dilimpahkan ke saya oleh mentor saya. Lagian, memang apa jadi masalah buat kamu kalau saya di sini? Saya kira semua orang boleh memakai tempat ini." Akhirnya Jill tidak tahan untuk menyuarakan pertanyaannya sejak tadi. "Memang. Tapi untuk bekerja. Bukan untuk tidur." "Kalau untuk teleponan boleh?" sindirnya tajam. Kai menggeram. "Kamu-" "Kamu sendiri kenapa selalu ke sini? Apa nggak punya ruangan sendiri?" potong Jill. "..." Kai malah balas menunjuk Jill. "Kalo saya jelas nggak punya ruangan. 'Kan saya cuma anak magang. Kalo kamu 'kan staf di sini, harusnya punya ruangan, dong? Atau setidaknya meja kerja pasti punya." "Saya bosan di ruangan saya." "Sempit, ya?" tanya Jill asal. "Apanya?" "Ruangan kamu?" "Tahu dari mana?" "Katanya bosan." "Ya, anggap saja begitu." Kai malas memperpanjang perdebatan ini. Ia lebih tertarik pada kekacauan yang Jill timbulkan. "Kamu sedang mengerjakan apa?" "Ini?" Jill menunjuk laptopnya. "Hmm." Kai mengarahkan telunjuknya pada seluruh permukaan meja. "Berantakan sekali." "Ck! Saya ini lagi mengerjakan tugas penting." "Sepenting apa?" Kai jadi merasa tertarik. Perlahan ia ikut duduk di sofa bersama Jill. Tidak terlalu dekat, namun cukup untuk melihat pekerjaan gadis itu. "Dengar, ya! Mentor saya, dia minta saya merancang konsep baru untuk penyegaran program In-Time. Jadi saya harus memikirkan ide yang baru, yang berbeda, yang menarik," ujar Jill bersemangat. Menemukan seseorang yang mau mendengarkan tentang pekerjaannya membuat Jill kegirangan. Kai menatap Jill sekilas. Gadis magang ini kenapa sepertinya banyak sekali pekerjaannya, dan ia bekerja lebih giat dibanding karyawan yang sebenarnya. "Kenapa perlu penyegaran?" "Karena katanya konsep program yang sekarang udah berjalan selama dua tahun, dan belum ada hal yang baru sama sekali. Monoton." "Kenapa bukan mentor kamu itu yang mengerjakan sendiri?" Kai jadi penasaran, siapa orang yang menjadi mentor gadis magang ini? "Mana saya tahu." Memikirkannya saja sudah membuat Jill lelah. Wajah Rayya selalu membuatnya mulas. Kai melirik laptop Jill. "Kamu sudah punya ide?" "Ada beberapa." "Coba ceritakan!" "Kenapa kamu mau tahu? Jangan-jangan kamu mata-mata dari stasiun TV lain, ya?" "Astaga anak ini! Sembarangan kamu!" Ingin rasanya Kai menjewer telinga gadis ini. Polos dan blak-blakan sekali bicaranya. "Terus kenapa mau tahu?" "Saya pernah bertugas di In-Time. Konsep yang sekarang dipakai juga sumbangan ide dari saya. Jadi saya mau tahu ide kamu, barangkali saya bisa bantu beri kamu masukan." "Kamu nggak bohong?" "Anak ini!" "Oke, oke! Anggap saya percaya sama kamu." Jill mengangkat tangan sebagai tanda damai. "Jadi gini, saya punya beberapa ide." "Iya, kamu sudah bilang tadi," dengus Kai tidak sabar. "Ck! Mau dengar nggak?" ancam Jill. "Cepat!" "Pertama. Saya punya ide untuk buat segmen tambahan di mana penyiar berita bisa mewawancarai nara sumber secara langsung." "Itu bukan ide baru. Stasiun TV lain sudah melakukannya." "Iya. Tapi di In-Time belum ada. Di In-Time semua hanya berperan sebagai penyiar berita, belum ada seorang news anchor." "Hmm. Benar juga. Hanya itu ide kamu?" "Kan saya bilang ada beberapa." "Oke, lanjut yang kedua!" "Saya berpikir kenapa kita tidak membuat acara In-Time khusus yang mengulas kehidupan tokoh-tokoh muda berbakat saat ini. Pahlawan-pahlawan di zaman sekarang. Cukup satu minggu sekali, ditayangkan pada saat weekend." Kai mencoba mengingat-ingat stasiun televisi lain. "Sepertinya ada acara semacam itu di TV lain. Tapi bisa dipertimbangkan." "Kamu buat saya jadi down!" seru Jil frustasi. "Saya 'kan sedang bantu kamu, supaya kamu bisa mencetuskan ide yang brilian." Ditantang seperti itu, Jill jadi ingin menunjukkan kalau otaknya tidaklah dangkal. "Gimana kalau buat segmen yang membahas peluang-peluang usaha? Atau segmen berbau sejarah, jadi meliput tokoh-tokoh yang pernah menjadi saksi sejarah dan minta mereka menceritakan pengalaman dari sudut pandang mereka. Atau buat segmen khusus yang meliput kehidupan warga Indonesia yang bekerja di luar negeri. Mereka-mereka yang ditugaskan untuk membawa nama Indonesia di negeri asing." "..." Kai tersenyum. Tepat seperti dugaannya. Gadis ini memang aset berharga. "Kenapa kamu ketawa?" tanya Jill curiga. "Apa saya bilang! Ide kamu jadi mengalir karena saya pancing." "..." Kini giliran Jill yang terdiam. Ia tidak sadar jika pria ini telah membantunya dengan caranya sendiri. Kai menghela napas kemudian berdiri. "Sekarang kamu tinggal cari referensi, buat penelitian kecil, lalu susun semuanya secara runut. Silakan lanjutkan pekerjaan kamu!" *** --- to be continue ---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD