Kebenaran yang Menyakitkan

1710 Words
WARNING 18+ ONLY, YA, TEMAN-TEMAN! YANG BELUM CUKUP UMUR NGGAK BOLEH BACA. XIXIXI. SEKIAN. "A... apa yang sedang kau lakukan?" tanyanya sedikit tergagap. "Apa yang sedang kulakukan? Aku sedang memeluk kekasihku." "Ke... kasih?" Byakko mengangguk. "Setelah semua yang kita jalani bersama, dan kau masih tidak menganggapku kekasih? Aku memang dingin waktu pertama kali bertemu. Namun, aku baru merasakannya ketika kau menghilang dari pandanganku selama beberapa hari ini. Kau membuatku cemas." Lelaki itu menegakkan badan kembali, kemudian memutar badan Athela agar menatapnya. Athela menunduk, jemari Byakko mengangkat dagunya. Membuat gadis itu menatapnya. Byakko tersenyum. d**a Athela kembali berdebar. "Astaga aku baru menyadari, kau sangat cantik. Selama ini aku tak memperhatikan itu." Mata Athela mengerjap lucu, pipinya menggelembung beberapa kali. Gadis itu mulai kesulitan bernapas. Sepertinya, saking gugupnya gadis itu tak bisa mengambil napas dengan sempurna. Byakko memajukan dirinya ke Athela, refleks gadis itu memundurkan langkah. Mata mereka masih saling terpaut. Di bawah sinar bulan yang malam itu sangat indah, pancaran mata Byakko terlihat berubah. Jemari laki-laki itu mulai memegangi leher Athela. Pipi gadis itu kembali merona. Ya ampun, apa yang akan dia lakukan saat ini? Tanpa sadar di atasnya ada sebuah cahaya putih berpendar, mengelilingi mereka dan membuat sebuah selaput. Jika Byakko yang bilang, dia akan mengatakan bahwa benda sihir yang sedang mengelilingi mereka adalah lingkaran sihir pelindung senyap. "Saat kau bilang bahwa kita tidak punya hubungan, aku sakit hati, lo," bisik Byakko di telinga Athela. Napas gadis itu naik turun, dadanya benar-benar berdebar hebat saat itu. "Ki... kita kan memang... tidak punya-" Badan Athela meghantam pohon. Dia telah terpojok dan tidak bisa mundur lebih jauh lagi. Ditatapnya lelaki di depannya yang sedang melihatnya dengan tatapan yang berbeda. Apa yang akan lelaki itu lakukan? Hei, itu tidak benar, kan? "Jika memang tidak punya, aku akan membuatnya untukmu." Kedua tangan kekar itu berada di samping tubuh Athela guna menahannya agar tidak pergi ke mana-mana. Pipi Athela semakin memerah saat melihat lelaki bersurai pirang itu tersenyum manis dan mendekat ke arahnya. Sesenti. Dua senti. Lelaki itu memotong jarak di antara mereka berdua. Hanya soal waktu saja sampai gadis itu benar-benar sudah berada tepat di depan Byakko. "Kau... apa yang akan kau lakukan?" tanyanya panik. Walaupun dalam hati dia menginginkannya, tapi menurutnya ini terlalu dini. Maksudnya, dia belum berpengalaman apa-apa tentang hal seperti ini. Selama hidupnya, gadis itu belum pernah satu pun jatuh cinta kepada seorang pria. Pria yang pertama kali mencuri hatinya adalah Byakko, lelaki yang saat ini berada tepat di depannya. Kini tangan Byakko beralih memegang dagu Athela. Dia tersenyum, sesekali mengelusnya lembut. Sedetik. Dua detik. Jarak mereka hanya terpaut sekitar tiga sentimeter. Gadis itu dapat merasakan semua wajahnya penuh dengan embusan napas Byakko. Lelaki itu lagi-lagi masih tersenyum. Di bawah sinar rembulan, dia semakin menawan saja. CUP! Bibirnya menyentuh bibir Athela dengan lembut. Selama kurang dari tiga detik, entah bagaimana bibirnya terbuka. Aku... tidak tahan lagi, ucap Athela dalam hati. Sedangkan mereka duduk, tangan Athela meremas roknya sendiri. "Mari kita lakukan itu. Aku sudah mempersiapkan sihir pelenyap suara. Kau mau, kan, melakukannya bersamaku?" Athela mengangguk samar. Rasanya bibir gadis itu kelu untuk melawan. Seperti dibungkam paksa oleh rasa cintanya saat ini. "Kau kini milikku." Wajah mereka berdua sama-sama merah merona. Sekali lagi Athela menatap ke rembulan yang saat itu sangat menawan. Mereka memadu cinta di bawah sinar dewi malam yang begitu indah saat dipandang mata. Cinta mereka telah bercampur menjadi satu. *** "Kalian kelihatan aneh sekali hari ini," ujar Kirania menatap Athela dan Byakko. Pipi Athela merah merona. Saat membayangkan dosa terindah yang mereka lakukan malam itu, dia tersipu. Lalu menatap ekspresi Byakko yang diam saja. Entah mengapa lelaki itu diam saja. Mungkin tidak mau Kirania tahu kejadian semalam. Kalau dipikir-pikir Byakko semalam juga berkata agar merahasiakan ini dari Kirania. "Terutama kau, Athela!" Tunjuk Kirania. Athela sontak terkaget. Dia hampir saja melompat kecil saking kagetnya. Apa terlalu kentara? Duh, dia tidak pandai menyembunyikannya. "Aku kenapa?" "Jarang sekali kau diam seperti ini. Biasanya kau yang paling cerewet di antara kami, kan? Yah, walaupun aku baru mengenalmu beberapa hari ini, tapi mengingat luka lebammu yang sangat banyak yang diberikan lelaki vampir s****n itu pasti lah kau orang yang sangat menjengkelkan. "Tapi, apa-apaan, ini? Mengapa kau diam saja? Tidak seperti dirimu yang biasanya." Kirania berdahem, satu alisnya terangkat. Dia menatap Athela curiga. Eh? Bagaimana ini? Apakah itu terlalu jelas? Dia tidak pandai menyembunyikannya, ya? Lalu matanya melirik Byakko yang cuek sekali kepadanya. Yah, Byakko saja sudah berusaha keras. Bukankah dia juga harus begitu? "Eh? Aku hanya tidak ingin cerewet hari ini." Bohongnya. Kirania kembali berdahem. "Ya... selama sikap kalian tidak mengganggu petualangan ini, sih, aku tidak apa-apa." Matahari masih belum sepenuhnya merekah. Subuh-subuh tadi dia dibangunkan oleh Byakko dan Kirania sudah berada di samping lelaki itu. Katanya, mereka harus melanjutkan perjalanan. "Apa saat ini kau bergabung dengan kami, Sang Pendekar Pedang?" Rambut Kirania yang berombak itu diikat, terlihatlah leher gadis itu. Dia mengangguk mantap. Athela menghela napas pelan. Jika saja Kirania tidak ada di sana, sudah pasti Athela hanya berduaan saja dengan Byakko. Namun, sepertinya Athela menyambutnya hangat. Kaki gadis itu melangkah kecil-kecil menyeimbangi Kirania. Tangannya menggapai tangan milik Sang Pendekar Pedang. "Selamat bergabung di sini. Aku senang punya teman perempuan." Dia tersenyum. "Yah, aku tahu. Kau pasti kerepotan jika hanya dengan Bryan. Dia lelaki yang supermenyebalkan." Athela tertawa terbahak-bahak diikuti memegangi perutnya yang sakit karena lelah terlalu banyak tertawa. "Kau tahu dari mana jika dia menyebalkan?" "Hanya kenal dengannya selama dua hari saja aku sudah tahu jika dia seperti itu." Mereka kembali berjalan. Kali ini bukan Byakko yang memimpin, melainkan Kirania. Gadis itu kini sudah berganti pakaian, tidak lagi memakai seragam pelayan lagi. Begitupun dengan Byakko yang sudah tidak memakai jubah. Jalanan terjal. Selama dua jam mereka sudah berjalan, selama itu pula tiap-tiap di perjalanan Athela merengek karena terlalu banyak hambatan. Kaki gadis itu berdenyut karena terlalu lelah. Kemudian sendinya seakan enggan untuk bekerja sama dengan tulang. Dia sudah pegal semua. "Kau terluka." Byakko segera berjongkok dan memeriksa kaki Athela yang t*******g tanpa alas kaki kemudian memberikan penawar obat yang dia racik. Byakko tersenyum dan menggendongnya. "Menurutmu, vampir itu akan mengejar kita?" tanyanya setelah melewati sebuah batu besar yang bentuknya seperti gua. Memiliki lubang. Saat mereka masuk, di dalamnya ada pepohonan dan tanaman rindang. "Tidak. Dia tidak akan mengejar kita." Byakko menjawab yakin. "Kurasa juga begitu." Sepertinya Kirania juga setuju dengan pernyataan Byakko barusan. "Mengapa kalian begitu yakin?" tanya Athela selidik. Kali ini dia menatap keduanya dengan tatapan berbeda dari biasanya. Siapa tahu Byakko menduakannya, kan? "Yah, hanya firasat." Mereka kembali berjalan. Kali ini melewati sungai yang tingginya lebih dari delapan meter. Suara gemercik air yang beradu batu cadas membuat mereka harus mulai meninggikan suara jika ingin memanggil satu sama lain. Berbicara tentang air terjun, dia jadi teringat dengan putri duyung yang beberapa waktu lalu pernah menculiknya. Kalau tidak salah, putri duyung itu bernama Sereia-orang-orang di Negeri Duyung memanggilnya seperti itu. Namanya sangat unik, dalam bahasa Portugis nama Sereira sendiri memiliki makna putri duyung. Bagaimana, ya, kabar gadis itu sekarang? Apakah baik-baik saja setelah menerima kekuatannya dan pingsan itu? Ataukah... klan mereka telah hancur karena efek kekuatannya? Belum lagi jika mereka hidup, apakah jika Athela menceburkan diri di situ, dia akan kembali bertemu dengan Sereira, walaupun sudah berada di tempat yang berbeda? Dia benar-benar tidak habis pikir dengan ini. Semuanya berada di luar akal sehatnya-berkali-kali gadis itu telah berkata demikian. "Kau mau mandi sebentar?" tanya Kirania meninggikan suaranya melebihi gemercik air saat melihat Athela yang selalu menatap ke arah sungai. Athela menggeleng. "Kalau mandi sebentar sepertinya tidak apa-apa. Bukankah begitu, Bryan?" Byakko mengangguk. "Kurasa seperti itu. Kau ingin mandi? Jika iya, aku akan berjaga di sini untukmu." Wajah pria itu sama dengan kemarin. Masih tetap tampan, dengan rambutnya yang memesona karena dia sudah tak lagi memakai jubah hitam-hitam itu. "Kau hanya berjaga untuknya?" "Tentu saja. Kau kan bisa berjaga sendirian." Kirania mendecih pelan. Dia menatap Byakko dengan tatapan malas. Sedangkan Athela tersenyum, sifat Byakko belum berubah sama sekali. Tak apalah, pikir Athela. Toh, dua hari ini dia belum mandi sama sekali. Tidak, bukan dua hari, tapi tiga hari. Badannya serasa tidak enak. Keringatnya pun cukup membuatnya kewalahan. Ingin sekali mandi saat ini. "Tapi, bagaimana kita mendapatkan sabunnya? Kau akan mandi tanpa sabun?" Kirania berceletuk setelah Athela hendak menjebur. Gadis itu berenung sejenak, lalu membalikkan badan dan kembali menuju hutan. "Aku akan mencarinya di hutan. Tunggulah aku sekitar lima menit lagi." Kaki mungilnya berlarian. Matanya dengan awas menatap satu per satu tanaman yang memiliki harum dan berbusa. Satu. Dua. Tiga. Akhirnya gadis itu pun menemukannya. Sebuah tanaman yang memiliki busa serta harum yang sangat enak. Dengan diekstrak sedikit saja, tanaman itu bisa dijadikan sebagai sebuah sabun-walaupun dalam bentuk cair. Memakai batangnya langsung juga bisa. Setelah dirasa sudah cukup, dia pun kembali. Saat hampir sampai di sungai, dia mendengar kedua manusia itu sedang bercakap-cakap. Entah mengapa, rasanya sangat menyedihkan ketika melihat Byakko seperti itu dengan gadis selainnya. Apalagi setelah malam itu. Apa dia tidak cukup memilikinya saja? Dahinya mengernyit. Apa yang sedang mereka bicarakan? "Kau yakin sekarang ini saatnya untuk memberikan gadis itu kepada Tetua?" Kirania bertanya lamat-lamat. Jika bukan karena indera pendengarannya, gadis itu tidak akan mendengarnya. Memberikan siapa, kepada siapa? "Aku yakin. Sudah tidak ada waktu lagi." Byakko kini yang berbicara. Mereka bicara dekat sekali, bisik-bisik. "Sekarang semua klan sudah bergerak. Belum lagi jika nanti Kirania dan Bryan yang asli menyelamatkannya." Kirania dan Bryan yang asli? Jadi mereka... Mata Athela berkaca. Sepertinya gadis itu berada dalam masalah yang besar sekarang. "Tapi kita jangan berubah wujud dahulu. Jika kita langsung berubah wujud, nanti dia tidak akan menuruti kita," ucap Kirania palsu. Byakko palsu pun mengangguk. Pantas saja banyak yang aneh di antara mereka. Sifat Byakko yang tak lagi dingin, kalau dipikir-pikir Kirania juga belum pernah sekali pun mengayunkan pedangnya apalagi saat bertarung melawan raja itu. Belum lagi saat kemarin dia memanggil Byakko dengan sebutan kucing dan dia tidak menengok. Athela kira lelaki itu tidak mendengarnya, ternyata.... Semuanya kini sudah jelas. Jadi, apakah semalam itu adalah... Byakko palsu? Mata Athela berkaca-kaca. Dadanya sakit saat dipaksa menerima kenyataan pahit itu. Dirinya seperti sudah dipermainkan. Semua senyum Byakko dan kebaikan Kirania saat itu hanyalah... palsu? Gadis itu tersenyum kecut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD