Bersama Alea

1328 Words
Deantika Hardiyata merasa hidupnya lebih bahagia ketika bisa bebas dan jauh dari keluarganya. Entah mengapa ia merasa lega dan tidak ada ketakutan dihidupnya karena dikendalikan keluarganya yang lain. Dea fokus bekerja di angkringan dan ia mencoba untuk tidak menarik perhatian orang lain dengan memakai makeup yang membuatnya menjadi orang yang berbeda dan tidak menarik. Dea juga bersikap tomboy agar tidak diganggu para laki-laki yang mengenalnya. Setahun berlalu, ia menjadi perempuan yang tangguh dan mandiri. Ia memilih untuk segera pulang ketika kuliah usai dan ia akan kembali bekerja pada pukul lima sore di angkringan untuk mengisi waktu luangnya dan mencari penghasilan tambahan. Uang simpanannya semakin menipis dan selama ini ia memang tidak pernah melakukan transaksi menggunakan ATMnya agar Hardiyata tidak bisa melacak keberadaannya. Sore ini Dea melihat seorang perempuan cantik terlihat lelah dan ia sepertinya adalah penghuni kamar baru yang ada disebelah kamarnya. Perempuan itu juga terlihat sedih dan itu membuat Dea prihatin melihat keadaan tetangga barunya itu. "Hai," terus Dea. Perempuan itu tersenyum "Saya Alea mbak," ucapnya tersenyum ramah. "Dea," ucap Dea mengulurkan tangannya membuat Alea segera menyambutnya. "Baru pindah?" Tanya Dea. "Iya, saya dari Jakarta," ucap Alea. Sama, aku juga dari Jakarta, Hmm...kayaknya di bukan orang sembarangan. Mana cantik dan terlihat kalau dia orangnya cerdas. Batin Dea menilai sosok Alea yang saat ini berada dihadapannya. "Hmm...saya permisi Dea, mau kuliah soalnya hari ini hari pertama," ucap Alea membuat Dea tersenyum. "Iya...lanjut," ucap Dea. Ia tersenyum sepertinya sosok Alea bisa ia jadikan teman, apalagi Alea tinggal tepat disebelah kamarnya. Pertemuan pertamanya dengan Alea sangat berkesan dan mereka menjadi teman yang saling menyapa ketika keduanya berada di kamar kosannya. Sampai sebuah masalah menimpa Alea membuat Dea merasa Alea butuh perlindungannya. Keduanya memang tidak pernah membicarakan masalah pribadi mereka sebelumnya, karena Dea dan Alea hanya membicarakan masalah study mereka. Saat ini Dea baru saja membersihkan kamarnya dan ia mengerutkan dahinya ketika melihat Alea keluar dari kamar dan wajahnya terlihat sangat pucat. Dea menduga sepertinya Alea sedang tidak enak badan itu membuatnya khawatir. "Alea nggak pergi kerja?" tanya Dea menatap Alea tetangga yang menyewa disebelah kamarnya itu dengan tatapan khawatir. "Aku kurang enak badan De," ucap Alea dan tebakan Dea ternyata benar jika saat ini Dea sedang sakit. "Mau ke dokter?" tanya Dea. "Nggak De, aku mau ke apotik. kamu mau nitip nggak?" tanya Alea membuat Dea menghela napasnya, Alea memang sangat baik padanya dan ia masih sempat-sempat memuakan jika Dea menginginkan sesuatu agar ia bisa membantu untuk membelikannya. "Nggak Le, aku mau lanjut tidur semalam angkringan rame banget. Capek udah nyuci baju mau lanjut bermimpi indah," ucap Dea. "Sana pergi wajah kamu pucat banget. Kayaknya kamu mesti ke Dokter aja Le!" ucap Dea. "Aku pergi ya De, Assalamualikum." "Waalaikumsalam." Dea kembali memasuki kamar kosannya dan entah mengapa ia merindukan sosok Papinya. Walaupun sang Papi telah membuatnya kecewa tapi tetap saja ia rindu sosok yang selalu ia panggil Papi itu. Jika ia pulang sekarang, ia tidak akan bisa hidup bebas karena akan ada lagi laki-laki lainnya yang pastinya akan dijodohkan kepadanya. Belum lagi ia kesal dengan sikap ibu tirinya yang begitu lembut dihadapan sang Papi tapi terlihat sinis jika berhadapan dengannya. Dea menghela napasnya dan ia membaringkan tubuhnya diranjang. Hari ini memang ia sangat lelah karena semalam angkringan sangat ramai dan ia akhirnya pulang subuh. Untung saja hari ini ia tidak perlu kekampus dan bisa tidur siang dengan nyaman. Kamarnya ini memang sempit tapi ia nyaman karena ia merasa tidak perlu mendengar canda dan tawa ibu tiri dan kedua adiknya yang lain. Iri? Tentu saja tapi apa boleh buat ia tidak bisa menyesuaikan diri kepada keluarganya yang lain dan akhirnya merasa kesepian, terbuang dan hampa. Satu jam kemudian Dea mendengar suara tangis dan itu membuat tidur nyenyaknya terganggu. Dea mengerjapkan kedua matanya dan matanya perlahan terbuka. Suara tangis membuatnya merasa khawatir apalagi suara itu adalah suara Alea yang kamarnya tepat berada disebelahnya. Alea menangis sesegukkan membuat Dea segera bangun dan ia melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya lalu ia mengetuk pintu kamar Alea. "Le...buka Le!" ucap Dea. "Buka Le!" Perintah Dea. Alea membuka pintunya dan Dea terkejut melihat wajah Alea bersimbah air mata. Tanpa banyak berpikir Dea segera memeluk Alea dengan erat. "Kamu kenapa Le?" tanya Dea dengan nada khawatir. "Hiks...hiks... Aku hamil Le," ucap Alea membuat Dea terkejut. Dea baru mengenal dan ia tidak pernah melihat Alea bersama laki-laki atau terlihat genit. Pekerjaan Alea juga jelas yaitu sebagai pelayan di restauran dan terkadang bekerja di rumah olahan kue. "Siapa yang menghamili kamu Le? Biar Dea yang temui dia Le!" ucap Dea kesal. Alea menangis sesegukan membuat Dea menepuk punggung Alea dengan lembut. "Suamiku yang menghamiliku," ucap Alea. "What? Suami? Kamu udah nikah? Mana suami kamu?" tanya Dea bingung sekaligus penasaran. Alea menarik tangan Dea agar masuk kedalam kamarnya dan duduk bersamanya. Ia kemuidan menceritakan tentang masalah yang ia hadapi. Dea menghela napasnya dan ia sangat prihatin dengan apa yang dialami Alea. "Sebenarnya aku juga sama dengan kamu Le, tapi aku juga pergi begitu saja dan bersembunyi di kota ini. Orang tuaku bercerai dan memiliki pasangan masing-masing. Mereka memang memberikanku uang, tapi tidak dengan perhatian. Aku sengaja memilih kuliah disini sambil bekerja dibandingkan tinggal di Jakarta dan kemudian salah satu dari mereka memaksaku untuk tinggal bersama mereka," jelas Dea. Dari dulu Papi dan Maminya memang selalu bertengkar untuk memperebutkannya, mungkin sekarang Maminya akan sangat murka kepada mantan suaminya itu jika tahu putri sulungnya telah pergi tanpa tahu dimana keberadaannya. Alea memegang tangan Dea, ternyata Dea yang terlihat seperti perempuan preman ini nemiliki sisi yang lain dari dirinya yang terlihat ceria. "Aku juga prustasi saat pacarku putus dariku karena keluargaku broken home, dia tidak ingin menjalani pacaran serius jika aku nantinya yang akan menjadi istrinya." Dea mengingat pacarnya ketika SMA yang segera memutuskan hubungannya ketika Dea menceritakan jika kedua orang tuanya telah bercerai dan saat ini telah memiliki pasangan masing-masing. Sejak saat ini Dea tidak ingin memiliki pacar dan ia fokus untuk berkuliah. "Iya De, kita sama," ucap Alea. "Beda Le, kamu itu istri yang kabur. Kalau aku jadi kamu, minta tanggung jawab saat dia memperkosa kamu, sebenarnya apa yang kalian lakukan itu harusnya memang terjadi karena kalian suami istri," ucap Dea. Alea mengatakan kepada Dea siapa nama suaminya dan ia juga menceritakan tentang apa yang terjadi kepada dirinya dan juga suaminya hingga ia memilih pergi. "Tapi itu nggak sesuai perjanjian De," ucap Alea. "Kamu cinta kan sama dia? Ayo ngaku?" goda Dea. "Iya baru-baru ini aja De," ucap Alea. "Nggak aku yakin kamu udah lama suka sama dia Le, sebentar!" Dea membuka aplikasi pencarian dan ia mengetikkan nama Senopati Arya Bagaskara. "Astaga suami kamu tampan banget Le, gila mana hebat dan pintar," ucap Dea memuji latar berlakang seorang Senopati Arya Bagaskara. "De, aku sekarang tidak berniat kembali bersamanya De. Dia tidak mencintaiku dan aku sadar jika aku mengatakan aku hamil padanya, pasti aku akan menjadi beban baginya De," jelas Alea. "Apapun keputusanmu akan kau dukung Le, aku yakin kau adalah perempuan yang kuat," ucap Dea sambil tersenyum agar membuat Alea merasa kuat. "Aku akan menjadi ibu tunggal De!" ucap Alea membuat Dea menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu aku juga akan menjadi ibunya, kita akan bekerjasama membesarkan dan mengasuh anakmu!" ucap Dea membuat Alea menangis haru. "Terimakasih De." Dea merasa memiliki keluarga baru bersama Alea, ia menemani Alea dimasa-masa sulit Alea hingga Alea melahirkan Baby Arga dan kemudian keduanya sama-sama menyelesaikan studynya. Dea dan Alea bergantian mengasuh Arga hingga semua orang mengira Dea adalah ibu kandung Arga. Apalagi Dea selalu saja meluangkan waktunya disela-sela pekerjaannya. Ia dan Alea pandai membagi waktu untuk menjaga Arga, Dea juga berharap agar Alea mendapatkan laki-laki yang baik. Alea cantik dan baik, bagi Dea seorang Alea patut bahagia. Jika nanti Alea menikah dan menemukan jodohnya lagi. Ia berharap Alea bersedia membiarkannya mengasuh dan membesarkan Arga. Dea tidak berharap untuk menikah karena baginya rumah tangga membuatnya takut untuk memilikinya terlebih lagi, ia tidak ingin menjadi seperti kedua orang tuanya. Bercerai dan bertengkar memperebutkan hak asuh lalu dengan egois mengacuhkannya hingga tidak memberikan kasih sayang dengan alasan telah memiliki keluarga baru.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD