Bab.8b

542 Words
“Maksud nya?” Tanya Clarissa kebingungan. Keiden bangkit dari tempat duduk nya, lalu menghampiri Clarissa. “Aku saja yang menyapa nya, kamu hanya perlu tunggu diruangan mu saja.” Ucap Keiden. Clarissa menggeleng. “Kenapa begitu, apa ada alasan yang lebih spesifik lagi untuk tidak menemui pak Kenzo?” Tanya Clarissa merasa tidak sopan jika ia tak ikut menyapa wakil direktur baru. “Kamu sekretarisku bukan, tidak perlu bertemu orang lain selain bos mu yaitu aku.” Ujar Keiden dengan nada dingin nya, lalu pergi keruangan Kenzo sendirian. Keiden membuka pintu ruangan Kenzo tanpa diketuk nya lebih dulu. “Bukankah kamu bilang tidak tertarik bekerja diperusahaan?” Tanya Keiden tanpa basa-basi lagi. Kenzo menatap sang adik dengan pandangan datar. “Seharusnya kamu menyapa atau menanyakan kabar ku dulu adik ku.” Ujar Kenzo. Keiden mengepalkan tangan nya kesal. “Haruskah begitu?” Tanya Keiden dengan sinis. “Pergilah, kamu gak cocok berada disini.” Ujar Keiden pada Kenzo. “Aku akan pergi saat aku mau, tapi tidak dengan perintah mu. Harusnya kamu sadar aku ini anak paling tua yang harus dipatuhi, Keiden.” Ucap Kenzo pada Keiden. Keiden membalikan badan nya, lalu keluar dari ruangan tanpa sepatah-kata lagi. “Masalah ku bertambah lagi.” Gumam Keiden sembari memegang kepalanya yang pening. Saat memasuki lift, Keiden tidak sengaja melihat keberadaan Clarissa disana. Clarissa terlihat canggung ketika mengetahui hanya ada mereka berdua di lift saat ini. Lampu lift berkedap-kedip, menandakan akan adanya kerusakan disana. “Eh ada apa ini?” Tanya Clarissa cukup merasakan panik. Keiden dengan cepat memencet tombol darurat disana. “Lift eror, dan ada dua orang disini. Tolong secepat nya kemari.” Ucap Keiden dari dalam. Pas sekali lampu lift langsung mati membuat kecanggungan Keiden dan Clarissa semakin menjadi-jadi. “Ekspresi itu persis seperti dirimu yang dulu, apa benar kamu ingin menangis?” Goda Keiden membuat Clarissa menahan air matanya yang akan turun sebelum nya. “Siapa yang bilang begitu?!” Kesal Clarissa tidak terima Keiden mengejek dirinya. Suara lift kembali terdengar. “Kita tidak mungkin jatuh kebawah kan?” Tanya Clarissa ketakutan. “Aku biarkan kamu memegang tangan ku, berlaku saat ini saja.” Ucap Keiden. Clarissa ingin protes tapi tidak jadi. “Memang nya siapa yang mau memegang tangan mu.” Gumam Clarissa sembari menggengam telapak tangan kiri Keiden. Keiden yang mengetahui itu tersenyum miring. “Dasar penakut.” Ucap Keiden. Drrrdggg! “Eh!” Teriak Clarissa sembari memeluk tubuh besar Keiden ketika suara lift kembali menghantui mereka. “Jangan khawatir Clarissa, buang rasa takut mu yang berlebihan.” Ucap Keiden sembari memeluk balik tubuh wanita itu yang terasa gemetar. “Aku tahu, jangan menasihati ku lagi.” Ucap Clarissa kepada Keiden. Keiden merasa ada sesuatu yang basah di kemeja nya, dan ia menyadari satu hal. “Clarissa, aku sudah bilang jangan menangis.” Bisik Keiden sembari menangkup pipi wanita dihadapan nya. “Kamu pikir orang lain yang mungkin seperti ku akan setenang dirimu saat menghadapi hal ini. Aku merasa seperti dicekik tahu, bahkan sekarang napas ku sesak karena memikirkan mungkin saja hidup ku sudah tidak lama lagi.” Ucap Clarissa panjang lebar, sedangkan Keiden yang mendengar nya hanya tersenyum kecil saat itu. Apa yang harus dikhawatirkan bocah kecil? “Baiklah, menangis saja. Aku gak akan melarang mu lagi.” Ucap Keiden. Clarissa semakin erat memeluk Keiden, sedangkan pria itu mulai mengambil inisiatif untuk mencium pucuk kepala Clarissa secara tiba-tiba. “Aku punya tantangan, kalau kamu masih menangis juga selanjutnya bibir mu yang akan ku cium.” Bisik Keiden membuat jantung Clarissa kini berdetak tak menentu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD