LEMBAR 9

1022 Words
'Kita perlu ketemu,' Itu adalah pesan dari Iqsa yang Ariska terima setelah mandi sore ini. Dengan gumaman Ariska memakai pakaiannya. "Tumben." Ariska menuruni tangganya setelah jam menunjukkan pukul delapan malam. Raniya sedang berada di depan kamarnya bersama seorang laki - laki. Dan ya, beda lagi dari yang kemarin - kemarin. "Kemana lo udah malem gini ?" Tanya Raniya saat melihat Ariska mengambil sepatu di rak sepatu di teras. "Kepo aja lo. Gue ga mau nawarin lo oleh - oleh ya ?" Laki - laki di samping Raniya terkekeh melihat Ariska menjawab Raniya tanpa ekspresi. Sedangkan Raniya mencibir. "Ga usah. Nih liat gue di bawain oleh - oleh sama Gilang," Oh, namanya Gilang. Raniya menunjukkan kantung keresek berisi donat. "Dih, nanti gue juga bakal beli. Dan gue beli donatnya rasa coklat semua biar lo ga minta," ucap Ariska meledek Raniya. "Si tai nih ya orang minta di tabok juga." Debat itu selesai ketika suara klakson mobil berbunyi di depan gerbang kost mereka. "Gue duluan. Dan gue ga bakal boong buat beli donat gituan nanti," katanya. Ariska berjalan cepat menuju mobil yang menjemputnya. Sempat Ariska dengar ketika belum jauh dari teras rumah laki-laki itu bicara. "Dia Ariska yang waktu itu ?" Dan Ariska diam memasuki mobilnya. Di dalam mobil, Ariska ataupun Iqsa tidak ada yang mau mengeluarkan perkataanya. Setelah debat tadi, Ariska tidak bisa berkata apa - apa lagi pada Iqsa. Sekali lagi Iqsa mengerjakan tugasnya sebagai seorang kekasih. Debat bermula dari postingan snapgram milik Ariska. Tentang kecemburuan Iqsa pada Haikal. "Tapi aku cuman memberikan kesan yang ramah, Sa. Dia juga ramah kok sama aku." Itulah suara Ariska yang keluar dari mulutnya setelah lama dia diam membenam semua hal yang ingin sekali ia katakan sedari tadi setelah Iqsa memarahinya karena tidak suka jika Ariska berbalas pesan pribadi dengan Haikal. Ariska sedari tadi hanya diam mendengarkan semua keluhan Iqsa tentang postingan itu. Dan Ariska tidak bisa membalas karena hatinya tergores dengan perkataan Iqsa kala itu. 'Kamu kayak cewek murahan tau ga sih ?' Dan itu, membuat Ariska diam. Semurah apa dirinya dimata Iqsa. Iqsa menahan nafasnya lalu menarik nafas pelan. "Gini deh Ris, kalo gue dapet dm dari sekertaris gue dalam masalah apapun apa lo terima ?" Ariska diam menatap Iqsa yang sedang menyetir mobilnya, "Aku bakal paham kok kalo itu urusan kerjaan kamu. Lagian, aku bisa sekalian kenalan sama sekertaris kamu. Terus bisa jadi dia aku jadiin mata - mata aku buat mata-matain kamu." "Ris, gue serius," ucap Iqsa dengan nada rendah dan datar. Sekali lagi, Ariska dibuat bungkam oleh perkataan Iqsa. Lo - gue tidak biasa ia dengar dari mulut Iqsa. Dan kali ini, Iqsa mengatakannya dengan tatapan yang sama seperti waktu Ariska ketauan ngerokok saat sudah bersama Iqsa waktu itu. Tatapan seperti jijik atau bahkan benci ? Entah. Tatapan itu sulit sekali di artikan. "Iya, maaf," sahut Ariska pelan. "Gue tuh ga suka ya kalo lo dm - an sama laki - laki apapun urusannya. Apapun masalahnya. Dan siapapun laki - lakinya. Itu tuh terkesan lo cewek murah tau ga sih ? Dan gue ga mau lo di anggap murahan." "Ak-" Ariska berdeham sebelum melanjutkan, "Gue tau lo cemburu. Tapi gue ga maksud buat keliatan murahan. Gue cuman bersikap ramah. Dan demi apapun, Sa. Gue ga mungkin sampai lanjutin dm itu berlebihan. Itu tuh-" "Gue tau lo ga bakal ngebuat dm itu berkelanjutan. Tapi gue cowok, Ris. Dan gue tau cara bikin cewek kayak lo yang kesannya murahan buat terus bales dm dan melanjutkannya ketahap yang lebih." Iqsa menghembuskan nafasnya, "Plis, gue mohon. Lo bisa ngerti 'kan ?" * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * Sekali lagi, Ariska membanting kuasnya ke lantai kamarnya. Dia sendiri benar - benar tidak mengerti. Dia tidak mengerti jalan pikiran Iqsa. Dan buat apa dia memikirkan hal yang sama selama dua malam dan mengabaikan makan malam juga panggilan dari teman - temannya. Ariska tau, dirinya harus fokus pada pameran seni bulan depan. Dan Ariska tidak tau tema romance itu sulit untuknya. Romance apanya? Keluarga? Pasangan? Ah tidak ada yang bisa dia curahkan melalui lukisan. Tidak ada bayangan seperti apa lukisan yang seharusnya ia berikan pada Haikal. Berbicara tentang Haikal, Ariska tidak mengetahui apa - apa tentang Haikal waktu itu, tapi karena penasaran dengan perkataan Raniya waktu itu, Ariska mulai meneliti apa yang di kagumi wanita - wanita yang meramaikan dm instagramnya. Tidak ada yang menarik selain dari pada dia memang sangat tampan. Tapi entahlah, Ariska sama sekali tidak tertarik untuk mengenal Haikal lebih lanjut. Mungkin karena hatinya hanya untuk Iqsa ? Atau matanya hanya ingin melihat Iqsa ? Iqsa. Mengingatnya membuat Ariska sebal. Dirinya menyesal kenapa harus kenal dengan Iqsa yang bisa menerima dia apa adanya. Menerima dirinya saat Ariska masih jaman anak SMP dengan dandanan semurawut dan tomboi abis. Bahkan beberapa teman laki - laki saat sekolah menengah pertamanya -nya saja bilang bahwa tidak ada yang mau berpacaran dengan dirinya hanya karena dirinya kucel dan sangat awur - awuran. Dan saat itu, Iqsa datang. Menerima dirinya apa adanya. Dan bahkan rela memberikan waktunya untuk Ariska berubah seperti sekarang. Ariska sekarang pintar merawat rambut, pintar merawat kulit dan dandanannya kini sudah membaik di ajarkan oleh Raniya. Maka dari itu, Ariska tidak bisa berpaling dari Iqsa. Ariska seperti terikat dengan Iqsa. Bahkan ketika Iqsa yang sekarang sibuk dengan pekerjaannya, Ariska selalu diam dan tetap mempertahankan hubungan ini dengan baik dan tentu saja tidak bisa di anggap main – main. Iqsa sebenarnya baik, hanya saja Ariska seperti terkekang oleh aturan yang Iqsa buat untuknya dan tentu saja Ariska merasa kesal. Aturan yang dibuatnya untuk Iqsa sendiri jarang sekali dui turut tapi aturan Iqsa harus berlaku untuk Ariska tanpa terkecuali. Teman laki – laki di kelasnya juga jarang sekali yang dekat dengannya. Meski kerja kelompok bareng, Ariska selalu saja menjaga jarak untuk menghormati keinginan dan tentu saja aturan dari Iqsa. Dan sekarang, Ariksa menyesali itu. Teman laki – laki bisa membuatnya lebih nyaman seperti teman – teman saat sekolah menengah pertama -nya. Setidaknya dipikiran Tamara adalah seperti itu.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD