“Iya, Celine. Maaf, aku lupa mengabarimu. Tapi guru nya bilang, Arashi tidak mau menghubungimu dan lebih memilih untuk menghubungi ku.” Ujar Dionald pada seseorang di sebrang telfon. Terdengar helaan nafas lega dari perempuan yang menjadi kakak ipar nya itu.
“Syukurlah, tapi Achi baik baik saja, kan?”
“Hm. Hanya sedikit demam, tapi sudah tak apa.” Balas Dionald
“Kau pulang jam berapa? Jangan terlalu malam. Atau jika kau masih ada jadwal, David dan aku akan menjemput Achi di rumah sakit. Dengan begitu kau bisa pulang jam berapapun.” Sahut Joyceline
“Apa saat ini kau sedang terang terangan menunjukan sikap tidak peduli mu, padaku? Arashi tidak mau pulang, katanya. Dia ingin bbersamaku dan saat ini tengah tertidur di ruanganku.” Jelas Dionald
“Hahahah, bercanda. Baiklah kalau begitu. Jangan lupa berikan makan sore untuk Achi. Dia masih kecil, tidak sepertimu yang bisa menahan lapar seharian penuh dengan dalih sibuk. Padahal bilang saja jika kau tidak punya teman untuk makan siang.” Gurau Joyceline
“Apa-apaan itu?” kekeh Dionald. Pria itu melirik Ersya yang tengah menemani Arashi yang tertidur di sofa ruangannya, “Aku bukan kau yang harus ditemani kemanapun.”
“Bla bla bla, aku tidak dengar. Ahh, David-ku sudah pulang. Bye, Dionald. Jangan lupa makan. Aku mau bermesraan dulu, hehehe.”
Dan panggilan telfon ditutup begitu saja. Dionald menggelengkan kepalanya, kakak dan kakak iparnya selalu begitu. Tatapan Dionald kembali terarah pada Ersya yang terlihat mengamati Arashi.
Dionald berjalan menuju keduanya dan duduk di sofa yang berbeda.
“Kau bisa pergi. Tapi sebelum itu, ada yang mau kau tanyakan padaku? Aku tidak mau kau bertanya sesumbar pada orang orang dan malah mengekspos urusan pribadiku.” Ujar Dionald pada Ersya, asistennya
Ersya menggeleng, “Tidak ada yang mau saya tanyakan, Pak. Saya juga tidak akan mengatakan hal ini pada siapapun, karena hal ini bukanlah hak saya. Tapi, tolong titipkan salam saya pada Arashi saat dia sudah bangun. Dia anak paling menggemaskan dan baik yang pernah saya temui.” Balasnya
Perempuan itu tersenyum dan mencoba melepaskan genggaman tangan Arashi di jari telunjuknya. Saat Ersya hendak bangkit dari sofa, Arashi kembali menahan ujung pakaiannya. Anak itu terlihat murung dan sedih dalam tidurnya.
“Mama…” panggil anak itu dengan nada lirih
Ersya terdiam sejenak. Dia kembali duduk dan mencoba melepaskan cengkraman Arashi dipakaiannya. Tapi nihil. Saat berhasil terlepas, Arashi justru menangis terisak dalam tidurnya dan membuat Ersya merasa bersalah.
“P-pak, bisa bantu saya?” tanya Ersya dengan nada setengah berbisik
Dionald bangkit dari tempat duduknya dan mencoba hal yang sebelumnya dilakukan Ersya. Tapi lagi lagi Arashi menangis.
Pria itu menghela nafasnya dan mengusap dahi berkeringat Arashi, “Achi, sayang, lepaskan Aunty Ersya ya?” pinta Dionald. Dia tahu jika saat ini Arashi hanya setengah tertidur, anak itu akan mendengar dan mungkin melakukan apa yang dia minta.
Dan benar saja. Anak itu perlahan melepaskan pegangannya pada Ersya dan kembali tidur dengan wajah murung.
Sebersit perasaan bersalah muncul di hati Ersya. Perempuan itu benar benar melihat dirinya dalam tubuh Arashi, mengingat bagaimana dirinya dulu yang sakit dan ingin ditemani oleh Ibu panti. Namun tentu saja hal itu tidak memungkinkan, anak anak lain masih membutuhkan perhatian dari wanita paruh baya yang memiliki sikap hangat itu.
Dan berakhir dengan Ersya yang tertidur seorang diri dengan hati yang berdenyut sakit karena tahu dirinya tidak boleh egois bahkan saat tengah sakit.
Ersya mengerjapkan matanya. Perempuan itu tersenyum kecil pada Dionald sebelum akhirnya cepat cepat beranjak dari tempatnya duduk.
“Umm, Pak?” panggil Ersya dengan nada pelan
“Hm.”
“Jika Bapak memiliki tugas yang bisa saya bantu kerjakan, saya tidak keberatan. Merekap data atau menulis laporan, apapun itu.” Ujar Ersya. Perempuan itu menipiskan bibir nya sebelum melanjutkan ucapannya, “Dokter Dionald harus memiliki banyak waktu untuk merawat Arashi. Jadi saya tidak keberatan untuk membantu lebih.” Lanjutnya
Dionald terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk dan berdeham. Cukup lega karena asisten miliknya tidak banyak bertanya dan bersikap tenang.
“Terima kasih. Aku akan memanggil mu saat membutuhkan bantuan.” Balas Dionald sambil mengusap dahi Arashi saat anak itu terlihat tidak nyaman dalam istirahatnya.
Perempuan itu mengangguk dan keluar dari ruangan Dionald. Sesekali dirinya meremat tangannya sendiri saat cemas.
Dia merasa benar benar aneh hari ini. Pertemuannya dengan Arashi, membuatnya mengingat kisah hidupnya sendiri. Dibuang di panti asuhan dan tidak mengetahui siapa orang tua nya.
Bedanya, Arashi hidup dalam kondisi yang berkecukupan. Anak itu juga memiliki sosok Ayah yang baik. Walau Dokter Dionald adalah orang yang kejam dan tidak akan segan untuk mengeluarkan kata kata menusuk pada lawan bicara nya di rumah sakit, tapi harus Ersya akui, atasannya itu terlihat sangat menyayangi anaknya.
Ersya tersenyum, siapapun istri dari Dokter Dionald pasti sangat beruntung. Dia melihat cinta dari mata Dokter satu itu saat melihat Arashi, jadi dia yakin pria itu akan menatap istrinya dengan tatapan serupa.
Detik setelahnya, Ersya menggelengkan kepalanya. Dia mengetuk pelan dahinya, memberi sinyal peringatan untuk tidak memikirkan sesuatu yang bukan urusannya.
Kedua kakinya melangkah memasuki ruang perawat. Dia melihat rekannya yang lain tengah sibuk membereskan barang barang mereka. Seorang perawat yang menyadari keberadaan Ersya, segera berseru senang.
“Ersya!” pekiknya dan segera berlari mendekati Ersya yang masih berdiri di muka pintu
“Ya?” balas Ersya
“Anak tadi, siapa? Kenapa kau Mengantarnya ke ruangan Dokter Dionald? Itu anaknya? Tapi tidak pernah terdengar berita soal pernikahan nya.” Celoteh rekan Ersya sesama perawat itu
Ersya tersenyum, “Aku kurang tahu. Bisa saja itu anak dari kakak nya, kan?”
Iya. Dia memutuskan untuk menjaga identitas Arashi. Dalam hati bertanya tanya kenapa rekan yang sebelumnya tidak pernah menyapanya itu, mendadak mengajaknya berbicara terlebih dahulu.
“Yahh, padahal aku penasaran. Aku melihat wajahnya yang khas keluarga Legiond sekali. Aku kira itu anakmu, tapi sepertinya tidak mungkin.” Seru rekannya itu
Ersya tersenyum, ya, hanya penasaran. Rekannya itu hanya penasaran, karena nya dia bertanya pada Ersya terlebih dahulu. Tapi Ersya juga bukan orang yang bodoh, dia yakin akan beredar rumor tentang Arashi jika dirinya mengatakan yang jujur soal anak itu.
Ersya memiliki dugaan soal Arashi. Tapi dirinya akan bungkam soal itu. Hubungan Arashi dan Dokter Dionald bukanlah hal yang patut dia bicarakan pada rekan penggosipnya itu.
Ersya juga tahu… bagaimana rasanya dibincangkan orang lain karena asal usul nya yang tidak jelas.
Sebagai perempuan yang tumbuh besar di panti asuhan, Ersya tahu hal itu.