Chapter 4 - 5

1300 Words
CHAPTER 4 BELLA CENDANA “What’s up, Everybody! Bella Cendana here! Selamat datang bagi mata-mata baru di akun streaming gue, jangan lupa subscribe. Oh, matabello makasih buat five hundred donations, my God, you legend!” Bella tertawa pelan sambil membenarkan topi yang ia pasang terbalik. “Oke kita langsung aja kemarin, gak usah basa-basi. Tangan gue gatel mau namatin chapter 5! Holy dude, setelah pusing tujuh keliling sama teka-tekinya akhirnya kita nyampe—” Pernyataan Bella terhenti karena pintu yang terbuka, seorang pelayan lelaki tua masuk dan langsung mendapat tatapan kesal dari gadis itu. Ia mematikan layar sejenak. “Ma-maaf, Nona, saya ganggu. Tapi orang tua Nona udah pulang dan ingin menemui Nona segera.” “Ah, entarlah, aku lagi streaming ini!” Bella mendengkus kesal, ia kembali menghadap ke depan ketika suara kembali terdengar. Kali ini, bukan milik sang pelayan, melainkan orang yang teramat ia kenali siapa pemiliknya. “Bella, cepat kemari!” Mendengkus, Bella membuka layar kembali. “Sorry, Guys! Gue rasa live stream ini gagal karena urusan keluarga. Maaf banget, tapi gue janji bakal balik, okesip!” Mematikan alat-alat yang ada, Bella dengan jengkel mengikuti ayahnya yang membawanya ke ruang tamu. “Welcome home, My Lovely Parent.” Bella tersenyum sarkastik. “Pakai baju terbaik kamu, kita berangkat, Sayang.” Perkataan ibunya membuat Bella mengerutkan kening. “Ke? Jalan-jalan? Aku gak ada waktu, Mah, Pah, mending aku nge-live, dapet duit!” “Bella, turuti saja!” bentak sang ayah, Bella memutar bola matanya. “Kami hanya ingin kita lebih dekat, Sayang! Papah dan Mamah memohon sama kamu.” Bella menghela napas. “Ya udah.” *** TALITHA BATAVIA “Mpus, pus, pus,” panggil Talitha Batavia sambil memberi makan tiga ekor kucing kesayangannya, berjenis Scottish Fold bernama Meredith dan Olivia, dan si kecil berjenis Ragdoll bernama Benjamin. Ia memberi makan mereka sembari mengelus-elus bulu lebat serta lembut itu. “Meredith, Olivia, jangan kasar gitu dong sama adik-adik kalian! Mamah gak suka, ya!” “Tuh, liat, Pah! Makin hari makin parah dia!” kata sang ibu pada suaminya di sampingnya. “Kita harus segera bertindak jangan sampe Talitha menyerahkan seluruh hidupnya mengabdi ke kucing-kucing itu.” “Mah, keren banget kosa kata Mamah!” Sang ayah menggelengkan kepala mendengar ungakapan istrinya. “Ih, Mamah serius!” Kembali, mereka menatap putri mereka yang ada di halaman belakang di balik pintu dapur yang terbuat dari kaca. “Ya udah kalau gitu langsung aja. Talitha!” panggil sang ayah, membuat Talitha yang asyik dengan dunia kucingnya menoleh. “Eh, Papah sama Mamah udah pulang!” Talitha menggendong Benjamin dan menghampiri kedua orang tuanya. “Liat, Mah, cucu baru kalian!” Ibunya hanya tersenyum miris, sementara ayahnya menghela napas. “Ikut Papah Mamah, yuk! Kita jalan-jalan.” “Ke mana? Tapi aku boleh bawa mereka ‘kan? Kalau enggak aku gak mau ikut!” Keringat sebesar biji kacang muncul di kening pria dewasa itu. “Iya, Sayang, iya!” *** KENYA STEVENSON “Sempurna!” “Ya Tuhan, Sis! Saya serasa puluhan tahun lebih muda!” “Jadi bayi, dong!” Gadis dan ibu itu tertawa. “Kalau gini bisa-bisa suami saya disangka ayah saya sama orang-orang kondangan.” Ibu itu tergelak. “Duh, saya jadi langganan Mbaknya ini, aduh!” “Wah, sangat diterima, Bu! Ada diskon nanti buat pelanggan sama hadiah rahasia.” Gadis cantik itu berbisik ke sang ibu yang telah berubah bak seumuran dengannya. “Wah, makin antusias saya!” Ia lalu berdiri dari duduknya. “Udah ya, Mbak! Takutnya suami saya kelamaan nunggu! Jadinya berapa, Mbak?” Menyebutkan nominal, ibu itu pun langsung membayar kontan. “Ini plus bonus, hehe!” “Wah, terima kasih banyak, Bu!” Ibu itu pun keluar dari salon kecil Kenya Stevenson, gadis itu menghela napas lega ia duduk di salah satu kursi yang tersedia di sana. Tetapi mendengar suara lonceng yang berbunyi Kenya buru-buru berdiri dan menghadap ke arah pintu. “Selamat datang—eh, Mamah? Papah?” “Kenya, wah usaha kamu semakin maju, ya?” kata sang ibu menatap sekitar, Kenya hanya tersenyum bangga. “Mana karyawan kamu? Masih gak mau nyewa karyawan? Jangan biasakan menjadi anak yang terlalu tak percaya sama orang lain, Kenya Sayang!” Kenya hanya meneguk saliva. “Mamah, Papah, baru pulang, ya? Kalian ngapain ke sini?” “Mamah kangen kamu, dong, anak Mamah yang cantik!” Ibu Kenya memeluk putrinya yang kelihatan kikuk, sang ayah hanya diam saja sedari tadi. “Yuk, kita jalan-jalan, refreshing sekeluarga!” “Ke mana?” “Ikut saja.” Suara berat ayahnya tampak tegas. “I-iya, Pah.” *** CARLA MITCHELL Carla memuntahkan seluruh isi perutnya, terus memuntahkannya hingga kosong. Setelah selesai dan mencuci mulutnya, ia membuka lemari obat berpintu cermin di kamar mandi kamarnya, mengambil kotak kecil dan mengeluarkan isinya yang berupa obat. Ia menenggaknya tanpa sulit, meletakkan wadah kembali ke lemari dan menutupnya. Cermin yang ada memantulkan bayangan dirinya. “Oke, Carla, badan lo body goals.” Lalu kemudian bayangan di cermin terkontaminasi oleh keparanoidan yang dimilikinya, matanya melingkar sempurna melihat seluruh badannya terisi lemak. Pipinya yang tirus menggemuk, tangannya, perut, serta pahanya. Ia menggelengkan kepala. “Carla, Sayang, Mamah Papah pulang!” Carla membuka matanya kaget, bayangannya di cermin kembali dengan dia yang bertubuh langsing. Buru-buru ia membasur wajah, mengeringkannya dengan handuk lalu menghampiri kedua orang tuanya yang ada di ruang tamu. “Mamah, Papah!” Carla mengeluarkan senyuman terbaiknya. “Kalian bawa oleh-oleh apa? Banyak makanan, gak?” “Banyak, dong!” Ayahnya tertawa pelan. “Tapi, bukan di sini, sih. Di tempat lain. Kamu mau ikut?” “Ke mana? Aku pasti ikut kalau ada makanannya, hehe.” CHAPTER 5 Hampir bersamaan, empat buah mobil berbeda jenis sampai di depan sebuah villa besar. Keempat gadis itu bertanya-tanya sambil memperhatikan tiga mobil lain di antara mobil mereka masing-masing. Sampai mereka semua keluar dari mobil. Mereka memperhatikan wajah masing-masing. Menurut Talitha, ada gadis aneh yang tak malu makan di tempat umum sembarangan, ada pula gadis yang bersikap seperti laki-laki, juga gadis anggun yang membuatnya iri. Menurut Carla, ada gadis aneh yang menggendong kucing layaknya bayi, ada pula gadis yang kelihatan seperti tante-tante, juga gadis yang keren yang membuatnya iri. Menurut Bella, ada gadis aneh yang berdandan kelebihan dosis, ada pula yang rakus, juga gadis yang manis nan lucu memeluk kucingnya. Dan menurut Kenya, ada gadis yang kelihatan penampilan terlalu tomboi, ada pula yang agak mengerikan memegang hewan yang paling ia takuti, juga gadis yang ia iri karena bisa makan apa saja sepuasnya tanpa takut gemuk. Pikiran gadis yang beragam. “Ah, Tuan Rumahnya yang malah terlambat ini,” kata ayah Talitha. “Daripada itu, lebih baik masuk dulu dan berbicara di dalam.” Ayah Kenya dengan datar berkata. Tanpa babibu, mereka pun masuk ke dalam villa itu, di mana seorang pelayan membukakan pintu untuk mereka. Pertanyaannya hampir sama keluar dari mulut ke empat gadis itu pada orang tua mereka. Kenapa mereka ke mari, dan siapa insan asing di antara mereka. Tak ada jawaban pasti, malahan mereka disuruh menunggu di ruang tamu dengan jamuan yang tersedia, menunggu sosok yang mereka sebut ‘Tuan Rumah’. Lalu, tak lama, ‘Tuan Rumah’ pun datang. Sepasang suami istri berumur serta seorang pemuda dengan jas biru, seperti seumuran mereka. “Maaf, apa sudah lama menunggu?” Sang Tuan Rumah, lelaki dewasa tersenyum, si pemuda berjas sekilas menjadi sorotan sang gadis. “Nah, ini Brendon Dawisnu, putra semata wayang saya.” Pemuda itu tersenyum ke arah mereka. “Tidak juga, Pak Dawisnu,” jawab ayah Carla. “Ah, baguslah kalau begitu, mari kita mulai diskusi pejodohannya.” Dan penyataan pria dewasa dipanggil ‘Pak Dawisnu’ itu, membuat Talitha, Bella, Carla dan Kenya serta pemuda itu yang ada di antara mereka mengatakan satu kata yang sama. “Perjodohan?!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD