ada kala nya manusia tidak perlu tahu apa yang tersembunyi dibalik bumi, ada baiknya manusia cukuplah pada bagiannya sendiri. Namun, Ambisi dan Keserakahan manusia menjadi petaka bagi kelangsungan hidupnya sendiri, membuka pintu masuk bagi makhluk -makhluk yang seharusnya bumi menyembunyikan mereka.
Beberapa jam setelah bencana terjadi, Mikaru tampak tergeletak di sebuah dataran yang tidak diketahui. meskipun ia selamat, namun luka yang ia terima cukup parah.
perlahan-lahan ia membuka mata.
"akh…"
desahnya sambil menggerakan kaki dan tangannya.
"ta-tangan kananku..."
Mikaru tidak dapat merasakan apapun dari tangan kanannya.
suasana yang begitu gelap hingga Mikaru tidak dapat melihat apapun selain kegelapan. kondisinya sangat lemah dengan kepala yang terasa pusing akibat proses pemindahan dari lubang hitam.
ia mencoba sekuat tenaga untuk berdiri meraih sesuatu, tiba-tiba terdengar suara ledakan kuat tepat dibelakangnya, dengan segera matanya tertuju kearah sumber suara.
"BWARRRR...!!!" kuat suara ledakan.
"ap-apa itu ?!" spontan Mikaru melihat sumber suara.
sedikit samar dengan api yang menyala-nyala dari mobil yang terbakar.
"ternyata ledakan mobil ?!" gumam Mikaru sambil mengintip dari balik tembok.
tubuh Mikaru yang masih terasa lemas kehilangan keseimbangan akibat pijakan yang tidak merata.
"graakkk..." suara terperosok jatuh.
"akkkhhhh...!" desah Mikaru menahan sakit.
dengan tubuh yang begitu lemah, ia tak mampu menjangkau apapun untuk berpegang saat terjatuh.
cahaya dari kobaran api yang menyala dibeberapa mobil yang terbakar. menyadarkannya, tengah berada ditumpukan mayat. jangankan berlari pergi, berdiripun ia tak memiliki kekuatan.
"ta-tanganku... AAaaaakhh !!" teriak Mikaru saat menyadari bahwa tangan kanannya terputus.
kilas balik terlintas dipikirannya, saat bencana terjadi.
tubuhnya yang terombang-ambing berbenturan dengan benda-benda lain hingga ia kehilangan tangan kanannya.
teriakan Mikaru pun tergantikan dengan tangisan pilu mengingat ibunya yang tewas saat bencana terjadi.
bersandar pada tembok yang menghadap ke tumpukan mayat.
"ibu... !".
"kenapa ?!... kenapa jadi seperti ini !!".
tersendu-sendu tangisan Mikaru menyesali dirinya sendiri yang tidak mampu menyelamatkan ibunya, entah pada siapa yang harus disalahkan dan siapa yang bertanggung jawab, Mikaru memilih menyalahkan dirinya sendiri, berulang kali ia membentur-benturkan kepalanya ke tanah.
ibu Mikaru yang khawatir dengan kondisi Mikaru saat bencana terjadi, berlari menuju sekolah untuk menjemputnya. namun saat dalam perjalanan, daya hisap yang di hasilkan oleh lobang hitam itu terlalu kuat hingga membuat nya terangkat.
Mikaru adalah anak tunggal dari keluarga sederhana. ayahnya Yudo Satria, seorang Reporter yang telah lama wafat saat meliput perang saudara. ibunya Mila Aulia, seorang ibu rumah tangga. sejak berusia 6 tahun Mila membesarkan Mikaru seorang diri, tanpa figur seorang ayah. Mikaru tumbuh menjadi anak yang malas, kerap kali bermasalah disekolah terutama masalah absensi kehadiran, meski tumbuh menjadi anak yang nakal. Mila sama sekali tidak keberatan Membesarkan Mikaru seorang diri, bahkan Mila sangat menyayangi Mikaru.
isak tangis Mikaru diiringi suara ledakan-ledakan terus terjadi berulang kali, Seakan tak peduli sekitar ia terus Mengabaika berteriak.
"kenapa !"
"kenapa jadi seperti ini !"
"AAAAAAAAAAAAA...." teriak Mikaru sangat keras.
"HHUUAAAAWWW...".
Bersama dengan teriakannya, terdengar raungan yang sangat keras.
"a-apa ?! apa itu ?".
Sepontan mata Mikaru tertuju ke sumber suara, ia mencoba memfokuskan pandangannya.
"GGGRRRRRR..."
suara dekuran dari balik gumpalan asap mobil yang terbakar tampak sesosok mahluk yang menyerupai singa. lirik mata Mata Mikaru tertuju kembali ke tangan kanannya yang terasa nyeri, darah terus menetes dari tangan yang putus.
pikiran Mikaru menerjemahkan keadaan dan lingkungannya saat ini, hingga terbesit dihatinya.
"kurasa, akhirnya sampai disini"
gumam pasrah melihat tangan dan tubuhnya yang sekarat.
dari pada bersembunyi ia lebih memilih mengambil pecahan tembok, lalu mencoba melempar makhluk itu dengan tangan kirinya.
"hoey !!"
teriak Mikaru memanggil makhluk itu.
cukup keras teriakan Mikaru, tapi makhluk itu mengabaikannya.
"kemarilah, kau lapar bukan ? disini ada ban- (banyak)".
Tiba-tiba seseorang dari belakang, menutup mulutnya.
"Ssstt… diam".
ucap orang itu sambil menarik Mikaru pergi dari tempat itu.
Mikaru yang terkejut mencoba memberontak melepaskan tangan yang menutup mulutnya, dengan cepat ia memukul orang itu dengan tangan kiri lalu menendangnya.
"siapa kau ?!".
tegas Mikaru sambil melihat orang itu.
Orang itu tersungkur dan berkata.
"kecilkan suaramu, ada banyak mahkluk aneh disini".
ucap orang itu lalu berdiri kembali mengajak Mikaru untuk pergi menjauh dari tempat ini.
"sebaiknya kita berkumpul dengan yang lainnya, disini tidak aman".
"yang lainnya ?"
Mendengar kata berkumpul, Mikaru menerima ajakan orang tersebut lalu pergi meninggalkan tempat itu.
melewati gang sempit yang dipenuhi bebatuan dari bangunan-bangunan yang hancur mereka berdua bergegas pergi. Mikaru yang ditopang oleh orang tak dikenal, mencoba menanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada kota mereka.
"apa yang sebenarnya terjadi dikota kita ?"
"aku juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi..."
Mikaru melirik kiri dan kanan. tak hanya satu, ada banyak singa-singa yang berkeliaran.
"apa singa sirkus lepas ?".
"itu bukan singa ! sebaiknya kita pergi ketempat yang aman terlebih dulu".
Dari selah-selah reruntuhan bangunan ia mendengar teriakan perempuan, sangat keras membuat kedua matanya tertuju langsung ke sumber suara.
langkah mereka terhenti sesaat melihat makhluk yang tak biasa, tidak pernah sama sekali mereka lihat sebelumnya.
tepat di hadapan mereka, tampak seekor makhluk yang memangsa seorang gadis, teriakan itu hilang Bersama dengan sebagian dari tubuhnya dimakan oleh makhluk itu.
Sambil mengunyah tubuh wanita itu, Mikaru mendengar suara tulang-tulang yang patah karena kunyahan mahluk itu. terbujur kaku Mikaru menyaksikan momen mengerikan itu.
"aa-apa itu ?".
tubuhnya bergetar, melihat makhluk setinggi empat meter melahap wanita itu lalu meraung dengan sangat keras.
"ayo ! cepat... " segera orang itu mengajak Mikaru untuk pergi.
"makhluk apa itu ?".
dengan nafas terhenga-henga saat berlari Mikaru bertanya pada orang yang menopangnya.
"aku tidak tau pasti..." sambil berjalan cepat ia mencoba menjelaskan.
"yang ku tahu, setiap kali aku bertemu dengan mereka sedang makan, mereka mengabaikan sekitarnya".
"kurasa, mereka sangat menikmatinya, tapi..."
"tetap waspada, meski dia mengabaikan kita, mungkin salah satu dari mereka tengah mengintai kita".
sepuluh menit berlalu setelah melewati gang-gang sempit, mereka sampai pada sebuah bangunan kecil yang hampir roboh, segera orang itu membuka pintu lalu menguncinya.
Didalamnya ada delapan orang yang telah menunggu.
"bagaimana, ketemu ?" ucap seorang perempuan bertanya pada seseorang yang membawa Mikaru.
"aku hanya menemukan perban dan orang ini... ".
ucapnya sambil menunjuk Mikaru.
seorang wanita mendekat mengambil perban yang dibawa orang itu, lalu mendatangi Mikaru.
"hentikan dulu pendarahannya...".
Mempersiapkan perban dan hendak membalut luka, Mikaru dikagetkan dengan sosok perempuan itu.
"Ru-Rumia !!".
tepat di hadapan mata Mikaru, sosok perempuan yang ia kagumi mendekatinya lalu mencoba menghentikan pendarahan pada lukanya.
"bagaimana keadaanmu ?"
"apa kau terluka ?"
sambil memegangi pipi Rumia, Mikaru bertanya.
"kau lah yang harusnya dikhawatirkan" jawab Rumia sambil membalut luka Mikaru.
"oh iya kita belum berkenalan..."
memotong pembicaraan Rumia dan Mikaru, orang yang membawa Mikaru mencoba memperkenalkan diri.
"namaku Sigit".
sambil memperkenalkan diri, lalu menunjuk beberapa orang yang ada dibelakangnya.
"aku Ririn, salam kenal" sambil tersenyum.
"aku Randy" sambil melihat jendela mengintai keluar.
"aku Rama, senang bertemu" ucapnya sambil mengintai dari jendela satunya lagi.
"yooh ! aku Agung...".
"...dan aku Aprizal, kami akan kembali kebelakang. Senang bertemu denganmu kawan".
Agung dan Aprizal bertugas mengawasi jendela dari ruang belakang.
"aku Mira, senang bertemu",
sedikit jutek Mira kembali bertanya pada Sigit.
"jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang ?".
"kurasa, menetap dan berdiam diri pun berbahaya" jawab Sigit.
"jadi ? kita pergi dari sini ?" tanya Mira.
"sebaiknya..." jawab Sigit.
sebelumnya Mikaru mencoba bunuh diri dengan cara menjadi mangsa hewan buas yang ia temui, namun setelah bertemu Rumia.
"syukurlah, kau baik-baik saja".
senyum lega tampak jelas diwajah Mikaru, harapan dan keinginan untuk bertahan hiduppun kembali.
sambil memerbani Mikaru, Rumia menjawab.
"harusnya aku yang mengatakan itu...".
"oh iya, phonselmu..."
"kau meninggalkannya di meja kelas".
ucap Mikaru sambil memeriksa saku celana dengan tangan kiri.
"nanti saja, aku lebih khawatir dengan lukamu..."
ucap Rumia melihat luka Mikaru yang tampak parah.
"apa sebegitu parah ?"
kurangnya cahaya, membuat Mikaru tidak dapat melihat luka sepenuhnya.
"Sigit..." panggil Rumia.
"ada apa ?" sambut Sigit.
"kau punya senter ?" tanya Rumia.
"oh punya, kenapa" jawab Sigit.
"pinjam sebentar".
tidak menyadari dari luka yang terbuka, Mikaru kehilangan banyak darah. sesaat setelah cahaya phonsel menerangi luka, Mikaru pingsan tak sadarkan diri untuk beberapa saat.
Kini Mikaru bergabung bersama Rombongan sigit untuk beristirahat memulihkan diri beberapa saat, kondisi mereka sama-sama terluka, namun luka yang dialami Mikaru terlalu parah. tangannya patah hingga terlihat tulang dan dagingnya bergelantungan meneteskan banyak darah.
mereka dengan cepat memberi pertolongan pertama pada Mikaru. sambil memikirkan jalan keluar,
cerita kembali dua jam sebelum berkumpul, Sigit dan Rama yang pertama kali berada dibangunan ini. mereka menyadari kehadiran makhluk buas itu lalu bersembunyi dibangunan yang mereka tempat sekarang. beberapa orang yang melintas, berlarian tak tentu arah. Sigit dan Rama mengumpulkan orang-orang yang melintasi tempat persembunyian mereka untuk beristirahat dan menetap beberapa saat sebelum mengetahui penuh kondisi lingkungannya.
Beberapa dari mereka mengalami luka-luka. hingga akhirnya Sigit pergi bersama Rama mencari obat-obatan dan persediaan makanan dibangunan-bangunan dekat dengan tempat persembunyian mereka. namun, hendak kembali Rama dan Sigit mendengar teriakan seseorang.
Sigit meminta Rama untuk kembali lebih dulu, sementara Sigit memeriksa sumber suara yang tak jauh dari posisinya. disana ia melihat seseorang yang nekat melempar makhluk itu dengan sebuah batu.
disana Sigit bertemu dengan Mikaru.
Mereka mengira bahwa tanah yang mereka pijaki adalah tanah kelahiran mereka, namun yang sebenarnya terjadi mereka berpindah lokasi, kota yang mereka tempati telah dipindahkan oleh sesuatu yang misterius. ada begitu banyak binatang buas dan makhluk-makhluk yang tidak mereka ketahui ditanah ini.