Curiga

965 Words
Semenjak mas Herman memiliki beberapa Akun sosial media, dia mulai jarang bercengkrama denganku atau sekedar menghabiskan waktu sore bersama anak-anak. Sebagai seorang Istri, Aku tidak melarang aktivitas barunya mas Herman di rumah. Mungkin saja dengan berselancar di dunia maya, dapat melepaskan penatnya pekerjaan yang menumpuk di kantornya. Aku sama sekali tak melarang mas Herman berselancar menjelajahi dunia maya, sebab Aku pun melakukan itu. Oleh karena itu, Aku tak pernah marah padanya, bahkan hampir setengah hari waktuku, Aku habiskan untuk bermain di dunia maya, sambil mengasuh anak-anak. Tapi bukan berarti Aku bebas untuk melakukan apa saja di dunia maya. Aku masih menghargai mas Herman sebagai suami, sehingga Aku masih menjaga jarak dengan laki-laki yang tidak Aku kenal di dunia maya. Aku harus menghindari hal-hal yang tidak di inginkan,sebab dunia maya kadang kejam. Oh ya, walaupun Aku seorang Ibu muda dari dua anak, namun penampilanku sama sekali tidak terlihat jika Aku adalah seorang mamah muda . Sehingga tak jarang yang meminta pertemanan denganku kebanyakan para lelaki remaja. Dalam bermain media sosial sekarang ini, kudu hati-hati jika ingin berteman dengan orang yang belum dikenal, apalagi dengan lawan jenis, terutama para lelaki hidung belang yang mencari mangsa. Tapi, sampai sekarang Aku masih bingung sama mas Herman. Di beberapa akun medsosnya yang dia miliki, tidak ada satupun yang berteman denganku. Aku sudah mengirimkan permintaan pertemanan kesemua akunnya,tapi tidak pernah dia konfirmasi. Padahal sudah jelas nama akunku menggunakan nama asli Rahmadanti . Tapi tidak pernah dia sempatkan untuk mengkonfirmasi pertemananku tersebut. Pernah sekali Aku mencoba iseng bertanya ke mas Herman, saat dia sedang asik memainkan jari-jemarinya dengan ponsel pintarnya tersebut. "Mas, Aku sudah mengirimkan pertemanan ke akun medsosmu, kenapa pertemananku tidak ada satu pun yang di konfirmasi sama kamu?"tanyaku, sambil memperlihatkan beberapa akun media sosial di ponselku ke wajahnya. Melihat Aku menunjukan layar ponsel ke depan wajahnya, Mas Herman bukannya merespon, melainkan hanya tersenyum saja, sambil memandang wajahku. "Adek ..., kita ini setiap hari dan setiap saat selalu bersama, bahkan tidurpun kita bersama, lantas untuk apalagi kita berteman di dunia maya?" jawab Mas Herman, sambil meraih handphonenya yang di letakan di atas meja, yang tidak jauh dari tempat duduknya. 'I-iya ngga apa-apa sih, Mas. Tapi setidaknya, dengan kita berteman di medsos, kita bisa komunikasi di situ. Lagipula di dunia nyatapun, waktu senggang yang kita miliki berdua, hanya beberapa jam saja, waktumu banyak di habiskan di luar rumah, Mas." ucapku, dengan sedikit penyesalan Ingin rasanya kuambil ponsel dia, lalu aku terima konfirmasi semua permintaan pertemananku di semua akunnya. Aku dan mas Herman setiap hari hanya memiliki waktu untuk bercengkrama atau sekedar bercerita keluh kesah, paling lama hanya lima jam dalam sehari. Dua jam sebelum berangkat kerja dan tiga jam setelah pulang kerja. Kecuali hari sabtu dan minggu serta hari libur lainnya, kami memiliki waktu yang cukup panjang, sebab mas Herman pun kerjanya libur. Namun hari liburnya, sering dia gunakan untuk kopi darat dengan beberapa teman komunitasnya. Terkadang juga dia menghabiskan waktunya hanya untuk memancing ikan. "Pokoknya kamu ngga usah khawatir dan curiga terhadapku, Dek. Walaupun kita tidak berteman di dunia maya, Aku akan baik-baik saja kok, tidak akan berbuat macam-macam." jawabnya Mas Herman memelukku, seolah-olah dia meyakinkan kepadaku, kalau dia sangat menyayangiku dan tak mungkin akan mengkhianatiku . "Baiklah kalau begitu Mas, Aku tidak akan memaksamu. Akupun meminta berteman denganmu di medsos, hanya sekedar ingin menghibur dan komunikasi dengan mu, jika Aku sedang kesepian di rumah saat Anak-anak sedang tidur."jawabku dengan lesu. Akhirnya mas Herman kutinggalkan sendirian di teras depan. Aku kembali menuju kamar untuk menemani Anak-anakku yang sedang tidur. Sebenarnya Aku sudah rindu ingin bekerja kembali di kantoran seperti dulu sebelum anakku yang kedua lahir. Aku dapat memegang uang dari gaji sendiri dan bisa membeli keperluan pribadi semaunya sendiri tanpa minta izin. Tapi sekarang !, apapun yang ingin kubeli, aku harus mendapatkan persetujuan mas Herman. Sementara untuk bekerja, mas Herman masih melarangku, dia belum mengizinkanku untuk bekerja kembali. Sebagai Istri, Aku hanya menuruti saja permintaan mas Herman, untuk menjadi seorang ibu rumah tangga, yang mengurus suami dan dan dua balita. Walaupun Ibu menyayangkan dengan ijazah sarjanaku ini, tapi bagiku, Aku harus patuh terhadap suami. "Oh ya, Dek, besok Mas enggak jadi pergi mancing, jadinya minggu depan saja." ucap mas Herman Alhamdulillah, Aku senang sekali jika mas Herman benar, membatalkan pergi memancing. Jadi Aku bisa berkunjung ke rumah Ibu. "Besok kita main ke rumah Ibu saja, sekalian nanti bawain makanan buat Ibu. Sudah lama juga kita enggak main lagi tempat Ibu.” Ini yang aku tunggu sebenarnya dari Mas Herman, walupun sebenarnya Aku lah yang kangen sama Ibu. "Ya sudah kalau begitu, Mas mau keluar dulu sebentar ya, mau ke rumahnya si Dikai, siapa tahu dia masih punya stok racikan untuk pelet pancing"jawab mas Herman "Mas, Aku boleh titip, nanti pulangnya belikan obat nyamuk semprot,ya" pintaku dengan lembut. Mas Herman hanya menjawab "iya". Sambil berlalu pergi keluar, dengan menggunakan sepeda motor honda nya. *** Tring-tring Tring-tring Terdengar suara panggilan masuk di Handpone mas Herman, berarti Dia tidak membawa handphonenya . Karena terus berbunyi, Akupun mencoba untuk menerima panggilan dari handphone mas Herman. Terlihat di layar handpone,Id si pemanggil namanya "Nggak Tau." "Assalamu'alaikum, A-Herman" sapa suara perempuan di seberang sana, langsung menyapa memanggil nama A-Herman, dengan suara sedikit lembut. Aku tak langsung menjawabnya. Apa !, A-Herman? Selama aku menikah dengan Mas Herman, tidak pernah dengar ada yang memanggil nama mas Herman dengan panggilan "A-Herman." "Wa alaikum sallam, ini dengan siapa ini?" tanyaku kepada perempuan itu. Tapi sayang, perempuan itu langsung menutup teleponnya. Jadi ..., siapa perempuan yang memanggil nama mas Herman dengan panggilan A-Herman tersebut? Lalu, kenapa mas Herman menyimpan nama perempuan itu dengan nama" Nggak Tau" ?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD