04-Mayat

1310 Words
happy reading   Hari ini Key memaksa Rangga bangun pagi walau tak ada jadwal kuliah. Seperti biasa, Rangga selalu malas-malasan jika tak ada jam kuliah. "Rangga... bangun!" Key menarik selimut Rangga yang semalam membungkusnya dengan sangat hangat. Rangga dengan malas membuka matanya perlahan lalu menatap Key. "Good morning," sapa Key lalu mencium pipi kiri Rangga. Rangga tersenyum lalu duduk di hadapan Key. "Hari ini aku kosong, Key." Rangga mencubit pipi Key pelan. "Ayo jogging," pinta Key sambil memeluk lengan Rangga yang hangat. "Kamu hari ini ada kuliah, kan?" Rangga mengusap rambut Key yang pagi itu Key biarkan tergerai indah. Rangga menghirup dalam wangi shampo yang Key gunakan. "Aku gak mau kuliah tanpa kamu," jawab Key dengan nada manja. "Kamu ini kenapa, semakin hari semakin aneh. Apa setiap rabu Kamu gak akan berangkat?" Hari ini adalah hari Rabu dan Rangga tak ada jadwal kuliah. Key malah mengangguk membenarkan. "Key... ya sudah aku akan ke kampus hari ini. Aku akan menunggumu sampai selesai. Tidak hanya mengantar." Rangga melepaskan pelukannya, sedangkan Key memanyunkan bibirnya. "Ayolah," bujuk Rangga lagi. "Ikat aku." "Apa?!" "Jadikan aku kekasihmu." "Key..." "Atau ayo menikah saja!" Rangga terdiam, benar-benar bungkam. Ia hanya menatap mata rusa menyala milik Key. Tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Key atau apa yang diinginkan gadis itu. Mata itu memancarkan sebuah kecemasan yang mendalam. Rangga menatapnya sendu lalu menangkup wajah Key. "Ada apa? Katakan padaku." Tatapan Rangga berubah sangat lembut dan mencoba masuk lebih dalam lagi ke mata Key. Ibu jarinya menari perlahan mengusap sisi wajah Key agar gadis itu lebih tenang. "Oh, jangan. Kumohon." Rangga segera menghapus butiran air mata yang jatuh dari kelopak mata indah itu. Air mata Key adalah kelemahan Rangga. "A-aku... takut." Key berhambur ke dalam pelukan Rangga. Tangisnya pecah. Isakannya sangat jelas terdengar oleh Rangga. Dan itu sangat menyakitkan bagi Rangga. "Ssttt, Key, tenanglah. Siapa yang membuatmu takut?" "Jadikan hiks aku milikmu." Isak Key serius. "Pernikahan bukan hal mudah, Key." "Tapi aku akan mudah menjalaninya bersamamu. Aku akan berubah lebih dewasa lagi. Aku akan selalu menuruti ucapanmu. Aku janji." Key memohon. "Aku tidak akan cepat marah atau mengamuk lagi. Rangga, ayo menikah." Rangga sudah tak menanggapinya. Key sedang dalam keadaan yang tidak stabil, jadi lebih baik Rangga tak menanggapi apa pun yang dirancaukan gadis itu. * * Setelah hampir setengah jam menangis, Key lelah dan ingin tidur saja hari ini. Rangga mengangkat tubuh Key lalu membaringkan tubuh mungil itu di sebelahnya. Wajah gadis itu terlihat pucat. Rangga memikirkan apa yang dirancaukan Key tadi. Ia tak mengerti. Key merasa takut dan ingin Rangga mengikatnya. Bahkan Key juga menyebut pernikahan. Apa Rangga sedang dekat dengan wanita lain hingga Key takut kehilangannya? Tidak. Rangga mengingat-ingat siapa saja wanita yang pernah dekat dengannya. Via, sahabat Key. Naya pacar Rafael dan.... tidak ada lagi. Jadi siapa? Ia sangat menjaga diri agar tak membuat Key cemburu. Karena sekalinya cemburu, Key bisa menghancurkan seluruh isi kamarnya. Rangga memutar memorinya ke hari sebelumnya. Apa ia pernah ngobrol dekat dengan gadis lain di kampus? Atau mengerjakan tugas bersama di perpustakaan hingga Key melihatnya? Tidak! Bahkan waktu luangnya hanya ia habiskan bersama Key. Lalu apa maksud Key? Jemari Rangga masih mengusap kepala Key dengan sayang agar gadis itu semakin nyaman dalam tidurnya. Atau ada yang menembak Key? Rangga menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin kalau Key menjadi seperti ini hanya karena seorang laki-laki menembaknya. Key bahkan sudah belasan kali menolak laki-laki yang suka padanya dengan alasan ia sudah jadi milik Rangga. Jadi? * * "Kamu sedikit pendiam sekarang," komentar Via saat jam kuliah pagi baru saja usai. "Kurasa begitu," jawab Key cuek. "Menyebalkan," gerutu Via yang sudah selesai memberesi bukunya ke dalam tas. "Vi, aku tunggu di parkiran, ya!" Teriakan seseorang dari pintu membuat Via dan Key menoleh bersamaan. "Tunggu aku!" Via berlari ke pintu dan mengejar Dicky yang sudah melangkah tanpa berpamitan pada Key. Key menyemburkan napasnya kasar ke udara. Ponselnya bergetar di atas meja. From: Rangga Tunggu sebentar. Tidak sampai 1 jam. Jangan keluar kelas dulu. To: Rangga Kamu mau ke mana? From: Rangga Urusan dengan dosen membosankan itu. Key sudah tak membalas. Ia meletakkan ponselnya dengan malas. Tangan kirinya ia gunakan untuk menopang wajahnya. Huh! Ia tak suka menunggu. "Wahhh, Key, kita bertemu lagi." Dari suaranya, Key sudah tahu siapa pemilik suara yang entah kenapa akhir-akhir ini memenuhi otaknya. "Karena kamu sengaja," seloroh Key tanpa menatapnya. Nadanya sama sekali tak bersahabat. Pria itu dengan wajah datar berdiri di ambang pintu. "Aku bukan penguntit, asal kau tahu." Satu tangannya masuk ke saku jaket hitamnya. "Menunggu pacarmu?" tanyanya karena Key hanya diam. "Bukan urusanmu!" ketus Key. Brakkk!! Key terlonjak kaget saat mendengar suara benda jatuh itu. Ia reflek berdiri dan berjalan tergesa ke pintu, tak menghiraukan Bisma yang berdiri di sebelah kiri bingkai pintu. Key keluar dengan rasa penasarannya. Suara benda apa sampai sekeras itu? Bisma dengan gerakan santai ikut membalik tubuhnya. "Astaga!!" pekik Key melihat sebujur tubuh tanpa nyawa yang sudah bersimbah darah di halaman kampus tepat di depan kelasnya dengan sebuah kursi yang sudah patah dan beberapa orang juga ada di sana. Tak terlalu dekat karena bau anyir sangat tercium dari mayat perempuan itu. "Apa dia jatuh dari lantai atas?!" tanya Key pada dirinya sendiri. Banyak bisik-bisik yang juga ikut menduga. Mayat itu seperti sulit dikenali karena wajahnya penuh darah. Kursi yang patah mungkin juga ulah seseorang untuk menghantam tubuh perempuan itu. Tidak benar jika ini disebut bunuh diri. Ini pasti pembunuhan. Key mundur perlahan dan menutup mulut juga hidungnya. Ia merasakan tubuhnya menegang ketika pinggangnya ditahan dan didorong pelan sampai kembali maju selangkah. Key tak tahan melihatnya. Ia membalik tubuhnya dengan kedua tangan menutupi wajah. Dan tak sengaja, tubuhnya membentur tubuh Bisma di belakangnya. "Apa yang kamu takutkan?" tanya Bisma melepas tangannya dari pinggang Key dan mundur selangkah. Key malah kembali maju dua langkah kecil sampai kembali menubruk tubuh Bisma. Wajahnya yang masih tertutup kedua telapak tangannya itu menempel di bahu kiri Bisma. "Aku takut darah," ucap Key pelan. Bisma menarik lengan Key lebih masuk lagi ke dalam kelas lalu menutup pintunya. "Sudah, buka wajahmu." Bisma berucap santai lalu duduk di meja paling depan tepat di sebelah Key berdiri. Key perlahan menyingkirkan kedua tangannya. Mengembuskan napasnya berat lalu menyibakkan rambutnya yang tadi di depan wajahnya ke belakang bahu. "Wajahmu memerah," komentar Bisma. "Aku sangat takut, Bodoh!" sentaknya kesal. "Siapa yang mengizinkanmu mengumpat padaku." Bisma berucap begitu dingin. Manik elangnya menggelap, menerkam mata rusa milik Key. Key tak berkedip walau ia sangat ingin. Ia sungguh sangat takut dengan tatapan Bisma. Bisma semakin dalam menatap mata kecoklatan milik Key. "M-maafkan aku." Key berucap pelan, hampir tanpa suara. Bisma bisa memahaminya dari gerak bibir gadis itu. Key merasa terancam saat Bisma menatapnya seperti itu. Tanpa Key tahu, Bisma mengembuskan napasnya pelan. Meredakan ketidaksukaannya pada umpatan Key tadi. Tatapannya melunak, ia mengulurkan tangannya pada Key tapi gerakan refleks Key yang menghindar mundur kembali menaikkan emosinya. Sekali lagi Bisma menghela napasnya. "Kemarilah." Bisma membuka jemarinya untuk Key. Key hanya menatapnya tanpa berniat menerimanya karena rasa was-was pada pria ini. Dengan sekali gerakan menyentak dan cepat, Bisma menarik Key ke dalam dekapannya. Napas Key memburu dan tangannya terkepal di d**a Bisma. Sedikit bergetar. "Aku membuatmu takut?" Bisma bergumam. Tangannya bergerak mengelus surai coklat gelap milik Key. Hampir menyerupai warna mata rusanya. Key tak bersuara, tapi diam-diam ia sedang menyiapkan keberaniannya untuk menolak perlakuan Bisma yang bisa dibilang kurang ajar ini. Key mendorong tubuh Bisma agar menjauh. Bahkan ia juga mundur beberapa langkah. Bisma memasang ekspresi bingungnya saat tiba-tiba mendapat penolakan dari Key "A-aku har-rus pulang," ucap gadis itu terbata. Bisma mengangkat bahunya lalu menunjuk pintu, mempersilakan. Key berbalik dan melongok ke jendela, sudah banyak dosen dan polisi di sana. Oh ya ampun. Darahnya banyak sekali. Batin Key gelisah. Key kembali menutup hidungnya walau bau darah tak tercium sampai tempatnya. Melihatnya pun membuatnya sangat mual. Ia kembali menatap Bisma sebentar yang tak menunjukkan ekspresi apa pun lantas merogoh ponselnya.  Jangan lupa tinggalkan jejak gengs
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD