2-SOSOK BERNAMA RADO

1696 Words
Ketika masih remaja Meyka pernah mendambakan seorang lelaki yang jarak usianya delapan tahun darinya. Ketika dia masih SMP, lelaki itu sudah berkuliah. Tentu saja, Meyka dianggap masih kecil dan selalu dianggap sepele. Namun, ketika dewasa jarak usia delapan tahun bisa dibilang tidak begitu jauh. Bahkan, ada sepasang kekasih yang memiliki jarak belasan tahun. Arado Purnama, lelaki yang menemani masa remaja Meyka. Cinta pertamanya. Tetapi, orang bilang itu cinta monyetnya dan dia menganggapnya seperti itu juga. Lelaki yang selalu dia bayangkan akan memiliki hubungan dengannya. Lelaki yang selalu ingin Meyka temui. Lelaki yang telah beberapa tahun ini menghilang dan malam ini mereka kembali dipertemukan. "Meyka, gimana kabar lo?" Lamunan singkat Meyka seketika terputus. Dia membuang muka dan melihat mi instannya. Seketika dia bergeser dan mengambil mi instan itu. "Anggap seperti rumah sendiri," ujarnya kemudian pamit. Dak.... Meyka menutup pintu kamarnya dengan kaki. Dia bergegas ke nakas dan meletakkan semangkuk mi instannya. Setelah itu dia duduk di pinggir ranjang sambil menyentuh d**a. "Dia tinggal di sini sampai berapa hari?" gumamnya khawatir. "Semoga besok dia balik." Di dapur, Rado masih dibuat heran dengan kepergian Meyka. Wanita itu tidak menjawab pertanyaannya dan memilih bengong. Bibirnya berkedut, lantas tawa itu meledak. "Hahaha...." Rado mentertawakan tingkah Meyka yang mengingatkannya dengan masa remaja gadis itu. Dia tahu dari dulu Meyka gampang panik. Terlebih saat melihatnya, wanita itu seketika menatapnya intens. Setelah sadar apa yang dilakukan, dia buru-buru pergi. Sama dengan tingkah Meyka barusan. "Dia nggak berubah," gumam Rado lalu kembali ke kamar di samping Meyka. Sebelum masuk kamar, dia menyempatkan menatap pintu kamar Meyka. "Gue nggak akan ganggu kok! Lo bisa makan di ruang makan." Di dalam kamar, Meyka menatap ke arah pintu sambil mendengus. Mana mungkin dia bisa tenang di ruang makan? Dia tahu, Rado dari dulu jail. Kemungkinan, lelaki itu juga masih seperti itu. "Good night!" teriak Rado sebelum masuk kamar. Dia tidak kunjung beranjak dari balik pintu, menunggu tindakan Meyka. "Kok dia nggak keluar?" Meyka sibuk menyantap mi instannya. Di kamarnya sudah tersedia beberapa air mineral. Setiap bangun tidur, dia selalu meminum. Jadi, dia tidak bingung jika tidak ke ruang makan. "Gue nggak akan keluar sampai besok." "Ck! Dia beneran nggak keluar?" gumam Rado sambil membuka pintu dengan pelan. Dia melongok ke pintu yang tertutup rapat dan tidak mendengar suara apapun. "Meyka, lo baik-baik aja?" Dugaan Meyka terbukti. Rado pasti akan menjailinya. Dia mengangkat bahu dan memilih melanjutkan makan. "Bodo amat." "Ka! Lo udah tidur?" Meyka seolah tidak mendengar suara itu. Dia mencoba menikmati memakan mi instan saat tengah malam. Rasanya memang enak, meski makan tengah malam tidak baik, makan mi instan pula. "Oh, ya udah kalau tidur." Rado kembali ke kamar setelah tidak ada tanggapan. Dia mengunci pintu kemudian naik ke ranjang. Rado mencium aroma bunga yang menguar. Jelas aroma khas Merlin. Agak aneh karena dia menginap di tempat wanita. Aroma parfum, ornamen, suasana kamar benar-benar membuat Rado terperangah. "Duh, siapa itu?" Rado menatap figura dengan banyak lelaki berwajah oriental. Belum lagi ada benda seperti senter tetapi bentuknya unik. Rado geleng-geleng, merasa Merlin seperti remaja, padahal sudah tidak remaja lagi. Rado berbaring miring, daripada terus menatap hiasan dinding di kamar Merlin dan membuatnya tidak tidur. Dia memejamkan mata dan teringat di mana dia sekarang. Rasa sesak itu perlahan menggerogoti. Sejak lulus kuliah, Rado meninggalkan Jakarta dan memilih tinggal di Surabaya. Sejak saat itu, dia tidak pernah mengunjungi Jakarta dengan berbagai alasan. Sekarang, dia memilih kembali untuk beberapa alasan. Entah, akan berapa lama dia di Jakarta. Satu yang jelas, tidak mungkin dia terus menginap di tempat Merlin. *** Tring... Tring.... Suara alarm, membangunkan wanita yang tertidur meringkuk sambil memeluk bantal berkepala kelinci. Dia menggeliat pelan lalu tangannya merogoh ponsel yang diletakkan di atas kepala. Matanya terbuka, dia mematikan alarm kemudian matanya kembali terpejam. Kantuk Meyka masih mendominasi. Entah, semalam dia tidur jam berapa. Satu yang dia ingat, setelah makan dia memilih menonton video di t****k hingga bosan. Kemudian, dia memutuskan untuk tidur. Tok... Tok... Tok.... Meyka melirik ke arah pintu. "Buk...." Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, kesadaran menghantamnya. "Eh, jangan!" "Ka, Merlin telepon." Suara serak itu terdengar. Refleks Meyka merapikan rambut dan mengusap sudut mata. Saat hendak turun dari ranjang, dia mulai ragu. "Mungkin nggak dia ngerjain gue?" "Meyka! Merlin nggak bisa hubungin lo!" teriak Rado di depan pintu. Dia berdiri dengan mata terpejam menunggu pintu di depannya terbuka. Karena kantuk yang lebih mendominasi, dia memilih ke kamar dan meletakkan ponsel yang masih tersambung ke Merlin. "Oh, ya! Gue aktifin mode pesawat!" gumam Meyka setelah mengambil ponsel. Dia mematikan mode pesawat kemudian muncul pemberitahuan panggilan tidak terjawab dari Merlin. Sebelum kakak sepupunya itu ngamuk, dia segera menghubungi. "Ngapain aja?" teriak Merlin tak sabaran. Meyka kembali berbaring di ranjang dan memejamkan mata. "Gue tidur." "Kata Rado lo di apartemen?" "Iya, gue ketiduran tahu-tahu udah malem," jawab Meyka lelah. "Gue juga nggak tahu kapan dia dateng." "Tapi, nggak terjadi apa-apa, kan?" Mata Meyka seketika terbuka. "Apa maksudnya?" "Ya enggak. Gue tahu Rado suka jail." "Oh, gue ngurung diri di kamar," jawab Meyka apa adanya. "Berapa lama dia di apartemen?" "Nggak tahu." Meyka tampak keberatan. "Nggak mungkin kita tinggal sama cowok juga, Kak," ujarnya. "Lagian dia ngapain, sih, tiba-tiba muncul?" "Gue belum sempet interogasi dia," ujar Merlin. "Oh ya, Ka, tolong sekalian beliin Rado makanan, ya. Gimanapun juga dia tetep tamu kita. Thanks." Setelah itu sambungan terputus. Meyka menarik selimut hingga menutupi kepala. Enggan sekali berinteraksi dengan Rado. Lelaki itu pasti akan kembali menjailinya. Selain itu, dia enggan terpesona dengan ketampanan Rado yang semakin bertambah. Ya, dia lagi-lagi mengakui jika Rado sangatlah tampan. *** Pukul dua belas, Rado baru bangun. Dia bergegas mandi karena tubuhnya terasa lengket. Setelah itu dia mengecek ponsel, mendapati pesan dari Merlin dan beberapa pesan lain. Merlin: Belum bangun? Merlin: Meyka udah siapin makanan. Rado meletakkan ponsel tanpa membalas pesan itu. Dia keluar kamar dan menatap pintu sebelahnya yang masih tertutup rapat. Lantas dia menuju ruang makan dan terkejut melihat Meyka yang sedang makan sambil bermain ponsel. "Ha... Hai...." Rado segera menyapa dan duduk di hadapan Meyka. Meyka melirik Rado sekilas lalu mendorong kotak makan di depannya. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, dia melanjutkan makan. Sebenarnya, dia tahu kehadiran Rado dari aroma parfum yang tiba-tiba tercium. Tetapi, dia pura-pura tidak tahu. "Lo nggak sibuk?" tanya Rado tidak betah hanya berdiam diri. Dia membuka kotak makan di depannya dan menemukan nasi kuning. Lantas dia memakan nasi itu dan menatap Meyka yang sibuk sendiri. "Ka...." "Nggak ke mana-mana." Meyka menatap Rado sekilas. "Temenin gue, yuk!" "Mager." "Belum apa-apa udah ditolak." Meyka memakan nasi kuningnya agak kasar lalu menggigit ayam goreng. Dia mengunyah agak cepat ingin segera pergi. Diam-diam Rado memperhatikan Meyka yang tampak tidak nyaman. "Temenin gue belanja, ya!" pinta Rado. "Males." "Pokoknya temenin." Rado menatap Meyka serius. "Gue tamu di sini, tapi kenapa nggak dapet sambutan dengan baik?" Meyka terbengong mendengar protes Rado. Dia mengerjabkan mata lalu buru-buru mengambil air mineral. "Protes?" "Iya!" Rado mengangguk mantap. "Setelah ini temenin gue belanja. Gue nggak mau jadi tamu yang cuma numpang doang." "Nggak perlu repot-repot." "Ikut gue." Meyka mendengus. Dia mengangkat kotak makannya dan mengambil ponsel, hendak pergi. "Nggak baik lagi makan pindah-pindah tempat." Perhatian Meyka kembali ke Rado. Dia melihat wajah lelaki itu agak serius, berbeda dengan semalam. Entah kenapa, Meyka jadi takut diamuk. Seketika dia kembali duduk dan memakan tanpa menatap lelaki di depannya. *** Usai makan, Rado benar-benar mengajak Meyka berbelanja. Dia mendorong troli di depannya sambil melihat-lihat deretan bumbu masakan. "Pilih, gue nggak tahu yang biasa dipake Merlin apa." "Hmm...." Meyka mengambil bumbu-bumbu yang selalu tersedia di apartemen. Dia memasukkan ke troli lalu berjalan lebih dulu. "Udah." "Yang banyak." "Emang butuhnya cuma itu," jawab Meyka lalu beralih ke deretan protein. Dia mengambil potongan d**a ayam, udang dan cumi. Tak lupa, dia mengambil daging merah kesukaan Merlin. Melihat Meyka yang berbelanja sedikit, Rado mengambil beberapa daging dan memasukkan ke troli. "Nggak mau belanja sayur?" "Nggak suka sayur." "Jangan gitu!" Rado mengambil beberapa sayuran dan memasukkan ke troli. "Nggak mau belanja cemilan?" "Masih banyak." Rado menghela napas panjang. Dia mendorong troli hingga sejajar dengan Meyka. Dia menatap wanita yang mengenakan kaus pink dan rok berwarna senada itu. "Lo terganggu, ya? Kok jutek banget." Meyka menatap Rado, terlihat lelaki itu agak menyesal. "Nggak sepenuhnya kok." "Terus kenapa?" tanya Rado. "Meyka yang gue kenal dulu nggak sejutek ini." "Lagi nggak mood aja." "Nggak mood atau patah hati?" Meyka seketika melotot. "Gue nggak patah hati, ya!" "Masa?" Rado mendorong troli dan berjalan lebih dulu. "Gue lihat, ya, semalem mata lo sembab. Siapa yang bikin lo nangis? Perlu gue hajar?" "Huh...." Meyka menggaruk kepala. "Gue nggak patah hati!" tekannya sambil menghampiri Rado. "Siapa cowok itu?" "Bukan siapa-siapa." Langkah Rado seketika terhenti. Dia memperhatikan mata Meyka yang agak bengkak. Bahkan wajah wanita itu juga bengap. Tangan Rado terulur, mengusap sudut mata Meyka yang tampak kering setelah ditutup concelear. "Jangan sedih-sedih." Plak.... Meyka mendorong tangan Rado. "Gue nggak sedih." "Mau gue hibur?" "Nggak perlu," tolak Meyka lalu berjalan lebih dulu. "Belanjanya udah cukup, gue mau pulang." Rado segera mendorong troli lalu tangannya melingkar ke pinggang Meyka. "Gimana kalau ngopi dulu?" Mata Meyka melirik jemari Rado yang berada di pinggangnya. Dia refleks bergeser hingga pelukan itu terlepas. "Nggak usah pegang-pegang." "Yaelah! Gengisan amat." Rado mendekat dan merangkul Meyka. "Jangan jutekin gue, kan, gue kakak lo." Jantung Meyka berdegup lebih cepat. Dia yakin itu semua karena tarikan Rado yang tiba-tiba. "Apaan, sih?" Dia berusaha mendorong, tetapi lelaki itu terus merangkulnya. "Nanti ada yang salah paham!" "Dari pihak lo atau pihak gue?" tanya Rado. "Kalau dari pihak gue nggak ada!" Mata Meyka memicing. "Nggak percaya gue kalau lo nggak punya pacar." "Emang gue nggak punya." "Nggak punya satu, tapi punyanya lima." "Nggak gitu juga, kali!" Rado mengacak rambut Meyka. "Beneran gue nggak punya pacar." Setelah itu dia melepas rangkulan dan mengantre di tempat kasir. Meyka berdiri menatap Rado dari arah belakang. Dia tidak percaya Rado jomblo. Dulu saja lelaki itu sering gonta-ganti pacar. "Kenapa bengong?" Rado berbalik dan mendapati Meyka yang sibuk dengan pikirannya sendiri. "Mikirin gue yang nggak punya pacar?" "Ck!" Meyka menghentakkan kaki dan maju selangkah. "Aneh aja." "Gue serius," jawab Rado. "Mau macarin kakak lo nggak?" Meyka melotot. Dia mendapati Rado yang tersenyum tanpa beban. Apakah seperti ini trik Rado untuk mendapatkan pacar? Dengan bercandaan tetapi seolah menjanjikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD