〰〰〰〰〰
Rasa ini.
Entah apa namanya. Aku tak tau dengan kata apa aku bisa menggambarkannya.
Dia adikku. Lebih tepatnya saudara kembarku. Namaku Demitrio Nevan Valeska dan adikku bernama Emery Nessa Valesia. Kami lahir hanya beda 9 menit.
Dari kecil aku menyayanginya. Sangat menyayanginya dan selalu berusaha menjaganya karena itu pesan yang Papa dan Mama berikan.
Tapi saat usiaku menginjak angka 17. Aku merasakan ada yang aneh. Aku terlalu menyayanginya dan mencintainya. Rasaku ini melebihi seorang kakak kepada adiknya.
Aneh memang. Harusnya tak boleh ada rasa seperti itu. Kami saudara kembar. Sedarah. Tapi kenapa setiap dekat dengannya aku selalu nyaman dan tenang?
Walaupun aku dan dia selalu berantem tapi sebenarnya itu caraku mengungkapkan kasih sayangku. Aku memang posesif tapi itu caraku melindungi dia.
Saat ini aku kelas 3 SMA dan rasa aneh itu muncul saat aku kelas 2 SMA. Aku tak tau apa Nessa juga merasakan hal yang sama sepertiku?
Tapi setiap melihatnya dekat dengan cowok lain, hatiku rasanya terbakar. Aku cemburu. Hanya aku yang boleh memegang tangannya. Hanya aku yang boleh menatap mata hazelnya dan untukku senyum manisnya.
Seperti sekarang ini. Baru saja aku meninggalkannya tapi ia sudah di sambar oleh Ardo. Padahal aku ke toilet hanya 5 menit.
Langsung saja aku tarik tangannya. Tak ku pedulikan teriakannya. Dia tak mengerti apa yang ku rasakan. Aku cemburu. Aku tidak suka dia dekat dengan Ardo. Apalagi beberapa hari yang lalu Ardo sempat nembak Nessa.
Rasanya aku ingin melenyapkan Ardo dari muka bumi ini. Kalau saja bisa...
Tapi sepertinya hanya aku yang merasakan keanehan ini. Buktinya..Nessa malah menyuruhku menemani Alya ke kantin dan dia malah pergi.
Huh...andai saja aku bukan saudaranya. Sudah aku umumkan dari kemarin kalau aku calon pacarnya. Bukan sih....calon imamnya sekalian aja.
Aku dan Alya duduk berhadapan di kantin. Ia tampak tersipu malu. Aku sekilas melihat ke arah matanya. Mata hitam pekat. Bulu mata lentik dan alis yang tebal.
Aku melihat wajahnya dan ada rasa aneh menjalar dalam hatiku. Aku segera menepisnya karena aku tak ingin ada orang lain singgah dalam hatiku selain Nessa. Cukup satu saja. Itupun kadang Nessa sangat merepotkan.
"Makasih ya Van udah mau nemenin aku ke kantin!" Ucapnya tiba-tiba. Aku tak menjawab dan hanya melempar senyum kikukku.
Aku tak tau harus ngomong apa.
"Mm..sorry ya Al. Gue ke toilet dulu. Nggak tau napa perut gue tiba-tiba mules!" Kataku sambil meringis. Berpura-pura sakit di depannya.
"Kamu sakit? Aku ambilin obat di UKS ya--!"
"Ah nggak usah. Gue nggak apa-apa kok. Gue pamit ya!"
Alya perlahan mengangguk dan aku segera cabut. Meninggalkan area kantin. Kenapa Alya ngomongnya pake aku kamu?
Aku langsung menuju kelas. Mencari seseorang. Dimana Nessa?
Aku berlari ke toilet. Semua orang aku interogasi tapi tak ada yang melihatnya. Aku merogoh saku celanaku mengambil hpku dan langsung ku telpon dia.
Begitu tau ternyata Nessa ada di UKS, hatiku terasa sesak. Apa yang terjadi sampai dia ada disana? Aku berlari agar cepat sampai.
Saat aku tau tangannya terluka karenaku, aku begitu menyesal. Aku bahkan rela menggendongnya sampai ke kelas. Itu bentuk dari tanggung jawabku karena sudah membuatnya seperti ini.
Mati-matian aku berusaha agar ia memaafkan aku. Aku benar-benar menyesal dan aku janji tak akan mengulanginya lagi.
Entah dorongan dari mana tiba-tiba aku mengecup punggung tangannya. Nessa terdiam. Saat aku mendongak, ternyata ia masih menatapku.
"Udah nggak marah?" Tanyaku pelan. Ia menggelengkan kepalanya lalu menarik tangannya. "Maaf ya. Gue bener-bener nggak sengaja!" Ucapku lagi.
"Udah nggak usah di bahas. Lagian cuman lecet doang. Besok juga udah sembuh!"
Aku mengangguk dan tak lama kemudian bel berbunyi. Pelajaran selanjutnya di mulai. Mataku menangkap sosok Ardo masuk ke dalam kelas.
Tatapan matanya tak bisa lepas menatap Nessa.
Hei. Berhenti menatapnya seperti itu Bung. Kalau tidak akan ku habisi kau nanti.
Ardo berjalan melewati Nessa dan Nessa sendiri tampaknya membalas tatapan mata Ardo. Bisa aku lihat, Nessa melemparkan senyumnya ke arah Ardo.
Spontan aku menarik tangan Nessa. "Tangan lo udah nggak apa-apa kan?"
"Aaaawsh. Sakit bego!" Umpatnya saat tanpa sengaja aku malah menyentuh lukanya. Aku langsung melepaskan tangannya. Nessa tampak meniup-niup lukanya.
"Sorry nggak sengaja!"
Ia menoleh ke arahku dengan kening mengernyit. "Lo kenapa dah? Aneh gitu?" Sungutnya sambil sesekali meniup pergelangan tangannya. Aku hanya bergidik pelan.
Saat jam pelajaran telah mulai aku diam-diam curi pandang ke arah Nessa yang tampak serius mendengarkan penjelasan guru. Dia tampak cantik dan beruntungnya aku mempunyai saudara seperti dia.
Aku mengangkat sebelah tanganku dan aku gunakan untuk menopang daguku. Pandangan mataku tak bisa lepas dari wajahnya.
"Lo kenapa sih?" Bisiknya dengan tatapan lurus ke depan. Aku tersenyum.
"Lo cantik Nes!" Pujiku tulus.
"Ck. Nhgak usah modus lo!" Cibirnya. Aku malah tersenyum lebar.
"Nevan!!"
Aku samar-samar mendengar namaku di panggil. Siapa ya?
"DEMITRIO NEVAN VALESKA!!?"
Aku terperanjat saat tau suara siapa ini. Aku mengerjapkan mataku berkali-kali dan membenarkan letak dudukku.
"Papan tulis ada di depan. Bukan di wajah Nessa. Apa perlu saya memindah duduk kamu?"
"Hah? Jangan Bu!" Sahutku cepat.
"Saya liat dari tadi kamu tidak fokus dengan pelajaran saya. Ardo. Angkat tanganmu!"
Seketika semua pandangan mata tertuju ke arah Ardo yang duduk di deretan bangku agak belakang.
"Saya Bu!"
"Pindah ke depan. Duduk di sebelah Nessa. Dan kamu Nevan. Kamu pindah duduk di tempat duduk Ardo!"
Mataku mendelik seketika. Bisa aku lihat wajah Ardo berubah cerah dan trrlihat bersemangat.
"Tapi Bu--!"
"Pilih duduk di belakang atau keluar dari kelas saya?"
Aku diam dan menuruti perintah Bu Ani. Dengan langkah lemas aku pindah duduk di belakang. Nessa sama sekali tak menahan langkahku. Ardo terdengar bersiul ria dan langsung pindah ke sebelah Nessa.
Aku harus bisa menahan rasa cemburuku. Lebih baik aku pindah ke belakang daripada harus keluar kelas. Dengan begini aku masih bisa mengawasi Nessa.
〰〰〰〰〰
"Tadi ngobrol apa aja?" Tanyaku saat kami melangkah beiringan di koridor kelas.
"Biasa aja. Nggak ada yang menarik sih!" Sahutnya cuek.
"Tapi kayaknya lo seneng banget bisa duduk sebelahan sama Ardo?" Tanyaku lagi. Nessa langsung menghentikan langkahnya dan menatap tajam ke arahku.
"Please deh Van. Gue udah gede. Gue bukan anak SMP. Gue pengen jalan sama cowok. Gue pengen punya pacar. Lo ngerti nggak sih? Lo itu protektif. Lo itu nyebelin. Ini itu nggak boleh. Bisa nggak sih lo kasih gue kebebasan? Gue bosan. Gue jenuh di giniin terus!!"
Aku mengedip pelan. Sepertinya itu uneg-uneg yang di pendamnya selama ini. Bukannya cewek itu seneng ya kalau ada cowok yang bersikap posesif? Itu kan tanda kalau si cowok ingin melindungi seseorang yang dia sayang?
"Gue nggak mau lo kenapa-napa. Gue nggak mau lo salah pergaulan!"
Ily tertawa hambar. "Sumpah ya Van. Gue bener-bener nggak habis pikir sama sikap lo. Lo emang abang gue, udah seharusnya lo jaga gue tapi cara lo itu salah. Lo pikir gue suka?"
"Gue--!"
"Stop!" Nessa mengangkat telapak tangannya ke udara. "Apapun alesan lo ujung-ujungnya gue juga yang salah. Gue manjalah. Inilah itulah...gue pengen kayak yang lainnya Van. Gue pengen kayak temen yang lainnya. Ngobrol sama temen lain. Deket sama cowok. Kapan gue bisa kayak gitu?"
Apa aku salah? Apa selama ini caraku salah? Aku hanya ingin menjaganya. Aku ingin melindunginya. Aku tidak ingin melihat dia terluka karena kisah cinta monyet yang nanti akan ia jalani.
"Please Van. Kasih gue kebebasan. Suatu saat nanti gue juga butuh pendamping hidup. Kalo lo terus-terusan ngekang gue kayak gini, gimana gue bisa kenal dunia luar? Nggak selamanya kita kayak gini terus. Cepat atau lambat, kita pasti akan berpisah. Gue nikah dan lo juga nikah. Lo urus keluarga lo dan guepun juga gitu. Kita bakalan sibuk dengan urusan kita masing-masing. Lo ngerti nggak sih?!"
Aku terdiam. Benar apa yang di katakannnya. Suatu saat nanti masa itu akan datang. Aku akan berpisah dengannya dan memulai hidup baru. Tanpanya...
"Trus mau lo apa?" Tanyaku pelan.
"Gue mau hidup sewajarnya. Lo kasih gue kebebasan. Gue pengen nikmatin masa muda gue Van. Gue juga tau batasan kok. Mana yang buruk dan mana yang baik. Lo percaya kan sama gue?"
Aku terdiam dan tak lama kemudian aku mengangguk pelan.
"Asal lo tau...gue udah lama naksir Ardo. Tapi lo selalu kayak gitu. Apa-apa nggak boleh. Gue pengen punya pacar Van. Gue pengen ngerasain di sayang sama orang yang gue sayang--!"
"Lo sayang sama Ardo?" Selaku. Ily mengangguk. Seketika dadaku terasa sesak. Hatiku sedikit sakit. Aku menelan salivaku pelan. "Oke. Gue akan turutin kemauan lo!"
"Lo serius?" Tanyanya dengan wajah berbinar. Aku mengangguk. "Lo setuju gue pacaran sama Ardo?"
Aku mengangguk lagi.
"Aaaaa.....makasiiiiih!" Ucapnya sambil memelukku erat. Akupun balas memeluknya dan mengusap punggungnya. Nessa lalu melepaskan pelukannya dan tersenyum ke arahku.
"Lo emang abang gue paling top!"
Aku hanya tersenyum kecil. Mungkin aku harus belajar melepasnya. Karena selamanya dia tak akan pernah bisa menjadi milikku. Dia adikku. Dan selamanya akan menjadi adikku.
〰〰〰〰〰〰