My Crazy Fear - 10

1662 Words
“Yang benar saja,” Mulut Lizzie jadi menganga setelah mendengar penjelasan dari Isabella. “Orang itu bisa berenang dan bertahan di air yang katanya berbahaya itu? Bahkan dia juga sempat menyelamatkan dan membawamu kemari!? Bukankah itu terlalu tidak masuk akal jika kita menyimak kembali apa yang Si Lelaki Culun itu jelaskan pada kita!?” Lizzie sedikit menyindir Nico yang pernah menjelaskan bahwa air di laut mati memiliki kandungan zat-zat yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup, tapi nyatanya ada satu makhluk yang kebal dari air yang berbahaya tersebut, dan makhluk itu adalah Abbas. Entah apa yang membuat Abbas mampu bertahan di air itu, tapi yang jelas, tindakannya berhasil mematahkan omongan Nico yang bersikukuh menilai bahwa tidak ada satu pun makhluk yang dapat bertahan hidup di air laut mati. Sedikit terusik, Nico akhirnya angkat suara, untuk meminta teman-temannya berhenti memandangi dan menyalahkannya, seolah-olah mereka mulai tidak lagi mempercayai segala yang dijelaskannya. “Itu memang suatu keajaiban, aku tidak pernah mendengar ada manusia yang bisa berenang dengan begitu santainya di permukaan laut mati, tapi meskipun begitu, kita tidak boleh melakukan hal yang sama seperti Abbas. Aku tidak peduli jika kalian semua sudah tidak lagi mempercayaiku, yang kumau berhentilah melakukan tindakan yang berbahaya.” Isabella terkikik-kikik setelah mendengar omongan Nico yang terkesan ketakutan jika salah satu temannya tidak lagi mempercayainya dan mulai melompat ke permukaan laut mati untuk mengikuti apa yang Abbas lakukan sebelumnya. “Mengharukan sekali, ya? Aku bahkan tidak percaya kau bisa selembut itu pada kami, Nico. Kupikir,” Karena posisinya masih berada di depan Nico, Isabella langsung mendekatkan mulutnya ke telinga lelaki berkaca mata itu sembari menghela napasnya. “… kau itu tipe lelaki yang keras kepala, ternyata penilaianku salah, gawat sekali.” “Berhentilah berbisik-bisik seperti itu, kau sama sekali tidak membuatku b*******h, asal kau tahu saja.” Balas Nico dengan sedikit memiringkan kepalanya agar terhindar dari bisikan Isabella yang dipenuhi desahan nikmat. Menarik kembali kepalanya, Isabella tersenyum saat Nico bilang demikian. “Oh ya, aku hampir lupa kalau kau itu kan suka sesama laki-laki, maaf, ya, Nico~” Seketika wajah Nico memerah pekat selepas Isabella mengatakan itu, ia benar-benar malu saat orientasi seksualnya dibeberkan sebegitu santainya oleh gadis berambut merah itu, yang menyebabkan semua perhatian teman-temannya jadi semakin terfokus padanya. “Tapi itu tidak apa-apa, kan? Lagipula, cinta itu bukan hanya antara laki-laki dan perempuan, kan?” Dengan polosnya Colin merespon ucapan Isabella, membuat semua perhatian jadi teralihkan pada laki-laki berambut biru yang merupakan pelayan kedai itu, menambah rasa malu Nico yang semakin meningkat setelah mendengar balasan kekasih hatinya yang tidak paham pada situasi. “Eh?” Melupakan kesedihan tentang Abbas, Cherry jadi tertarik pada pembicaraan itu. “Tunggu, kalian berdua pacaran?” tanya Cherry pada Colin dan Nico, seakan-akan ia baru saja mendengar sesuatu yang tidak pernah ia duga sebelum-sebelumnya. Begitu pula teman-teman yang lainnya, mereka semua baru sadar kalau belakangan ini Nico dan Colin memang terlihat lebih dekat dan akrab dari biasanya, seolah-olah dua laki-laki itu sudah menjalin hubungan tanpa sepengetahuan mereka. “T-Tidak! K-Kami tidak—“ Perkataan Nico yang dipenuhi rasa malu terpotong begitu saja oleh suara Colin yang sangat nyaring. “Ya! Kami sudah resmi pacaran! Hehehe!” Sontak, Jeddy langsung melotot, Koko terpana, Naomi menutup mulutnya, Lizzie mengernyitkan dua alisnya, Victor tersenyum lebar, Cherry mengembungkan pipi-pipi mungilnya, dan Isabella terkikik-kikik renyah menertawakan keberanian mereka berdua. Colin meraih tangan kiri Nico dan berdiri di samping lelaki berkaca mata itu, seakan-akan membuktikan pada semua teman-temannya bahwa mereka berdua memang sudah benar-benar menjalin hubungan yang serius. Tidak peduli pada reaksi teman-temannya yang beragam, Colin terlihat tersenyum ceria di sebelah Nico, sedangkan kekasihnya tampak masih malu-malu karena belum siap untuk menunjukkan semua itu. “Woahahahaha! Hebat sekali, Bro!” Tanpa basa-basi, Jeddy langsung berlari mendatangi Nico dan Colin lalu menepuk pundak mereka satu-persatu sembari memperlihatkan wajah bahagianya. “Aku baru tahu ternyata laki-laki juga bisa suka pada laki-laki lain, aku sangat senang melihat pasangan yang luar biasa seperti ini! Kalian sangat serasi, Bro!” “B-Benarkah?” Colin hanya menggaruk-garukkan tangan kanannya ke belakang kepala sambil tertawa-tawa renyah mendengar segala pujian yang dilontarkan oleh Jeddy. “Ya ampun! Kalian ini, ya!” Cherry berjalan pelan mendekati Nico dan Colin. “Padahal kalian sudah pacaran, tapi mengapa Nico masih terlihat malu-malu begitu? Itu membuat Cherry kesal melihatnya, loh!” Namun, sedetik kemudian muka jengkelnya berubah jadi senyuman riang. “Tapi Cherry senang sekali! Karena Cherry bisa melihat salah satu teman Cherry pacaran, hihihihi!” “Selamat atas resminya hubungan kalian,” Dengan suara lembutnya, Koko ikut berjalan mendatangi dua lelaki itu. “Aku mendukung kalian.” “Ini-ini-ini-ini sangat menakjubkan! Rasanya seperti menemukan harta karun yang sangat berharga!” Victor tampak bersemangat sembari dua tangannya berjabat tangan dengan lengan kanan Nico dan lengan kiri Colin. “Mengapa kalian tidak bilang-bilang sebelumnya kalau kalian pacaran? Padahal itu bukanlah sesuatu yang perlu disembunyikan!?” “Saya tidak peduli meskipun di dalam kitab suci agama saya, hubungan sesama lelaki adalah hal yang dosa dan terlarang, selama kalian berdua saling mengerti dan percaya pada perasaan masing-masing, tentunya saya juga akan mendukung kalian.” ujar Naomi dengan menampilkan senyuman ramahnya pada Nico dan juga Colin. “Heh! Menjijikan!” Lizzie terlihat tidak begitu suka melihat hubungan Colin dan juga Nico, dia satu-satunya orang yang tetap berdiri di posisinya tanpa sedikit pun melangkahkan kakinya untuk mendatangi pasangan itu untuk memberikan mereka selamat. “Kebencianku pada lelaki saja sudah membuatku muak! Sekarang malah ada sesama laki-laki yang pacaran! Membayangkan saja membuatku mau muntah! Tapi terserahlah! Aku tidak begitu mempedulikannya! Yang jelas, aku ingin cepat-cepat sampai ke Pulau Gladiol!” Walaupun omongannya begitu kasar dan brutal, di dalam hatinya, Lizzie turut berbahagia atas hubungan antara Nico dan Colin, tapi dia tidak mau jujur dalam menunjukkan rasa senangnya karena itu hanya akan menjatuhkan harga dirinya yang sangat membenci kaum laki-laki. “Seperti biasa, tidak mau jujur pada perasaannya, dasar Lizzie, kau ini lama-lama jadi semakin mirip dengan mentor kita, looooh~” “BERISIK! JANGAN SAMAKAN AKU DENGAN LELAKI BERANDAL ITU!” “Baiklah-baiklah, terserah~” cibir Isabella dengan mengipas-ngipaskan tangan kanannya ke muka jelitanya. Jujur, sebetulnya Nico sangat malu karena harus mengaku bahwa dirinya merupakan seorang homoseksual dan telah menjalin hubungan dengan Colin, dia takut semua orang bakal berubah saat tahu bahwa dirinya berbeda dengan mereka, tapi entah kenapa ia merasa segala kecemasan dan ketakutannya ternyata tidak begitu berguna karena teman-teman sesama pahlawannya menerimanya dan bahkan mendukungnya dengan riang gembira. Tidak pernah sedikit pun Nico terlintas kalau hubungan sesama laki-laki bakal disambut sebegitu meriahnya oleh orang-orang seperti mereka, ia pikir mereka semua akan jijik dan tidak mau lagi berteman dengannya, tapi ternyata dugaannya salah. Teman-teman sesama pahlawannya berbeda, mereka semua berbeda dengan orang-orang asing di luaran sana. Mereka telah membuat Nico nyaman jika berada di dekatnya. Itulah mengapa Nico akan selalu menolong mereka jika salah satu dari teman sesama pahlawannya ada yang kesusahan. “T-Terima kasih banyak.” ucap Nico yang sedikit demi sedikit mulai percaya diri pada jati diri dan hubungannya dengan Colin. “Oke, cukup. Mari kita kembali ke pembahasan sebelumnya. Menyangkut soal Abbas yang diduga mampu berenang di permukaan air laut.” “Ya, ya, aku penasaran sekali,” sahut Isabella, mengangguk-anggukkan kepalanya. Saat ini, bunyi gemuruh dari petir di langit yang gelap agak reda dari sebelumnya, tidak lagi mengeluarkan suaranya yang menggelegar-gelegar. Namun, ombak masih sama seperti sebelumnya, gondola mereka bahkan masih bergoyang-goyang tidak menentu karena lonjakan dari permukaan laut yang kembali mengganas itu. “Tolong semuanya perhatikan penjelasanku, meski beberapa dari kalian ada yang sudah tidak lagi percaya padaku,” kata Nico dengan melepas genggaman tangannya dari tangan Colin secara lembut, raut mukanya yang terlihat datar, membuat teman-temannya mulai memperhatikan dirinya dengan fokus. “Aku mengerti, situasinya jadi membingungkan saat mendengar berita bahwa Abbas ternyata mampu bertahan di permukaan air laut mati. Mengenai penjelasan ilmiahnya, aku juga tidak begitu paham mengapa itu bisa terjadi, jadi untuk sementara, aku masih belum bisa menjelaskan mengapa dia bisa bertahan di sana. Tapi, bukan berarti, kita juga mampu bertahan di air laut mati, kecualikan dulu mengenai kasus Abbas, kita semua mempunyai kondisi tubuh berbeda-beda, dan tentu saja aku yang paling terlemah di antara kalian semua. Karena itulah, aku pinta jangan ikut-ikutan melakukan hal yang sama seperti Abbas, terutama aku bilang begini untuk orang ceroboh sepertimu, Jeddy,” Seketika, Nico memberikan tatapan tajam pada Jeddy, membuat lelaki berambut hijau itu terkaget. “Kau sebelumnya bersikeras ingin terjun ke lautan untuk berenang menuju p****g beliung itu, yang di puncaknya terdapat cahaya. Dan apa kau mengerti, tindakanmu itu, meskipun belum kau lakukan, sangat membahayakan nyawamu sendiri. Aku harap kau tidak mengulanginya lagi, Jeddy.” “B-Baik, Bro!” Jeddy menganggukkan kepalanya. “Selain itu, karena kita sebelumnya telah menurunkan salah satu tangan ke permukaan air untuk mendayung gondola ini agar bergerak, maka aku pinta jangan sedikit pun kalian dekatkan tangan kalian ke wajah dan juga lidah, kita tidak tahu zat berbahaya apa yang sudah menempel di tangan-tangan kita yang sebelumnya dipakai untuk mendayung, karena resikonya cukup besar.” “Oke, aku mengerti.” Victor memahaminya dengan baik sembari memandangi tangan kirinya yang basah. “Lalu, aku juga punya ide brillian agar kita bisa keluar dari wilayah lautan mati ini.” Nico menyunggingkan seringaian kecilnya, membuat teman-temannya tersentak mendengarnya. “Yang perlu kalian lakukan hanyalah satu, yaitu percaya padaku.” “Memangnya apa yang mau kau lakukan? Dan jangan seenaknya bilang begitu, kau pikir kami bakal langsung menyetujuinya hanya karena yang bicara adalah dirimu? Cih! Jangan sombong kau, b******n!” umpat Lizzie, terkesan skeptis pada apa yang bakal Nico perbuat. “Jika kau tidak percaya, tidak masalah, lagi pula kunci keberhasilan dari rencanaku hanyalah satu,” ucap Nico dengan seringaiannya yang semakin lebar. “Yaitu Abbas!” “Abbas?” Koko tidak mengerti. “Tapi bukankah… Abbas tidak hadir di sini bersama kita, lantas bagaimana kita bisa berbicara padanya?” “Cherry, teriaklah,” titah Nico dengan memandang wajah Cherry yang berdiri di depannya bersama rekan-rekannya yang lain. “Panggil namanya. Bawa dia kemari. Buat dia berenang ke dekat gondola.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD