Part 7

1969 Words
Tristan bisa bersantai sedikit setelah dia mengantar Tanaya pulang dari pemotretannya. Semakin hari kesibukan Tanaya benar-benar membuatnya turut merasa penat. Bukan hanya aktif di fashion show-fashion show bergengsi seperti yang diadakan oleh artis indonesia, zaskia sungkar. Minggu ini, Tanaya harus mengikuti indonesia fashion week di salah satu hall terbesar jakarta dan hari ini adalah rehearsal nya. Tristan tidak akan tega membiarkan Nayanya harus bolak-balik sendirian dengan jalanan supermacet, terkadang mereka baru sampai tengah malam. Karena kesibukan Tanaya. Meskipun gadis itu tidak memaksa untuk diantar jemput karena Tanaya memiliki supir pribadi sendiri. Ayah Tanaya salah satu bos besar di perusahaan IT swasta, dan ibunya salah satu pemilik rumah mode yang terkenal se jakarta dan bandung. Keadaan itu benar-benar mendukung Tanaya dalam popularitasnya. Tapi satu hal yang Tristan benar-benar kagumi, dengan segudang aktifitas diluar sekolah, Tanaya masih bisa mempertahankan prestasinya. Saat mereka dalam perjalanan, Tanaya sering membaca materi yang telah diajarkan tadi dengan serius, kemudian membahas beberapa hal dengan Tristan. Saat macet, Tanaya membahas seputar dunia modelingnya atau ulangan sekolah untuk dua minggu kedepan. Dengan Tanaya Tristan tak pernah kehabisan topik pembicaraan. Tanaya selalu mempunyai cara sendiri untuk membuat orang lain nyaman. Sayangnya, hanya Tristan yang bisa menangkap hal itu. Teman-teman yang lain enggan berteman dengan Tanayanya, Tanaya cukup pendiam di sekolah padahal dia tak sependiam itu, anak-anak cewek nyaris membencinya karena Tanaya mempunyai dua hal yang mereka inginkan kecantikan dan kepintaran, poin plusnya Tanaya seorang model yang akan terus dipuji-puji di media sosial. Bukankah begitu, untuk seseorang yang nyaris sempurna seperti Tanaya, orang lain pasti akan membencinya. Namun, gadis itu tak pernah menunjukkan sikap risih karena tidak mempunyai teman. Tristan tau betul rasanya kesepian dan karena Tanaya adalah orang yang sangat dia sayangi, Tristan tidak akan membiarkan gadis itu masuk ke dalam perasaan itu. Loneliness is much hurt than you think. Ketika kamu merasa kesepian semua hal di depanmu seperti mencemoohmu. Lonely is a suck feeling, but everybody do. Setiap orang pasti akan merasa kesepian namun banyak orang yang bisa mengatasi itu dengan baik. Kecuali dirinya dan Tanaya. Ladisha misalnya. Disha gadis yang menurut Tristan memiliki apa yang Tanaya inginkan. Jago olahraga karena Tanaya tidak bisa berolahraga kecuali jogging. Humble, mempunyai banyak teman. Disha memiliki segala jenis teman dari yang pintar sampai tukang onar sekolah. Dari yang cantik sampai yang biasa saja. Nyaris seluruh kelas dua belas tau siapa Ladisha. Meskipun dia mantan kekasih Deva, tak seorangpun yang segan dengan Disha seperti mereka menyegani Tanaya. Hal itu dibuktikan dengan gosip perasaan Disha yang suka padanya. Seluruh kelas dua belaspun tau, bahkan Tanaya tau, hanya Tristan yang tidak tau. Tapi Tristan yakin bahwa Disha memiliki rasa kesepian itu, hal itu dibuktikan dengan termenungnya gadis itu saat Tristan mengantarnya pulang. Dia tau, Ladisha memiliki luka dibalik keceriaannya kepada orang-orang. Disha lagi. Disha lagi. Seharusnya Tristan mengenyahkan saja gadis itu dari pikirannya. Ladisha bisa disukai orang banyak kecuali dirinya. Mungkin hanya Tristan yang bisa melihat sisi gelap gulita gadis itu, hanya dirinya. Gadis itu bisa membuat semua orang terpukau dengannya tapi itu tidak akan terjadi pada dirinya. Disha itu seperti harimau yang menyamar jadi kucing. Sejak gadis itu menginjak harga dirinya dengan melakukan perjanjian konyol itu, Tristan tak bisa mengelakkan rasa bencinya lagi. Untuk itu demi meyakinkan Tanaya bahwa dia tidak akan jatuh cinta pada Disha, Tristan memberikan perhatiannya pada Tanaya habis-habisan. Mereka hanya pacaran status dan sedikit mesra jika orang lain melihat. Selain itu, Tristan tak memiliki perasaan apapun lagi kecuali benci. Jangan terlalu membenci gue, lo tau kan jarak benci dan cinta itu tipis? Cih, makan saja khayalan Disha itu. Tristan tak peduli. Disha sudah sangat menginjak harga dirinya. * “Kak Disha” Disha yang baru merapikan pakaiannya tersenyum melihat Pelangi -adik Tristan- menyapanya dari balik pintu. Gadis itu lucu sekali, berbeda dengan Tristan yang sangat menjengkelkan akhir-akhir ini. Dan disinlah dia sekarang. Berada dirumah pujaan hatinya karena semesta berpihak lurus kepadanya. Dia memang tak pernah bermimpi bahwa Tristan anak tante ratna karena teman Bunda itu sangat muda. Dan dia tak menyangka bahwa om David dan tante ratna menikah. “Kenapa, cantik?” Tanya Disha melipat pakaian terakhirnya dan kembali melirik Pelangi. “Kata mama kak Disha bisa main piano ya? Aku mau liat dong” permintaan yang sangat sulit bagi Disha untuk mengiyakan. Disha sudah mau melupakan piano dan sejenisnya. Ada luka yang masih membekas di dalam hatinya, yang mengundang air matanya mengundang kelemahannya. “Disha sini, Bunda beliin apa buat kamu” Disha yang saat itu baru saja pulang dari sekolah mengerjapkan matanya dengan tak yakin. Sebuah grand piano type STEINWEY ada di depan matanya. “Keyboard yang dirumah dulu kan udah usang lagian bukan grand piano kayak gini. Bunda beliinnya buat Disha” Disha tersenyum dan langsung memeluk Bunda. Tidak ada yang tau bahwa Disha mahir bermain piano karena susah diajarkan Bunda dari kecil. Bunda gemar sekali bermain piano dan lagu kesukaannya adalah… Lagi klasik Nocturne Op. 9 dari Chopin. Bunda memang suka musik klasik karena menurut Bunda sangat romantis, apalagi dari pianis favoritenya sepanjang masa. Frederic chopin. Lagu-lagunya sangat emosional yang bahkan mampu membuat Disha menangis jika harus memainkannya. “Ayo kak Disha” Disha baru tersadar dia sudah berada di tengah ruangan ruang keluarga, disudut ini sudah ada grand piano berwarna hitam yang sepertinya jarang dipakai. Disha bisa memastikan melihat debu di beberapa titik. Tidak kasat mata namun Disha yang akrab dengan piano dari kecil bisa memastikan. “Nggak pernah dimainin kak, apalagi kalau ada kak Tristan. Pelangi langsung dimarahin” Disha mengangkat alisnya. “Kenapa?” Pelangi mengangkat bahunya. Benar-benar cowok aneh, ada alat musik sebagus ini dirumahnya malah dibiarkan jadi pajangan. “Ayo kak Disha, Pelangi mau denger” Pelangi terus mendesaknya dan membuat Disha tidak bisa lagi menolak. Tidak apa, sekali ini saja Disha. Tidak apa. Disha duduk di balik piano dan menekan tutsnya. Bayangan Bunda memainkan piano langsung berkelebat di otaknya. Disha seperti sesak nafas sehingga dia menghirup udara sebanyak-banyaknya. Dia mulai menekan tuts piano itu. Ini buat Bunda. Disha memainkannya dengan akrab, seperti seseorang yang tak pernah meninggalkan dunia bermusik dulu,Disha tak lagi canggung namun air matanya mendesak keluar seiring dengan klimaksnya lagu ini. “Apa yang lo lakuin!” Teriakan itu berhasil membuat Disha menghentikan permainannya, saat gadis itu membuka matanya yang sudah berlinang, wajah kabur Tristan berdiri di depannya. Tapi Disha bisa merasakan, ada aura ketegangan yang akan terjadi disini. * Tristan memarkir mobilnya dengan cepat. Papa belum pulang, tuan itu belum pulang seperti biasa. Ia mengambil tasnya yang dia lempar asal di belakang tadi dan berniat mengunci mobil. Tristan masuk melalui pintu samping rumahnya, Mbok Arti Asisten Rumah Tangga di rumahnya menyambutnya dengan senyuman. “Den, sudah makan?” Tristan hanya menghela nafas dan menggeleng pelan. “Ntar aja mbok, Tristan lagi nggak nafsu” baru beberapa detik dia menjawab pertanyaan itu, sebuah lantunan langsung menggema di telinganya. Piano itu, dimainkan! Jangan-jangan ini kerjaan Pelangi lagi! “Pelangi lagi main piano mbok?” Tanya Tristan. Mbok Arti hanya mengangguk. “Tapi yang mainin bukan non Pelangi den tapi anak temen bapak yang bakalan tinggal disini beberapa minggu” Tristan mengerutkan dahi “Anak teman papa? Kenapa Tristan nggak tau apa-apa?” Mbok Arti hanya tersenyum tipis, menjawab pertanyaan Tristan. Tristan akhirnya melangkah masuk ke dalam rumah dan langsung mencari ruang keluarga, tempat piano itu berada. Menuntaskan juga rasa penasaannya. Piano kesayangannya. Saat mendengar lantunan yang semakin mendengar Tristan tau apa yang dia dengar. Hal itu membuat dia semakin penasaran juga marah karena menyentuh kesayangannya tanpa izin. Saat Tristan masuk ke dalam ruang keluarga. Kakinya terpaku. Apa-apaan ini? Kenapa Disha ada disini? Dan oh sialnya ekspresi gadis itu menainkan piano membuat Tristan geram. “Apa yang lo lakukan!” Bentaknya pada Disha, membuat gadis itu menghentikan permainannya. Ini membuat Tris pusing. * “Main piano” jawab Disha tenang. Tristan tampak geram melihatnya. “Ngapain lo disini? Lo ngebuntutin gue sampai ke rumah?” Disha tak lagi merasakan matanya berkaca-kaca. Ini interaksi pertama mereka setelah kejadian di kantin itu. Dan lihat apa yang terjadi disini? Bentakan teriakan serta tuduhan yang seharusnya tidak diucapkan Tristan. “Lo nggak mikir ini tanda kalau kita jodoh? Siapa sangka gue bakalan tinggal di rumah…” Tristan mendekap mulut Disha dan mengancam gadis itu setengah berbisik. “Gue nggak mau keluarga gue tau kalau kita pacaran. Gue nggak mau nambah-nambah masalah karena hubungan pura-pura ini” Disha mendorong tangan Tristan dengan kasar. “Punya hak apa lo disini?” “Dis. Gue udah nurutin semua keinginan lo dan gue harap bukan cuma elo yang beruntung di hubungan kita ini” Disha langsung merasakan hatinya tertohok tajam. Apa tadi yang dia dengar? Kenapa rasa di harinya sakit sekali. Seperti luka yang baru saja disiram air garam. Perih dan itu semua karena Tristan. Disha tak bisa memikirkan kata-kata untum membalas ucapan Tristan sampai tiba-tiba  Hasna sudah ada diantara mereka. “Tristan sudah pulang?”  Hasna menyapa Tristan ramah, membuat ketegangan diantara Disha dan Tristan sedikit memudar. “Ada apa ini Tristan?”  Hasna langsung menyadari suasana canggung itu. “Nggak apa-apa tante. Tristan just surprised aku disini” diaha tersenyum pahit. Kata-kata Tristan terus terngiang ditelinganya. David tiba-tiba muncul di belakang  Hasna. Keempat orang di ruang keluarga ini masih diam yang justru membuat Tristan merasa emosinya di tarik ulur. “Disha akan tinggal disini” ungkap David tenang. Apa-apaan ini? Tristan menyipitkan matanya dan menatap Disha tajam yang hanya di balas Disha dengan wajah datar. Tanpa sadar Tristan mengepal tangannya kuat ketika tiba-tiba debaran jantungnya semakin memacu cepat. Dia menatap kembali Disha dengan pandangan sinis, semakin membenci gadis itu karena Disha bukan hanya mengganggunya di sekolah tetapi juga dirumah. Tristan sudah tak peduli pandangan heran yang dilempar kedua orangtuanya dan adiknya. “Hah?”  Hasna mengangguk. “Disha bakalan tinggal disini kurang lebih satu bulan” Tristan hanya merasa semakin emosi. Kenyataan macam apa lagi yang diberikan takdir untuknya ini? Tidak bisakah hidup Tris  tenang sedikit tanpa menghadapi gadis itu? Disha hanya menunduk, sudah tidak mau menatap wajah Tristan yang seperti ingin memakannya bulat-bulat. Mungkin, Disha memang salah. Mungkin? Dia salah karena terlalu berekspektasi tinggi akan hubungan ini dengan Tristan. Hingga cowok itu benar-benar mempecinya. Hei, bukankah terlalu dini untuk menyerah? “Kenapa nggak minta persetujuan saya dulu” ujar Tristan menahan emosi, benar-benar terlihat seperti kerbau yang di cucuk moncongnya. Tristan sepertinya benar-benar ingin menghabisi Disha saat ini. “Kemana kamu seminggu ini pulang tengah malam terus? Padahal papa sudah akan memberitahumu. Dan satu lagi, jaga sedikit ucapanmu di depan tamu!” Ujar David yang marah karena sikap Tristan yang terlanjur tidak sopan kepada Disha. “Kenapa harus disini sih? Kenapa nggak di tempat lain?”  Hasna menghela nafas dalam, jelas sekali Tris tidak suka dengan Disha saat ini. “Budenya Disha baru pulang satu bulan lagi. Mana mungkin kami membiarkan Disha tinggal sendirian” jelas  Hasna melakukan pembelaan. Tris meringis. “Terserah dia mau tinggal dimana! Yang jelas bukan rumah ini” Pelangi yang memilih diam sedari tadi mulai angkat bicara. “Kak Tris kenapa sih? Cuma Kak Tris yang nggak suka Kak Disha tinggal disini!” Ujarnya tersulut emosi yang dari tadi di ciptakan Tris. Tris mengepal tangannya dan menatap Disha yang tengah menunduk dengan tajam. Apalagi yang akan dilakukan Disha? Kepura-puraan seperti apa lagi yang akan di mainkan Disha? Mengingat gadis itu penuh dengan ketidakjujuran. “Ya. Rumah Reda kek, dia kan punya temen” ujarnya sinis. Disha terperangah dengan jawaban yang diberikan Tristan. Di sekolah mungkin gadis itu menguasai namun di rumah ini Tristan jelas sekali ingin menunjukkan siapa yanv berkuasa sekarang  “Ayahnya Disha itu teman baik papa dan mam! Jaga ucapanmu Tris” tegur  Hasna lagi. Disha menoleh ke arah  Hasna. “Tante kalau memang Tris nggak suka Disha disini—“ Pelangi menyela. “Kak Tris suka Kak Disha kok” Tris menatap Disha tajam. “Pinter ya lo cari muka ya sekarang” “TRISTAN!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD