Posisi duduk lelaki berjas itu sangat mempesona, namun dibalik itu ada kekejaman yang tersimpan.
Dan sekarang, didepannya sudah ada dua wanita yang sedang diperkosa oleh sekumpulan anak buahnya, sementara ada empat mayat pria tergeletak mengenaskan, dan dua pria lagi dalam keadaan menyedihkan dengan penuh luka disekujur tubuh serta wajah mereka.
Tontonan itu sangat menghibur hati Sean. Ditambah lagi, anak buahnya yang begitu nafsu dan bergairah memperkosa wanita-wanita itu
Bahkan ada senyum lancip terukir diwajahnya.
Namun kesenangan itu hilang saat Derrick, tangan kanannya datang. Ingin sekali Sean menembak kepala orang yang sudah merusak kesenangannya tapi karena dia tidak membawa pistol, hanya jemarinya saja yang menyerupai pistol.

Derrick menunduk sekilas lalu menjelaskan apa yang sedang terjadi sebelum Sean benar-benar menembaknya. "Wanita ini sedang mematai kita." Anak buah Sean melempar begitu saja sampai tubuh wanita itu tersungkur.
Sebenarnya wanita ini tidak sengaja melihat kejadian mengerikan ini. Dia hanya seorang pengantar bunga biasa. Bos ditempatnya dia bekerja menyuruhnya untuk mengantar bunga mawar ke rumah mewah ini. Tukang kebun yang menerimanya lalu menyuruh meletakkan di taman belakang.
Mungkin karena sangking besarnya rumah ini, setelah meletakkan di taman belakang, perempuan ini tersesat sehingga tak sengaja melihat semua peristiwa mengenaskan itu.
Sean mengangkat satu alis memperhatikan wanita itu yang hanya geleng-geleng kepala ketakutan.
Sesekali mata wanita ini melirik kearah dua wanita yang lemas dan mengenaskan. Dia tidak ingin hal mengerikan itu terjadi dengannya juga.
Matanya mulai berkaca-kaca, ia ingin menjelaskan kedatangannya kesini hanya mengantarkan bunga pesanan saja. Tidak lebih. Dan jika dirinya dibebaskan, ia berjanji untuk tidak menceritakan kesiapapun.
"Apa yang kamu lihat?" Tanya Sean terdengar seperti ancaman.
Wanita itu hanya geleng-geleng kepala. Tangannya terikat kebelakang sehingga dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Mata Sean melirik ke salah satu anak buahnya yang dekat dengan wanita itu untuk membuka kain yang membungkus mulut tersebut.

Setelah mulutnya terbebas dari kain yang melilitnya, ia seperti mendapatkan asupan oksigen yang melegakan kerongkongannya.
Sean tersenyum misterius, lalu bertanya lagi "apa yang kamu lihat?"
Dengan jawaban sama, wanita itu menggelengkan kepala penuh rasa takut.
"Aku sudah membuka mulutmu..." suara serak itu seperti raungan yang tertahan dengan tatapan yang mampu menusuk tulang.
"JAWAB!!" Dan benar, suara serak itu berubah seperti bom sehingga mampu membuat satu ruangan terkesiap sampai-sampai anak buahnya yang sedang menikmati mangsanya berhenti sesaat.
Disaat bersamaan, air mata wanita itu menetes. Seperti ada rasa sakit di hatinya saat diminta dirinya untuk menjawab.
Dengan menelan saliva karena diselimuti rasa takut yang amat sangat. Wanita itu membuka mulutnya dan berusaha untuk mengatakan sesuatu.
Namun, saat mulut wanita itu terbuka lebar tak ada suara sedikitpun muncul dari sana meski lekuk bibirnya sudah sangat jelas.
Mata Sean menatap wanita itu. Kemudian dia bangkit lalu berjalan kearah dimana wanita itu tersimpuh di tanah. Badan Sean yang menjulang tinggi, berjongkok agar matanya bisa melihat jelas wanita itu.
"Siapa namamu?" Nada dingin itu benar-benar mampu membekukan hati lawan bicaranya.
Karena tidak ada jawaban dari sana, Sean mengangkat kasar dagu wanita itu.
"Aku bisa melempar mu, bergabung dengan mereka"
Tanpa belas kasihan mata Sean mengarah ke wanita-wanita mengenaskan disana.
Tentu, dengan ketakutan wanita itu menangis menggeleng-gelengkan kepala.
Tatapan Sean sama sekali tak teralihkan, sesaat mata mereka saling terkunci kemudian Sean bertanya sekali lagi dengan intonasi yang tenang tapi terdengar mencekam "kalau begitu, katakan siapa namamu?"
Dan jawabannya tetap sama, hanya keheningan. Raut wajah Sean pun mulai merebak ketika tidak mendapatkan respon apapun, terlihat kesabarannya mulai habis.
Melihat gelagat itu, cepat-cepat wanita itu berusaha memutar otak agar tidak terjadi sesuatu hal yang buruk menimpa dirinya.
Untung saja, dia teringat sesuatu lalu matanya mengarah kebawah sembari berusaha menunduk melihat lehernya yang sudah terlingkari kalung yang tertuliskan 'Miracle'
Entah kenapa mata Sean mengikuti pengarahan wanita itu, ia raih kalung tersebut dengan kasar lalu meletakkan tulisan 'Miracle' diatas telapak tangannya.
Dahi Sean berkerut melihat tulisan itu dan membacanya.
"Miracle??"
Wanita itu mengangguk. Mata Sean lagi-lagi menanam menatap mata wanita itu dan berpikir.
"Miracle, itu namamu?" Sean memastikan dan sekali lagi wanita itu mengangguk.
Sesaat mata mereka saling bertemu sebelum akhirnya Sean berdiri sembari berkata.
"Sudahi semuanya. Habisi mereka semua."
Titahnya kemudian berbalik badan berniat untuk meninggalkan ruangan mengenaskan ini.
Mata wanita itu terbelalak saat mendengar ucapan itu. Apakah dirinya harus mati mengenaskan seperti ini juga.
Oh ya Tuhan. Lindungi wanita tidak bersalah ini.
Langkah Sean terhenti di tengah pintu yang telah dibukakan oleh salah satu anak buahnya.
"Bawa mangsa baru itu ke kamarku"
titahnya lagi tanpa menoleh kemudian ia benar-benar menghilang dari ruangan itu.
*
Hellooo
Semoga menikmati awal pertemuan ini
Jangan lupa komentarnya
Vote n follow terbuka lebar
Happy reading