Pukul 18.15, Edrea sudah sampai di apartemen.
Apartemennya terasa sunyi seperti biasa. Dia menyalakan lampu, menghangatkan sisa makanan tadi pagi untuk makan malam dan menyalakan TV kecil di dapur untuk mengusir kesunyian malamnya.
Setelah makan, dia mencuci piring, membersihkan meja, dan memeriksa ponselnya. Tidak ada pesan. Beberapa teman lama dari komunitas kuliahnya mengunggah foto di i********:, yang satu di restoran mewah, yang satunya lagi sedang di club.
Edrea memberi like pada keduanya, lalu men-scroll layar tanpa benar-benar melihat foto-foto baru.
*
Apakah ini yang diinginkannya saat berusia delapan belas tahun, dengan segala prestasi yang dia dapatkan dulu?
Apakah dia membayangkan hidupnya akan seperti ini pada usia dua puluh enam tahun? Terjebak di kota kecil Indiana, bekerja di pabrik besar dan pulang ke apartemen yang sunyi setiap malam?
Air mata tiba-tiba menggenangi matanya, mengejutkannya. Dia jarang menangis. Menangis membutuhkan energi, dan energinya sudah habis untuk bertahan.
Tapi tangisannya tanpa suara isakan. Dia menangis untuk hari ini, untuk besok yang akan sama seperti hari-hari sebelumnya, untuk tahun-tahun yang telah berlalu dengan cara yang sama, untuk tahun-tahun yang mungkin akan datang dengan cara yang sama pula.
Hari Valentine akan segera berakhir. Besok akan menjadi tanggal lima belas Februari. Dan roda hamster kehidupannya akan berputar lagi di tempat yang sama.
Edrea mengusap air matanya, menarik napas dalam-dalam. Dia memandang apartemennya, hidupnya, rutinitasnya.
Dia berdiri, berjalan ke jendela, menatap lampu-lampu kota kecil yang bersinar dalam kegelapan.
“Seharusnya aku bersyukur. Memiliki pekerjaan yang bagus, gaji yang lumayan, dan tubuh yang sehat,” bisiknya. “Tapi … aku juga merasa bosan.”
*
*
*
Dua minggu setelah Hari Valentine yang sunyi, rutinitas Edrea kembali seperti biasa. Bangun, kerja, pulang, tidur.
Edrea duduk di meja kerjanya, mata tertuju pada dokumen yang selalu menumpuk.
Ada email baru muncul di sudut layar laptopnya. Bukan hal aneh. Dia menerima puluhan email sehari.
Tapi yang ini berbeda, judul subjeknya tertulis dalam huruf tebal.
“Pemberitahuan Resmi: Tinjauan Kinerja dan Perkembangan Karir – Verious Corp.”
Edrea berhenti mengetik. Jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. Tinjauan kinerja? Itu seharusnya bulan depan. Dan biasanya datang dari Greg, bukan langsung ke alamat emailnya.
Dia mengkliknya dengan hati-hati, seolah-olah email itu mungkin meledak.
DARI: Kantor administrasi eksekutif, Verious Corporation, New York
KEPADA: Edrea Fairchild
SUBJEK: Pemberitahuan Resmi: Tinjauan Kinerja dan Perkembangan Karir – Verious Corp.
Salam,
Atas nama Dewan Direksi dan Eksekutif Verious Corporation, kami menyampaikan penghargaan atas kontribusi berharga Anda terhadap perusahaan.
Melalui surat ini, kami ingin menginformasikan bahwa kinerja Anda telah diperhatikan oleh komite eksekutif.
Laporan yang Anda susun pada tanggal 12 Januari lalu, yang mengidentifikasi ketidaksesuaian dalam pemesanan suku cadang, telah mencegah potensi keterlambatan pengiriman senilai $2,3 juta.
Kesigapan dan ketelitian Anda sangat kami hargai.
Sebagai bentuk pengakuan atas kecakapan, komitmen, dan dampak langsung Anda terhadap perusahaan, Anda dengan ini dipromosikan ke posisi :
Asisten Manajer Operasional – Divisi Logistik & Perencanaan di Verious Corporation, New York City
*
*
Edrea mengerjap, kemudian membacanya lagi. Lalu sekali lagi. Tangan Edrea mulai gemetar ringan. Dia men-scroll lagi ke bawah.
*
*
Rincian Promosi:
Gaji: $85,000 per tahun (tidak termasuk bonus kinerja)
Bekerja Mulai: 25 Maret (atau sesuai kesepakatan).
Lokasi: Kantor Pusat Verious Corporation, New York, NY.
Pelaporan: Langsung kepada Direktur Operasional, Nona Evelyn Thorne.
Harap konfirmasi penerimaan dan persetujuan awal Anda untuk syarat-syarat di atas dengan membalas email ini paling lambat 5 Maret.
Selamat atas pencapaian yang luar biasa ini. Kami percaya bakat Anda akan memberikan kontribusi yang lebih besar di kantor pusat.
Hormat kami,
Verious Corporation
*
*
“New York City. Asisten Manajer Operasional. $85,000,” gumam Edrea dengan mata yang masih menerawang tak percaya.
Edrea bersandar di kursinya. Dia menatap layarnya kembali. Bangga. Itu yang pertama kali muncul, hatinya menghangat.
Mereka ternyata memperhatikan. Usaha-usaha kecilnya yang tak terhitung, jam-jam ekstra yang menghabiskan malamnya, perhatiannya yang teliti terhadap detail yang diabaikan orang lain, ternyata semuanya berarti sesuatu.
Dia diakui oleh perusahaan. Bukan dengan ucapan terima kasih yang biasa dari Greg, tetapi dengan sesuatu yang akan mengubah seluruh jalan hidupnya.
Gambarannya tentang kota besar, menara pencakar langit, langkah cepat, bukan lagi mimpi. Itu sebuah tawaran yang nyata.
“Edrea? Kau sudah membaca emailnya?” tanya Greg yang tiba-tiba sudah ada di depannya ketika dia melamun.
Edrea mengalihkan pandangannya dari layar, berusaha mengatur napas. “Ya. Itu sangat mengejutkan.”
“Ini kabar baik, kan?” Kata Greg sambil tersenyum, memasuki ruang sempit itu.
“Ya, kabar sangat baik,” ucap Edrea, sangat bersemangat.
“Selamat, Rea. Kau berhak mendapatkannya. Tapi, aku akan kehilanganmu,” kata Greg.
Edrea tersenyum haru lalu beranjak dari kursinya dan memeluk Greg. “Terima kasih atas semuanya. Ini semua juga berkat dirimu.”
Greg mengusap kepala Edrea dengan lembut. “Carilah pacar di sana, ya,” bisiknya, bercanda.
Edrea tertawa, sekaligus menangis karena dia akan menuju kota impiannya untuk bekerja dengan jabatan yang lumayan.
Tak lama, Linda masuk ke dalam ruangannya. “Hei, ada apa? Kau sedang ada masalah, Rea?” Linda melihat Edrea mengusap air matanya.
Edrea dan Greg menoleh. “Ada kabar baik untuk Rea,” sahut Greg.
Dia memutar kursinya, memberi ruang bagi Linda untuk melihat layarnya. Linda membungkuk, matanya membaca isi email.
Edrea melihat perubahan di wajahnya, dari penasaran, lalu tidak percaya, lalu kagum.
“Oh My God …” Linda berdiri tegak, meletakkan tangannya di dadanya. “Rea. Ya, Tuhan. New York?”
Edrea mengangguk sambil tersenyum.
“Ini … ini luar biasa!” teriak Linda, suaranya cukup keras sehingga beberapa pegawai di ruangan sebelah menoleh.
Dia segera menurunkan suaranya menjadi bisikan yang bersemangat. “Asisten Manajer! Di kantor pusat! Ini … ini sangat keren!”
Lalu Linda memeluk Edrea dan mereka saling lompat karena kabar gembira itu.