Entah hasutan dari setan mana yang membisikkan ide gila ini pada Aleeza, tetapi ia benar-benar sudah tidak peduli. Memang harus senekat ini. Persetan! Bodo amatlah! Selama dirinya bisa meniduri Jero, maka jalan apapun akan dia jabani, termasuk cara licik dan sadis seperti malam ini.
Aleeza duduk di tepi ranjang dalam balutan lingerie hitam transparan yang memperlihatkan kemolekan tubuh seksinya. Rambut sepunggung yang bergelombang ia biarkan terurai panjang. Rona merah menyala di bibirnya melebar asimetris bak tokoh antagonis yang siap mengeksekusi tanpa kasihan. Mata hazelnya memandangi ketidakberdayaan Jero yang terikat rantai di atas ranjang dengan mata tertutup kain hitam, serta mulut yang tersumpal sapu tangan. Pria itu tengah terbaring dan tidak berkutik sama sekali, terlihat pasrah, membuat jantung Aleeza berdegup kencang kala mengamati intens tubuh gagah lelaki itu. Tinggi tegap, auranya penuh wibawa, proporsi wajah spek dewa. Sempurna. Minus bagian birahinya saja, kurang sangean.
"See? Sudah kubilang, cepat atau lambat aku bisa mengendalikanmu, sayang." Aleeza bergerak ke atas tubuh Jero dengan perlahan, jemari lentiknya mengusap wajah dingin yang selalu jual mahal itu, lalu dengan lembut ia tarik kain penutup yang mengikat penglihatan Jero. Sepasang iris cokelat nyaris hitam milik lelaki itu segera menghunjam dengan bengis, tatapan kalah bagi Aleeza.
Wanita itu tertawa kecil mendapatkan tatapan setajam itu, tidak merasa terintimidasi sama sekali. "Oke oke, biar kita bisa lebih leluasa untuk berbincang manja, aku akan membuka penutup mulutmu," dan mari kita dengarkan makian-makian dari bibir seksimu, Ananta Jero Bagaskara.
Saat usai melepas kain yang membungkam Jero, Aleeza sebenarnya menunggu apa yang akan dikatakan oleh lelaki itu. Misalnya seperti, murahan, jalang, wanita rubah, cewek binal, atau apapun. Ia yakin pasti seribu umpatan sudah menggunung dalam hati lelaki itu memohon untuk segera dilontarkan. Namun detik demi detik berlalu dan Jero hanya menyorotinya dengan pandangan tajam tanpa suara.
Aleeza semakin tergelitik dengan permainan malam ini. Jari jemari gemulainya mulai menyusuri d**a bidang Jero, membuka kancing kemeja hitamnya satu persatu, menikmati setiap inchi tubuh kekar itu diiringi sorot mata gelap pemiliknya. Hampir saja ia memekik girang saat mengelus perut sixpack yang dipastikan terawat karena sepengetahuannya Jero rutin pergi ke pusat kebugaran untuk memahat tubuh atletisnya.
"Wow. Indah. Seperti yang kuharapkan." Jemari Aleeza semakin turun ke bawah. Lalu berhenti di ikat pinggang Jero. Dengan sorot nakal dan penasaran ia melirik lelaki itu, Jero sedang memperhatikan kelakuannya dengan air muka tidak suka. Huh, tipikal Jero sekali.
Namun ingin menolak sekeras apapun, Aleeza tahu Jero tidak akan mampu. Pengaruh rangsangan dari obat yang ia campurkan ke dalam minuman lelaki itu telah tandas diteguk sejak lima belas menit yang lalu. Jero tidak berdaya. Cheers untuk kemenangan Aleeza! Ha-ha.
"Di bawah sini... Apakah sangat kuat?" Dengan amat santai Aleeza melepaskan celana hitam yang membungkus kaki panjang Jero, beserta semua kain yang melekat pada lelaki itu, menyisakan kemeja putih yang ia biarkan tetap terbuka kancingnya. Dengan begitu terlihatlah betapa Jero selama ini menyia-nyiakan dirinya sendiri. Dengan tubuh semenggoda ini, Aleeza yakin tante-tante girang di luaran sana rela mengantre atau menggelontorkan banyak uang untuk bisa menikmati Jero satu malam saja. Anjrit! Beruntung Aleeza masih sanggup menahan jiwa binalnya dan tidak mimisan saat menikmati kepolosan tubuh Jero. "Ternyata... Lumayan juga," Aleeza terlena.
"Lepaskan rantai ini." Akhirnya yang maharaja Jero bersuara juga, walaupun hanya tiga kata, pun dengan nada yang dingin dan menusuk. Mendengar suara berat itu sungguh membuat Aleeza tidak sabar menantikan desahan yang akan keluar dari bibir Jero.
"Bukan rantainya, sayang. Tapi pakaianku yang harusnya dilepas," balas Aleeza diiringi kedipan genit.
Simpul lingerie hitamnya dengan mudah melorot dalam sekali tarikan. Menyisakan celana dalam yang juga padu dengan warna lingerie-nya. Aleeza yakin, sedari tadi Jero bisa menatap betapa sintal gunung kembar miliknya di balik pakaian tipis yang ia gunakan. Pria normal lainnya pasti akan menyesal karena telah menyianyiakan malam demi malam tanpa memeluk tubuh indah ini. Namun jika itu Jero... Aleeza ragu kalau pria itu menyesalinya.
Meliuk erotis, Aleeza merendahkan tubuhnya. Menyejajarkan wajah menatapi garis rahang Jero yang tegas dan menggoda. Ia mengecup beberapa kali. "You...lose." Aleeza terkikik. Bahagia sekali rasanya melihat Jero —dengan tatapan peringatannya— tidak bisa melakukan apapun selain membuang napas kasar. Malam ini Aleeza akan bersenangsenang dengan ikan tangkapannya.
"Aku bilang, lepaskan rantainya, Aleeza," suara Jero semakin dalam, benar-benar memberi peringatan agar Aleeza berhenti bertindak gila.
"Tidak mau!"
Dia sudah bersusah payah merencanakan semuanya untuk membuat si kepala batu ini takluk malam ini, dan Aleeza tidak akan kasih kendor!
"Lagipula, tubuhmu memanggilku, Jero." Aleeza memberi isyarat menatap ke bawah tubuh Jero yang terbuka. Terlihat siap untuk bermain. Mulut pria itu bisa bilang tidak, namun tubuhnya berkata sebaliknya.
Tanpa ingin berdebat lebih lama lagi, wajah Aleeza menjauh ke bawah, menuju titik kelemahan para lelaki, memberikan Jero pelayanan —yang sebenarnya dalam konteks ini adalah, Jero yang melayaninya.
Memang baru pertama kalinya, tetapi Aleeza sudah 24 tahun dan dia tidak sesuci itu untuk tidak tahu cara memuaskan laki-laki. Terimakasih kepada Sean —temannya yang amat liar, karena telah memberikan tontonan video dewasa setiap sedang berkumpul bersama. Sehingga Aleeza dapat mempraktekannya dengan mudah, tentu saja membuang rasa malunya walaupun pipinya bersemu agak malu.
"Sial, Izza." Tahu tubuhnya tidak bisa menolak, Jero memejamkan mata hingga alisnya bertaut. Meskipun dadanya dipenuhi kekesalan, namun ia tetap pria dewasa yang normal. Dan apa yang sedang dilakukan Aleeza di bawah sana membuat kewarasannya mengabur sehingga sulit untuk bisa berpikir jernih lagi.
"Sshh... Ugh!"
Jero baru membuka matanya saat mendengar desahan Aleeza, juga merasakan sensasi kehangatan yang asing namun terasa nikmat. Aleeza memasukkannya sendiri, dan kini wanita itu menggigit bibir bawahnya sembari mengkerutkan kening, terlihat menahan nyeri. Aleeza menatapnya dengan sorot sayu.
"Uh, Jero..." suara Aleeza memanja. Sambil menggigit bibir bawahnya, wanita itu tengah membiasakan diri menerima sensasi aneh yang baru pertama kali ia rasakan. Perlahan, ia menggerakkan pinggulnya, meskipun rasa sakit sedang mendera area kewanitaannya, tetapi katanya ini lumrah, memang beginilah rasanya pertama kali bercinta. Aleeza mengesampingkan rasa sakit itu, mencoba menikmati gerakan tubuhnya yang lambat laun mulai terasa melenakan. "Ini... Luar biasa."
Napas Jero terhembus mencoba tetap sadar. "Lepaskan rantai ini, Aleeza," ulangnya untuk yang ketiga kali. Nadanya tidak sedalam sebelumnya, terdengar sedikit lembut di telinga Aleeza.
"Janji dulu. Jangan pergi."
"Hm."
Ragu-ragu, terpaksa Aleeza melepaskan diri lalu turun dari ranjang dan membuka nakas, mengambil kunci gembok yang menjadi alasan mengapa rantai yang mengekang Jero tidak bisa lepas. Sebenarnya ia tidak yakin dengan arti 'hm' dari jawaban Jero barusan, tetapi cuma pria tidak waras yang mau menghentikan kegiatan nanggung mereka. Apalagi saat tadi melihat Jero menikmati service-nya, Aleeza yakin malam ini akan menjadi saksi bahwa Jero, si lelaki baja yang tahan banting akan pesonanya, akhirnya jatuh juga di bawah kendali Aleeza Hirata Shandjaya.
Tepat dua detik setelah rantai itu lepas, Jero tiba-tiba bangkit mengangkat Aleeza seperti karung beras. Lalu entah bagaimana mulanya, bukan berakhir dengan mimpi indah dalam pelukan kehangatan Jero sampai pagi menjelang, Aleeza berakhir di kamar mandi, sukses terkunci dari luar. Kejadiannya begitu cepat sampai Aleeza tidak bisa mencegahnya sama sekali.
"Jerooo! Buka pintunya!"
"Bersihkan pikiranmu dengan air suci! Wanita gila!"
.
.
***