4. Gentleman

1258 Words
Jonathan Abigail Kusuma, pria 28 tahun berdarah Indonesia keturunan Tionghoa. Keluarganya pindah ke New York saat dia berumur 7 tahun. Ayahnya seorang manager marketing. Oleh karena kegigihannya, Abimana Kusuma pun diangkat menjadi general manager dan sekarang telah menjabat selama hampir 20 tahun di perusahaan properti tebersar di Amerika, The Morning Land. Walau pun hidup di negara bebas, akan tetapi norma-norma dan aturan tetap mengikat pria itu. Jonathan dididik dengan disiplin. Menganut budaya orang Timur yang terkenal akan kesantunan, dan kesopanan. Jonathan sangat menghargai semua norma yang berlaku walau dia tidak tinggal di Indonesia. Seperti yang dia lakukan malam ini. Jonathan sangat berhati-hati. Bahkan dia sangat terpaksa terlibat kontak fisik dengan gadis di depannya. Jonathan bukannya mau sok suci, tapi sekali lagi, ada batasan-batasan yang harus terus dia pertahankan. Dia tidak ingin m*****i semua prinsip yang selama ini mat-matian dia pertahankan. 'No free s*x, no drugs. Little bit for alcohol.' Jonathan bisa menolak wanita, dia juga benci bau n*****a, g***a, walau dia masih sering merokok dan juga sedikit menyukai alkohol. Well ... Jonathan Abigail Kusuma masih lelaki normal dan dia masih manusia. Jangan mengharapkan sesuatu yang sempurna karena kesempurnaan hanya milik Yang Kuasa. "Terima kasih." Jonathan berucap pada seorang pelayan hotel yang telah rela membawakan sebuah wadah berbentuk loyang keramik berwarna putih bersama kotak P3K sesuai permintaan Jonathan. Jo memutar tubuhnya, kali ini dia menatap gadis yang tengah duduk di tepi ranjang king size. "Tunggu sebentar," ucap Jo. Gadis itu menarik bibirnya membentuk senyum simpul kemudian mengangguk pelan. Jonathan langsung menuju kamar mandi. Pria itu menyetel air kemudian mengisi wadah keramik di tangannya dengan air hangat. Setelahnya, Jonathan keluar. Dia menghampiri gadis yang entah siapa namanya, Jonathan tak perlu tahu. "Mmm ...." Jonathan mengulum bibir. Sedikit bingung, bagaimana dia melakukan ini. Maksudnya, jika dia ingin mengobati luka di lutut gadis itu, dia harus menunduk. Tapi ... bagaimana ini, pakaian gadis itu terlalu pendek. "Ck!" Decak kesal dari pria itu. Dia lalu mengangkat kepala, kemudian mengangguk saat dia menangkap sesuatu dengan manik hitamnya. "Maaf." Jonathan terus berucap tidak jelas. Kini, dia menaruh wadah berisi air hangat itu di depan kaki sang gadis. Jonathan bergerak lagi. Dia meraih selimut di belakang. Pria itu mengangkat selimut tebal di belakangnya. Matanya menatap benda itu sambil keningnya mengerut tampak berpikir. Setelah beberapa detik Jonathan lalu menggelengkan kepala. "Terlalu besar," gumam pria itu. Dia menaruh kembali selimut tebal itu. Bergerak lagi dan kali ini dia menuju walk ini closet. "Dapat." Seperti mendapat seribu dolar, mata Jonathan berbinar saat melihat handuk berbulu dari dalam lemari. Bergegas dia keluar dan langsung membuka kain itu kemudian menaruhnya di atas paha gadis di depannya. 'Ini lebih baik,' batin Jonathan. Jonathan menunduk. Berlutut di depan gadis itu. Dia berdecak kesal lagi. Jas di tubuhnya menghalangi gerak tubuh pria itu. Jonathan kemudian melepas jas mahalnya, lalu menaruhnya di samping tubuh gadis itu. Dia menunduk lagi. "Maaf, bolehkah ...." Jonathan mendongak ketika hendak meraih salah satu kaki gadis itu. Gadis di depannya mengangguk. Dia memberikan izin bagi Jonathan untuk melakukan apa pun yang ingin dilakukannya. Si gadis yakin kalau Jonathan tidak akan melanggar batasan. Jonathan melakukannya dengan sangat hati-hati. Meraih pelan-pelan kaki si gadis. Menarik dengan sangat hati-hati sepatu hak tinggi yang tengah dikenakan oleh gadis itu. "Sshhh ...," desis pelan dari gadis bermata bulat itu ketika merasakan sakit yang luar biasa di pergelangan kakinya. "I'm sorry," ucap Jonathan sambil mendongakkan kepala. "Ah ... tidak apa-apa. Hanya rasanya sedikit sakit," ucap si gadis. "Oke, aku akan lebih hati-hati," ucap Jonathan. Dia kembali menunduk. Jonathan berusaha sekeras mungkin untuk membuat gerakan yang begitu pelan. Mengantar kaki sang gadis sampai masuk ke dalam wadah. Terdengar embusan napas panjang dari pria itu ketika kaki sang gaids telah masuk ke dalam wadah. Kini, Jonathan beralih pada kaki kanan si gadis. Entah mengapa Jonathan merasa jika jantungnya berdebar-debar. Terlebih, saat dipikirnya gadis itu mungkin akan meringis lagi. Mendadak Jonathan menjadi gugup ketika tangannya berusaha melepas sepatu hak itu dari kaki sang gadis. Jonathan seolah menghitung dalam hati, secara naluriah dia menutup mata. Ini lebih gugup dari pada melakukan presentasi di depan inevstor. TUK Terdengar bunyi ketukan pertanda sepatu itu telah lepas dan menyentuh lantai marmer. 'Oh ... thank's God.' Jonathan menggeleng pelan sambil mengembuskan napas panjang. Syukurlah, dia berhasil membuka sepatu gadis itu tanpa melukainya. Sementara di atas sana, si gadis tengah menahan senyum. "Tuan, sebenarnya kakiku yang itu tidak sakit." Jonathan langsung mendongakkan kepala. Wajahnya terlihat tercengang. Sedikit berlebihan ekspresi itu, tapi Jonathan merasa jika dia telah khawatir sia-sia. Namun, ekspresi pria itu kembali berubah saat melihat senyum di wajah gadis bermata bulat di depannya. 'Gila, cantik banget ni orang,' batin Jonathan. Dia memalingkan wajah. 'Sialan, mikir apa kamu Jo.' Alam bawah sadarnya seolah muncul dan memberi tamparan keras di pipi pria itu. Jonathan menggeleng dengan kuat. 'Fokus, Jo!' Dia mengangguk lagi. Bergulat dengan pemikiran sendiri itu tidak menyengangkan, Jonathan. Pria Indonesia itu kembali fokus pada sepasang kaki di depannya. Setelah mencelupkan kaki si gadis, kali ini Jonathan berpindah. Meraih kotak P3K lalu mengeluarkan kapas dan alkohol di sana. Dengan cekatan Jonathan menuangkan alkohol ke dalam kapas. Mendongak lagi kepada gadis itu. "Ini akan terasa perih. Apa kamu bisa menahannya?" tanya Jo. Gadis itu hanya mengangguk. Lalu Jonathan kembali menurunkan tatapannya. Sempat ragu saat tangan yang memegang kapas mulai mendekat ke lutut. Dia mengangkat pandang sekali lagi lalu akhirnya mulai menyentuh lutut kanan gadis itu. Sempat terdengar desisan pelan. Sang gadis tengah menutup mata sambil menggigit bibirnya sendiri. Kasur adalah tempat pelampiasan, dia pun mempererat jari-jarinya di sana. "Tahan sebentar, ya." Jonathan masih berhati-hati membersihkan lutut yang tergores itu. Meniupnya, berharap itu bisa mengurangi sakit yang dirasakan gadis itu. Setelahnya, Jonathan mengoleskan saleb antiseptik ke lutut gadis itu. "Selesai ...." Jonathan bernapas panjang setelah itu. Dia tersenyum sambil mengibaskan kedua tangannya. Oh ... akhirnya, menit-menit menenggangkan itu telah berlalu. Jonathan lalu mengangkat tubuhnya dari lantai. "Terima kasih banyak, Tuan." Jonathan merengut. Dia menggeleng setelah itu. "Sepertinya kita seumuran, tidak perlu memanggilku Tua. Lagi pula kau bukan kariyawanku," ucap Jonathan. Dia menunduk untuk mengambil kotak P3K. Berbalik lalu menaruh kotak itu di atas meja persegi panjang dekat pintu masuk. Jonathan kembali menghampiri gadis itu. Ada sofa berbentuk persegi di depan ranjang dan Jonathan membawa bokongnya untuk bersandar di sandaran sofa. Menjulurkan kaki lalu melipat tangan di d**a, Jonathan kembali menatap gadis di depannya. "Apakah ada perubahan?" tanya Jo. Gadis itu menarik senyum simpul lalu dia mengangguk. Gadis itu menunduk. Menatap kedua kakinya lalu perlahan mulai memberanikan diri untuk menggerakan kaki kirinya. Perlahan-lahan wajah gadis itu mulai membentuk senyum. "Wow ...." Dia menggeleng. Hampir tidak percaya jika pengobatan seperti ini bisa berhasil. "Bagaimana?" tanya Jonathan. Gadis itu lalu mengangkat pandangannya. Dia menatap manik hitam di depannya sambil memberikan senyum terbaik. "Masih agak nyeri, tapi tidak seperti sebelumnya." Jonathan tersenyum mendengar jawaban itu. "Terima kasih sekali lagi, Tu-" "Jonathan," tukas Jo. Gadis itu terdiam. Mulutnya menganga, tertahan di sana sambil mata bulatnya masih mengamati pria itu. "Jonathan," ucap gadis itu. "Terima kasih banyak, Jonathan." "Your welcome." Jonathan menarik dirinya dari sandaran kursi. Dia ingat jika dia harus segera pergi. "Oh ya, kau bisa memakai kamar ini. Untuk malam ini, beristirhatlah di sini. Kau bisa menyerahkan kuncinya pada resepsionis." "Ah tidak, ummm ... sebenarnya, aku ingin pulang saja. Maksudku ...." Gadis itu kembali mengulum bibir. Menimbang dalam hati apakah dia harus melanjutkan kalimatnya, tapi sepertinya tidak ada cara lain. Untuk kembali ke bawah sana sepertinya dia belum bisa melakukan itu. Sang gadis begitu ragu jika kakinya bisa berjalan normal dalam waktu lima menit. "Bisakah ... aku ...." Gadis itu memalingkan wajah. "Katakan saja," ucap Jonathan. Gadis itu mulai membuatnya penasaran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD