8. Senyuman Ardaffin

1233 Words
Seminggu berlalu dengan cepat, artinya ini juga menjadi hari terakhir pertandingan futsal antar SMA yang diselenggarakan di SMA Garuda. Melewati satu minggu yang penuh perjuangan. Namun perjuangan itu tidak sia-sia, tim futsal SMA Trisatya berhasil memasuki babak final untuk memperebutkan juara pertama. Sore nanti akan menjadi akhir dari semua jerih payah para anggota futsal SMA Trisatya. Dan membuat beban Ardaffin sedikit berkurang. Sekarang tim futsal SMA Trisatya sedang berkumpul di lapangan futsal indoor yang ada di sekolah, mereka telah melakukan sesi latihan terakhir. Dengan seragam futsal yang sedikit basah karena keringat, mereka semua duduk dengan posisi melingkar di atas lantai lapangan. Mendengarkan seorang pelatih berkacamata yang terlihat akan berbicara. "Hari ini jadi hari terakhir pertandingan yang kita ikuti. Saya harap kalian semua bisa melakukan yang terbaik." Pelatih itu—Surya—tahu bahwa tanpa diminta pun anak-anak didiknya akan berusaha melakukan yang terbaik untuk pertandingan futsal tersebut. Para anggota futsal bergender laki-laki itu mengangguk. Melihatnya Surya kembali berucap, "yang penting kalian sudah berusaha semaksimal mungkin, mau menang atau kalah itu urusan nanti. Kalian siap kan?!" "Siap coach!!" Para anggota menjawab serentak, membuat suara mereka bergema di dalam sana. Surya tersenyum seraya mengangguk. Salah satu anggota tim futsal—Roy namanya—mengangkat tangan kanannya. "Coach, gimana strategi kita buat pertandingan nanti sore?" Pelatih futsal itu kini menjelaskan tentang bagaimana strategi yang akan mereka lakukan saat pertandingan. Semua orang di sana memperhatikan setiap perkataan Surya dengan raut wajah serius, kecuali Ardaffin. Telinga Ardaffin memang mendengarkan perkataan dari pelatihnya, tapi tidak dengan pikirannya. Saat ini pikirannya sedang terisi oleh gadis yang disukainya. Selama satu minggu bertanding laki-laki itu selalu mendapati para murid SMA Trisatya dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas yang datang untuk memberi dukungan kepada timnya. Namun Ardaffin tidak menemukan keberadaan Dhemayra di antara jejeran bangku penonton yang berisi para pendukung SMA Trisatya. Laki-laki itu melihat Vrisya dan Eletha yang beberapa kali menonton pertandingan futsal, tanpa kehadiran gadis berambut pendek yang disukainya. Dhemayra tidak pernah sekalipun menonton pertandingan yang diikuti oleh Ardaffin. Ardaffin sedikit kecewa dengan hal itu. ??? Di pagi hari minggu yang cerah ini Dhemayra dan Vrisya memutuskan untuk mengunjungi rumah Eletha. Mereka berdiri di depan pintu bangunan minimalis lantai dua yang di d******i dengan cat warna abu-abu. Tangan Vrisya memencet bel yang ada di samping pintu. Menunggu beberapa saat sebelum ada orang yang membukakan pintu. Kepala Vrisya menoleh ke belakang, menatap Dhemayra yang sedang sibuk memainkan ponselnya. Ceklek. Suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatian Vrisya. Gadis dengan rambut panjang yang diikat satu itu menatap ke arah pintu. Bukan Eletha yang menyambut kedatangan mereka berdua, tapi… "Bang Elthan," Vrisya mengerjap pelan. Setahunya kakak dari Eletha itu sedang menginap di kosan temannya. Sejenak Dhemayra terdiam kaku kala mengetahui bahwa bukan Eletha yang menyambut mereka. Perlahan Dhemayra mengangkat wajahnya, tatapannya bertemu dengan Elthan. Dhemayra langsung mengalihkan pandangan, memasukkan ponselnya ke dalam kantong hoodie yang dipakainya. Elthan mengangkat tangan kanannya dengan kaku, menyapa dua gadis yang merupakan teman dari adiknya. "Hai," Elthan menyapa seraya memasang senyum canggung. Entah mengapa laki-laki itu sangat gugup sekarang. Elthan menurunkan tangannya, matanya sedikit melirik ke arah Dhemayra yang berjarak sekitar satu setengah meter di depannya. "Gimana kabar kalian?" "Kita baik kok, Bang." Vrisya menjawab, mewakili Dhemayra yang mungkin tidak akan membuka suaranya. Elthan mengangguk. "Kalian pasti mau ketemu sama Eletha, ayo masuk." Elthan membuka pintu dengan lebar. Vrisya mensejajarkan tubuhnya dengan Dhemayra. Vrisya mengangkat lengan hoodie yang menutupi telapak tangan Dhemayra. Vrisya lalu meraih telapak tangan yang basah oleh keringat dingin itu ke dalam genggamannya. Menuntun Dhemayra berjalan memasuki rumah Eletha. Elfran meminggirkan tubuhnya, memberi akses kedua teman adiknya untuk masuk ke dalam rumah. "Tunggu di sini ya," Elthan menunjuk sofa ruang tamu berwarna merah maroon, menyuruh Dhemayra dan Vrisya agar duduk di sana. "Abang mau panggil Eletha dulu," setelah mengatakan itu Elfran pergi naik tangga menuju lantai dua. Berbeda dengan Eletha yang tidak bisa diam dan memiliki suara seperti toa mesjid, Elthan justru mempunyai sifat kalem dengan suara lembut yang bisa membuat semua gadis meleleh bagai mentega yang dipanaskan. Memiliki mata sipit seperti adiknya dan model rambut membuat Elthan semakin mirip dengan aktor asal Korea. Dhemayra dan Vrisya mendudukkan diri di sofa ruang tamu tersebut. Genggaman tangan mereka berdua belum terlepas. Vrisya membawa genggaman tangan mereka ke pangkuannya. Gadis itu merasakan tangan Dhemayra yang masih mengeluarkan keringat dan sedikit tremor di dalam genggamannya. "Gue takut Sya," Dhemayra berucap lirih. Vrisya mengelus punggung tangan Dhemayra yang ada di pangkuannya. "Selama ada Vrisya di sini, dia nggak akan bisa gangguin Dhemayra. Percaya sama Vrisya ya?" Vrisya menatap kedua mata sahabatnya dengan tatapan penuh keyakinan. Dhemayra menggigit bibir bawahnya, mengambil nafas panjang dan kepalanya perlahan mengangguk. "Lagi pada ngomongin apaan nih?!" Dhemayra dan Vrisya menatap Eletha yang sudah mendudukkan tubuhnya di samping Dhemayra. Penampilan Eletha bisa dibilang cukup berantakan. Eletha memakai baju tidur warna merah muda yang bergambar beruang kutub dan rambutnya terlihat acak-acakan, sepertinya Eletha tidak menyisirnya. Oh iya! Ada sedikit bekas air liur di sudut bibirnya. Belum mandi nih pasti. "Kebiasaan deh lo! Jam segini belum mandi juga." Vrisya menggelengkan kepalanya, padahal ini sudah jam sembilan pagi. Gimana nanti kalau Ardaffin liat? Doi ilfeel kagak ya? Eletha menguap lebar, tanpa menutup mulutnya. "Gue mager Sya." Vrisya berdecak sebal, "serah lo deh." Eletha menyelipkan anak rambut ke telinga, merapatkan tubuhnya menghadap Dhemayra dan Vrisya. "Nanti sore pokoknya kita harus nonton pertandingan futsal!!" Dhemayra melirik Eletha sebentar. "Gue gak mau." "Kalau Dhe nggak ikut, gue juga gak mau ikut nonton." Vrisya mengapit lengan Dhemayra dengan kedua tangannya. Eletha memasang wajah cemberut, "kok gitu sih!!" Gadis yang belum mandi itu menggoyangkan lengan kiri Dhemayra seraya menghentak-hentakan kedua kakinya, "ayolah Dhe, gue mau liat Daffin." "Nggak usah maksa orang ya lo!" Vrisya menatap Eletha dengan kesal. Eletha tidak memperdulikan ucapan Vrisya terus merengek memohon agar Dhemayra ikut menonton pertandingan futsal yang diikuti Ardaffin. Sudah lama mereka bertiga tidak berkumpul bersama-sama. Eletha merindukan setiap momen ketika mereka pergi jalan-jalan bersama. Vrisya menyenderkan kepalanya ke pundak Dhemayra, lelah mendengarkan semua ocehan tidak bermutu dari Eletha. Sedangkan Dhemayra terus diam memperhatikan lantai yang dialasi karpet. Eletha meniup poni tipisnya. Jika Dhemayra tidak luluh juga, Eletha akan mengeluarkan jurus andalannya yang selalu sukses membuat Dhemayra luluh. "Lo gak sayang sama gue, Dhe?" Vrisya memutar bola matanya, lagi-lagi Eletha mengeluarkan jurus yang selalu sukses membuat Dhemayra luluh. Entah apa sebabnya. Padahal itu hanya sebuah pertanyaan biasa, tapi bagi Dhemayra pertanyaan itu memiliki sebuah arti yang penting untuknya. Dhemayra memandang Eletha yang kini menatapnya dengan wajah cemberut. "Nanti sore kita nonton futsal, ya?" * * "Kita duduk di sana aja," Eletha menunjuk deretan kursi penonton yang berada di barisan paling atas. Kursi-kursi penonton yang ada di bawahnya sudah terisi oleh para murid SMA Trisatya. Setelah acara bujuk membujuk akhirnya Dhemayra setuju untuk menonton pertandingan futsal. Tiga gadis yang bersahabat itu duduk di kursi, posisinya Dhemayra berada di tengah. Mata Eletha bergerilya ke seluruh penjuru lapangan futsal indoor SMA Garuda, mencari keberadaan laki-laki pengisi hatinya. Akhirnya Eletha menemukannya, di seberangnya para anggota futsal SMA Trisatya sedang berkumpul di dipinggir lapangan. Ardaffin juga ada di sana pastinya. Eletha terus memperhatikan Ardaffin, sampai saat laki-laki itu menoleh dan menatap ke arah kursi penonton yang ditempati Eletha saat ini. Eletha melebarkan matanya terkejut, Ardaffin tersenyum seraya menatapnya? Eletha mengerjap, gadis itu menyenggol lengan Dhemayra dengan sikunya. "Woi woi, Ardaffin lagi senyumin gue!" Dhemayra dan Vrisya saling tatap, mengalihkan pandangan mereka ke arah Ardaffin yang ternyata memang sedang tersenyum. * *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD