6. Kesialan yang bertubi-tubi

1323 Words
Gadis yang menggunakan dress hitam itu ternganga melihat taman belakang yang dimaksud oleh Mulan. Persetanan dengan taman, alih-alih seperti taman bangunan itu malah terlihat seperti rumah kaca dimata Aca. Kedua wanita itu berjalan masuk ke sana setelah mengganti sendal mereka dengan boots serta mengenakan sarung tangan yang sudah disediakan di sana. "Kalau Aca, suka bunga apa?" Tanya Mulan pada gadis yang masih memperhatikan isi rumah kaca miliknya. "Mawar putih, tante." Jawab gadis itu sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Jujur saja, Aca tak tahu banyak soal bunga. Tanaman yang berbagai warna dan jenis itu tak terlalu menarik perhatian Aca. Sekarang saja, gadis itu tengah merapalkan do'a di dalam hatinya agar Mulan tak menanyakan makna dari bunga tersebut. "Kamu tahu arti mawar putih apa, Ca?" Shit! Aca berdecak kesal di dalam hatinya. Sekarang gadis itu sadar bahwa dirinya sependosa itu, membuat apa yang tidak di inginkannya selalu terjadi, seperti saat ini. Mulan, wanita berumur lima puluh tujuh tahun itu melihat raut kebingungan pada wajah Aca. Apa pertanyaan yang ia berikan terlalu sulit. "Maaf tante, Aca nggak tahu. Aca suka karena bunganya bagus aja dimata Aca. Sekali lagi, maaf tante." Jawab gadis itu dengan bibir melengkung ke bawah. Banyak pikiran negatif yang menyerbu benak Aca. Apa dia sudah gagal bahkan di tahap pertama? Apa Mulan tidak akan merestui pernikahan mereka? Lalu bagaimana dia akan bertanggung jawab atas tingkah gila mama-nya?! Hanya menikah jalan satu-satunya. "Eh, gapapa Aca. Tante tanya doang kok. Tante pikir Aca tahu, kalau nggak tahu juga gapapa. Tente juga nggak tahu kok." Ujar Mulan kelabakan saat melihat raut wajah Aca yang sudah tak ceria lagi. Gadis itu mengangguk. Dia tak puas dengan respon Mulan, dia tahu wanita itu berbohong padanya. Mana mungkin orang yang suka bunga bahkan sampai memiliki rumah kaca tak tahu dengan makna bunga yang sering muncul itu. Aca tahu, Mulan hanya berbohong untuk memperbaiki suasana hatinya. Oleh karena itu ia tidak suka. "g****k lo Ca! Arti bunga aja kagak tahu!" Batinnya merutuki diri sendiri. Tangan Aca yang ingin memukuli kepalanya sendiri terhenti di udara karena seseorang memegangnya. "Pulang." Aldo, pria yang menghentikan kebiasaan buruk Aca memukuli kepalanya sendiri, lagi-lagi Aldo. Entah sejak kapan pria itu datang menghampiri mereka. "Kamu tuli? Saya bilang pulang." Ujarnya lagi dengan wajah datar saat melihat tak ada respon dari Aca atas ucapan sebelumnya. Aca menggerak-gerakkan tangannya seolah menyuruh Aldo menunduk. Aldo yang mengerti sedikit membukukkan badannya, dan setelahnya Aca berjinjit menepis perbedaan tinggi mereka yang cukup kentara. "Om, kok pulang sih? Aca kan belom dapet bunganya!" Bisak Aca ke telinga Aldo. Aldo yang menyadari jarak mereka terlalu dekat langsung menegakkan badannya. Mulan yang memperhatikan gerak-gerik kedua manusia itu sedari tadi mati-matian menahan senyumnya. Entahlah, pria yang biasanya begitu keras kepala langsung menurut pada apa yang diintruksikan oleh Aca, lucu pikirnya. "Kami pamit." Ujar Aldo singkat lalu pergi dari sana melepaskan tangan Aca yang sedari tadi tanpa sadar masih dipegangnya. "Loh, kok ditinggal? Kalau gitu Aca pamit tante. Ntar kalau Aca udah tahu arti bunganya Aca kasih tahu tante, oke?" Ujar Aca sedikit mengeluarkan bakat rap-nya karena punggung Aldo yang terlihat semakin jauh. Mulan mengangguk, gadis itu kembali mencium punggung tangannya. Lalu berlari kecil hendak keluar dari kawasan rumah kaca itu mengejar Aldo yang sudah tak terlihat. Bukk! Namun malangnya, Aca malah terjatuh menubruk lantai rumah kaca yang dilapisi beton itu. "Aca, hati-hati dong. Kamu gapapa kan?" Tanya Mulan menghampiri Aca panik. Gadis itu sangat kurang berhati-hati pikir Mulan, baru beberapa langkah gadis itu berlari dia sudah jatuh saja. "Astaga, Aca lutut kamu berdarah. Ayo kita obatin di dalam dulu." Ujar Mulan semakin panik. Saat menolong gadis itu berdiri dia melihat noda darah yang cukup banyak di lutut kanan Aca. Seberapa keras gadis itu terjatuh? "Gapapa tante, Aca obatin di rumah aja. Duluan tante." Ujar gadis itu sebelum berlalu pergi dari sana, meninggalkan Mulan sendirian yang masih dalam keadaan panik. "Sialan! Boots b*****t! Gue kan malu anjir! Mana jatuhnya depan camer lagi! Tailah!" Gadis itu menggerutu di sepanjang jalannya. Sesekali ia mengumpati boots yang ia kenakan di kakinya. Ukuran boots yang lebih besar dari kakinya itu adalah tersangka utama yang membuatnya jatuh. Rasa nyeri dan perih di lutut Aca tidak terlalu terasa karena rasa malu yang ia terima. ... "Lama." Ucap Aldo saat Aca masuk ke dalam mobil. Sudah lebih dari lima belas menit pria itu menunggu, akhirnya gadis yang duduk di sebelahnya saat ini menampakkan diri. Aca tak menghiraukan ucapan menyebalkan yang dilontarkan oleh Aldo. Gadis itu fokus menahan rasa sakit karena kesialan yang menimpa dirinya. Dimulai dari mulas yang sedari tadi ia tahan, rasa perih dan nyeri yang menyerang lututnya, dan sekarang dengan sialnya gadis itu juga merasa lapar. "Ini kalau suara kentut keluar terus tiba-tiba perut gue keroncongan, malunya minta ampun babi!" Gadis itu terus memegangi perutnya, kembali merapalkan do'a. Matanya sesekali melirik ke arah kaki kanan, memastikan tidak ada darah yang mengalir di sana. Dia tidak ingin menambah rasa malu kalau Aldo tahu bahwa dirinya jatuh saat mengejar pria itu. Mau ditaruh dimana mungka Aca?! "Felix, nyalakan AC." Perintah Aldo saat melihat beberapa butir keringat mengalir di pelipis Aca. "Sialan! Sekarang gue malah pengen pipis juga!" Ujar Aca di dalam hati beberapa saat setelah Felix mengikuti perintah Aldo. "Fe-Felix, matiin AC nya." Ucap Aca sembari memejamkan mata, mati-matian menahan hajatnya. Felix menurut setelah mendapat satu anggukan dari Aldo. Sialan, pria itu hanya mendengarkan perintah bosnya. "Felix, kalau di depan ada mini market berhenti ya, gue mau ke-" Prottt! Keadaan di dalam mobil yang hening membuat suara kentut itu terdengar dengan jelas. Aldo bahkan refleks menutup hidungnya dengan jari telunjuk kirinya. Aca, wanita pemilik kentut itu kembali merasa malu. Gadis itu menunduk menyembunyikan wajah yang sudah semerah tomat. "Felix, stop." "Tak apa nona, di depan sana ada pom bensin. Anda bisa menggunakan wc di sana." Ujar Felix sedikit melirik Aca yang masih menunduk melalui spion. "Lo budek?! gue bilang stop!" Mobil seharga rumah itu terhenti di bahu jalan karena teriakan Aca. Gadis itu tahu dia sedikit tidak tahu diri sekarang, namun rasa malu yang memuncak itu tak tertahan lagi oleh Aca. Gadis itu ingin pergi, ingin menghilang dari sana. Brakk! Aca keluar dari mobil itu, membanting pintu dan sedikit berlari kecil agar segera menjauh dari sana. Gadis itu tak tahu kemana rasa malu ini akan dia sembunyikan. Di dalam mobilnya Aldo berdecak kesal. Drama sekali pikirnya, selain tidak sopan tidak ada yang salah dengan kentut dihadapan orang lain. Bukankah gadis itu berlebihan? Aldo tak punya waktu untuk drama murahan seperti ini. "Felix, jalan." Ujarnya membuat mobil seharga rumah itu kembali melaju di atas aspal. "Maaf tuan, apa tidak berbahaya menurunkan nona Aca di pinggir jalan seperti ini?" Tanya Felix takut-takut. Dia sedikit kasihan pada Aca, ingin menolong tetapi segala keputusan ada di tangan Aldo, bosnya. "Siapa yang menurunkannya? Kau tidak lihat dia sendiri yang ingin turun?" Tak ada yang salah dari respon Aldo. Salahkan ekspetasi Felix yang terlalu besar. Bisa-bisanya pria berkaca mata itu berharap agar bosnya menyusul Aca. "Kalau kau kasihan, turun dan susul dia Felix." Ujar Aldo yang menyadari bahwa sekretarisnya itu masih merasa bersalah pada gadis banyak drama itu. "Tidak, maaf tuan." Balas Felix dibalas satu anggukan oleh Aldo. Felix tahu dengan pasti, bahwa jika dia turun dari mobil ini dan menyusul Aca, maka surat pemecatanlah yang akan menunggunya. "Kalau begitu, fokus mengemudi." "Baik, tuan." Lebih dari lima menit Aca meninggalkan mobil itu tapi tak ada yang berubah selain dirinya yang tak berada di sana. Suasana masih saja hening, hanya suara kertas yang dibalik terdengar karena pria berusia dua puluh sembilan tahun itu kembali sibuk dengan berkas-berkas miliknya. Ting! Notifikasi pesan itu mengganggu perhatian Aldo. Pria itu merogoh saku bagian dalam jasnya mengeluarkan benda pipih dari sana. "Tante Mulan, tumben sekali mengirim pesan." Gumamnya di dalam hati sedikit tak suka melihat nama kontak yang mengirim pesan pada ponselnya. "Felix, putar balik. Cepat!" Ujaran Aldo yang tiba-tiba sedikit membuat Felix kaget. Kenapa pria itu terlihat buru-buru? Apa ada yang salah dari pesan yang diterimanya, sehingga membuat Aldo sepanik itu? ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD