The ruler's smile

904 Words
Ungkapan Artus yang tegas membuat John Smith begitu murka. Dari netra biru seindah safir itu berkobar amarah. Wajahnya memerah, pertanda bahwa kini aliran darah terpompa dengan kekuatan penuh di sana. Artus sadar, kini dia dalam kondisi yang sangat berbahaya. Ibarat seekor domba yang terperangkap di kandang macan. Nyawanya benar-benar berada di ujung tanduk. Walau seperti itu, dia tak gentar. Arthus tetap pada pendiriannya. Dalam sebuah penelitian pun ada aturan yang mengikatnya. Sebuah peraturan dunia yang tidak bisa dia langgar. Dan hal itu berkaitan dengan kelangsungan dan keseimbangan bumi. Jika tak ada peraturan yang mengekang, bahkan jika cloning dibebaskan, mungkin hanya ada manusia serba sempurna di bumi. Semua bertumpu pada rasa ego yang akhirnya memusnahkan bumi akibat keserakahan. Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai ragam, pastinya karena suatu maksud yang tak bisa diukur dengan akal manusia, tapi bisa dirasakan dengan hati nurani. Semuanya dengan tujuan yang berkaitan dengan segala kebaikan. Jika saja tak ada manusia bodoh, maka semua manusia akan merasa benar dan tak pernah salah. Mengakibatkan rasa syukur di hati manusia akan terkikis oleh keangkuhan yang nyata. Menjadi percikan api yang menciptakan perpecahan. Perbedaan pola pikir yang sama-sama merasa benar menjadi awal sebuah peperangan dan hancurnya generasi manusia. Inilah dasar mengapa cloning dilarang oleh pengadilan dunia. John Smith. Sang penguasa tanpa tahta. Patut dikatakan raja tanpa mahkota. Sungguh ungkapan Artus membuat harga dirinya diinjak-injak. Selama ini tak ada yang berani melawan ataupun menentang keinginannya. Dan hari ini, dia justru menerima penolakan. Penuh amarah pria itu melempar racun King Kobra di tangannya. Membuat racun hijau itu tercecer di lantai. Menciptakan aroma kental yang mematikan. Membuat nafas terasa sesak. Beruntung ruangan ini difasilitasi exhaust heksos berkekuatan tinggi, membuat uap racun segera dibuang ke alam bebas. Sedangkan Artus, hanya bisa duduk di kursi listrik dengan tubuh gemetar. Atmosfer di sekitarnya terasa sangat dingin. Terlebih lagi saat melihat pergerakan John Smith yang mendekat ke arahnya. Dan kini dia merasakan sebuah benda dingin menempel di pelipisnya. Artus paham betul benda apa itu. Yang jelas benda itu adalah benda berwarna silver dengan kekuatan super untuk membunuh manusia dalam hitungan detik. Sekali saja pelatuknya dilepas, maka malaikat maut langsung datang menjemput. “Ingin sekali saya berikan sebuah timah panas di otak anda ini. Tapi sayang, saya masih butuh otak anda yang luar biasa ini untuk menciptakan hal yang sangat saya butuhkan. Jadi saya pikir, bagaimana kalau timah ini menjadi hadiah untuk istri dan putri anda saja?” tanya John Smith dengan senyuman evilnya. Sedangkan Artus masih diam membisu. Semuanya bagaikan buah simalakama. Jika dia tak mau melakukan apa yang diinginkan pria itu, maka wanita yang dicintainya akan mati. Tapi jika dia melakukan apa yang dinginkan pria itu, maka dunia akan hancur. “London Street apartement, kamar nomor 3223. Maria Arthus hidup bersama putri angkatnya yang bernama Elena Arthus,” ucap John Smith sukses membuat Arthus terpaku. Raut wajah Arthus tiba-tiba pucat, seolah tak ada aliran darah yang mengalir di sana. Pria itu terdiam seribu bahasa dengan pikiran yang amat sangat kacau. Hanya bisa menatap wajah John Smith dengan penuh kebencian. Tapi apalah daya, tangan dan kaki yang terikat membuatnya semakin tak berdaya. Kini John Smith menunjukkan sebuah remote control yang bisa dia gunakan untuk memerintah mesin canggih. Sebuah kursi listrik yang mampu memberikan sengatan ratusan joule pada sosok yang duduk di atasnya. Arthus sangat paham, remote apa yang dipamerkan oleh pria evil di hadapannya. Tapi saat ini dia hanya bisa pasrah. Menikmati apapun yang akan dilakukan pria itu terhadapnya. “Sekarang kau tinggal pilih, mati dengan kursi listrik ini atau keluargamu yang mati karena timah panas anak buahku.” Senyum penuh kemenangan itu terbit saat John Smith mengungkapkannya. Membuat Sang mangsa diam tak berkutik. “Saya tahu, anda pasti lebih memilih mati kan?” tanya John Smith menatap tajam ke arah tawanannya. Sedangkan Arthus hanya dia membisu dengan wajah pucat. Pikiran pria itu berkelana. Tapi jujur, mati adalah jalan terbaik jika tak ada pilihan lain. “Tapi tenang. Jika anda mati di tangan saya, tentu saja saya tak akan membuat anda mati dengan mudah. Anda akan mati karena siksaan, bukan karena senapan,” ucap John Smith. “Dan satu lagi. Saya tak akan membunuh Anda sebelum Anda melakukan apa yang saya inginkan. Ingat nyawa keluarga anda di tangan saya,” ucap John Smith mengancam. John Smith mengecup ujung senapan dengan bibirnya yang hitam. Sedang tatapan lurus pada wajah pucat Arthus. Lagi-lagi Arthus melihat senyum iblis yang tercipta di wajah John Smith. Senyum khas sang penguasa yang bisa melakukan apapun hanya dengan menjentikkan jarinya. Betapa malangnya dia jatuh ke markas ini. Bagaikan seekor kancil yang cerdas tapi tersesat dan masuk ke kandang buaya tanpa ada jalan keluar. Bahkan kecerdasan yang dia miliki pun tak mampu menyelamatkan nyawanya. DOR... Suara pelepasan timah panas pun berbunyi nyaring. Suaranya begitu memekakkan telinga. Hingga meninggalkan dengung yang nyata. Rupanya John Smith melepaskan peluru panasnya ke sembarang arah. Beruntung tak ada sosok yang terkena imbas dari peluru itu. Hal itu sukses membuat Arthus semakin gemetar dalam diam. Keringat dingin bercucuran deras. Bukan karena takut mati. Tapi dia takut akan keselamatan dua wanita yang dicintainya. Istri dan putri angkatnya. "Anda bisa bayangkan jika peluru ini mampir di tubuh istri dan putri angkat anda. Kira-kira apa yang akan terjadi?" tanya John Smith dengan tatapan mengejek. Sukses membuat bibir Arthus gemetar. Menahan murka yang teramat sangat. Namun dia tak berdaya. Tubuhnya terikat begitu kuat. Senyum sang penguasa itu terbit. Seperti matahari yang begitu panas membakar bumi. Siap menghancurkan apapun yang dilihatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD