Bab 1 - Pintu Hati Yang Tertutup

1144 Words
“Menikahlah denganku!” Tristan Rahardian bertekuk lutut di hadapan wanita pujaannya. Tangannya mengenggam sebuket bunga mawar merah yang indah yang ia serahkan ke tangan wanita itu. Sebuah anggukan kecil ia terima darinya, lalu ia pun mengeluarkan cincin bertahtakan berlian yang telah ia persiapkan sebelumnya dan menyematkannya di jari manis wanita terkasihnya itu. Senyuman mengembang lebar di bibir Tristan. Ia pun bangkit dan memeluk wanita itu dengan erat, lalu memangkas sedikit jarak mereka agar ia bisa memberikan kecupan hangat di bibir wanita itu. “Jadilah wanitaku sepenuhnya malam ini, Helena,” ucap Tristan dengan suara yang dipenuhi hasrat yang membara. Ketika ia hendak meraup bibir manis nan menggoda kekasih hatinya itu, tiba-tiba saja sebuah tamparan keras melayang di pipinya. Tristan langsung tercengang dan perlahan menoleh ke arah Helena dengan bingung. “Sa-Sayang, kenapa kamu—” Sebelum ia sempat mempertanyakan kebingungannya, wanita itu kembali melayangkan tamparan. Kali ini tamparan tersebut terasa sangat nyata hingga akhirnya ia terbangun dan tersadar dari mimpinya itu karena terjatuh dari ranjangnya. Manik matanya terbuka lebar. Memandang langit-langit kamar yang tidak lagi asing di dalam ingatannya. Ia pun menghela napas lega dan bergumam, “Untung saja cuma mimpi.” “Apanya yang cuma mimpi? Apa kamu masih memiliki waktu untuk bermimpi di sini?” Suara wanita pujaannya tiba-tiba terdengar di telinganya. Tristan bergegas bangkit dan menemukan Helena yang telah berdiri di ambang pintu kamarnya yang telah terbuka lebar. “Selamat pagi, Sayang,” sapa Tristan seraya mengembangkan senyuman hangat di wajahnya. Helena Amelia memutar bola matanya dengan malas. Ia menatap lurus d**a bidang yang tidak tertutup sehelai kain pun, lalu memalingkan wajahnya dengan cepat. Tristan tersenyum smirk, lalu memasang pose yang menawan dengan bersandar pada kusen pintu untuk memamerkan keindahan otot tubuhnya kepada wanita itu. Namun, sayangnya, Helena tidak memiliki minat sedikit pun terhadap dirinya. Dengan ekspresi dingin yang selalu ditunjukkan pada pria itu, Helena berkata, “Kamu masih ingat kan pembicaraan kita semalam? Berkemaslah sekarang. Hari ini adalah hari terakhirmu tinggal di sini.” Seolah tertampar dengan kenyataan tersebut, Tristan langsung bergegas mengikuti langkah Helena yang telah berjalan pergi dari depan kamarnya. “Tu-Tunggu dulu, Helena. Bukankah semalam kamu bilang masih akan mempertimbangkan hal ini? Kenapa pagi ini kamu tiba-tiba saja berubah pikiran?” selidiknya. Tristan tidak akan membiarkan Helena mengusirnya dari apartemen itu. Sudah satu minggu lamanya ia tinggal bersama satu atap dengan mantan kekasihnya tersebut. Ya, Helena Amelia adalah mantan kekasihnya dulu. Hubungan mereka kandas tujuh tahun yang lalu karena sebuah kesalahan yang dilakukan Tristan kepada wanita itu. Akan tetapi, bertemu kembali dan mendapatkan kesempatan agar bisa bersama Helena tidak akan pernah Tristan lepaskan begitu saja. Meskipun baru tinggal bersama satu minggu dengannya, Tristan menyadari bahwa perasaannya kepada Helena tidak pernah berubah. Ia ingin mendapatkan kembali hati wanita itu meskipun hal itu tidaklah mudah, mengingat luka yang pernah ia torehkan dulu kepada wanita itu. Demi bersamanya, Tristan rela melepaskan kehidupan mewah yang selama ini ia jalani. Sebagai putra tunggal keluarga Rahardian yang tersohor, tidak ada wanita yang tidak kagum padanya. Banyak wanita yang rela melemparkan tubuh mereka demi mendapatkan hatinya. Akan tetapi, Helena bukanlah wanita yang memandang materi. Apalagi rela memberikan hatinya dan raganya kepada Tristan. Jika saja Helena bisa ditaklukkan dengan materi, mungkin Tristan tidak akan semenderita ini. Walaupun harus meninggalkan kemewahan yang diberikan orang tuanya, Tristan tetap akan bertahan di apartemen sederhana milik Helena hingga wanita itu memberikan hatinya kembali. Apalagi ada sosok kecil yang menjadi alasan terbesar untuknya tetap bertahan di sana. Siapa lagi kalau bukan Nayra Azzahra, putri kandungnya dengan Helena. Akibat gosip yang beredar di luar bahwa putri yang dibesarkan Helena adalah putri kandungnya, Tristan diusir oleh kedua orang tuanya karena ia tidak mau membantu mereka untuk merebut Nayra dari tangan Helena. Ia sudah berjanji kepada wanita itu bahwa ia akan melindungi Nayra dari kedua orang tuanya. Sayangnya, orang tua Tristan—Sekar Arum dan Wisnu Rahardian— yang sudah sejak lama mendambakan kehadiran seorang cucu di dalam keluarganya tidak bisa membiarkan Nayra begitu saja. Karena Tristan lebih berpihak kepada Helena, orang tuanya pun mengusirnya dan memutuskan segala keuangan yang dimilikinya. Akan tetapi, tindakan mereka justru menjadikan kesempata emas bagi Tristan agar bisa menjalin hubungan kembali dengan Helena. Rasa penyesalan Tristan begitu besar. Ketika Helena memutuskan hubungan dengannya tujuh tahun yang lalu, wanita itu sedang mengandung benih yang ditinggalkannya pada rahim wanita itu tanpa pernah ia ketahui sebelumnya. Oleh karena itu, Tristan tidak akan membiarkan Helena menjalani kehidupannya sebagai seorang ibu tunggal lagi. Ia tidak akan lagi membiarkan wanita itu menanggung bebannya seorang diri. Ia akan menjadi sandaran bagi wanita itu dan memberikan kebahagiaan serta keluarga yang lengkap bagi putrinya. Akan tetapi, selama satu minggu ini wanita itu selalu saja mengabaikannya meskipun Tristan sudah berusaha untuk menunjukkan perubahannya. Tristan tahu jika waktu satu minggu tidaklah sebanding dengan tujuh tahun yang telah ia lewatkan. Namun, ia tidak akan pernah menyerah! “Ini adalah apartemenku. Terserah aku mau menampungmu atau mengusirmu, bukan? Lagipula aku sudah bilang kalau aku akan ‘mempertimbangkannya’, bukan menyetujuinya,” jawab Helena dengan dingin. Terkadang sikap acuh tak acuh wanita itu membuat Tristan geram bukan kepalang. Akan tetapi, ia selalu mengingatkan dirinya untuk tetap menghadapi sikap Helena tersebut dengan kepala dingin. Tristan menghela napas dalam-dalam, kemudian berkata, “Aku tau. Selama satu minggu ini aku sudah banyak menyusahkanmu. Maafkan aku.” Langkah Helena terhenti. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat dan mengepalkan tangannya dengan erat. ‘Dia hanya sedang memanfaatkan rasa ibaku untuk mendapatkan keuntungannya sendiri. Aku tidak boleh lengah!’ batinnya mengingatkan dirinya sendiri. Selama satu minggu ini Helena memang melihat jelas bahwa Tristan sedang berusaha untuk mengubah pribadinya menjadi sosok yang lebih baik daripada sebelumnya. Kedekatan mereka sempat membuat hati Helena lengah, tetapi ketika mengingat perbuatan yang telah dilakukan pria itu tujuh tahun yang lalu, kebenciannya kepada pria itu kembali mencuat. Ada sebuah ketakutan yang sangat besar di dalam hatinya. Helena khawatir jika dirinya luluh terhadap pria itu. Ia khawatir Tristan hanya sekedar ingin membawa Nayra pergi darinya sehingga melakukan hal itu untuk mendapatkan kepercayaan darinya saja, lalu mengecewakannya seperti sebelumnya. “Simpan saja kata maafmu. Berkemaslah. Aku tidak punya waktu untuk menunggumu nanti,” ujar Helena dengan dingin, lalu berjalan ke dapur untuk mempersiapkan sarapannya. Hari ini ia harus menjemput Nayra dan ibunya keluar dari rumah sakit akibat kecelakaan yang dialami mereka dua minggu yang lalu. Tristan memandang punggung Helena dengan lekat. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi untuk membuat dirinya diterima oleh wanita itu. Padahal ia berpikir satu minggu ini Helena bisa melihat perubahannya dan sedikit demi sedikit membuka hati untuknya. Akan tetapi, nyatanya ia masih belum bisa memasuki pintu hati wanita itu. Membukanya saja begitu sulit. Bagaimana bisa memasukinya? Helaan napas panjang pun bergulir dari bibir Tristan. Perlahan sorot matanya menajam, lalu ia melengkungkan sudut bibirnya. ‘Kalau cara halus tidak bisa meluluhkan hatimu, aku akan menggunakan cara sebaliknya. Aku tidak akan membiarkanmu memiliki kesempatan untuk menjauhiku, Helena,’ batinnya dengan ide gila yang terbesit di dalam kepalanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD