9

1509 Words
"Kenapa, Mi?" tanya Kia dengan panik. Tadi ia dan Melodi masih di dapur untuk menyiapkan pesanan orang saat tiba-tiba terdengar suara gaduh dari arah luar. Melodi bahkan langsung mematikan mixer dan meninggalkannya begitu saja. Dan diluar ia melihat Mia yang tampak memasang wajah suram yang ketara. "Maaf, Mbak. Ini salah aku," ujarnya pelan. Kia mengernyitkan dahinya, lalu ia melihat ke arah lantai yang berantakan. Satu cake ukuran sedang sudah dalam bentuk hancur dan krim yang sudah berceceran di mana-mana. Seingat Kia, ini adalah pesanan orang yang akan diambil jam satu siang nanti, dan sekarang nasib kue itu bahkan sudah tidak bisa diselamatkan. "Astaga, ini mau diambil nanti kan? Kenapa bisa sampai jatuh?" pekik Melodi tertahan. Dia ingin berteriak tapi tidak bisa karena keadaan cafe yang cukup ramai didatangi mahasiswa yang mungkin mencari tempat nyaman sekaligus wifi gratis. Mia semakin menunduk dalam saat mendengar pekikan Melodi. Sedangkan Kia bahkan tidak tahu harus bereaksi seperti apa karena yang ada di kepalanya adalah bagaimana agar ia bisa segera membuat lagi kue yang sama sebelum jam satu siang. "Gimana dong, Ki?" tanya Melodi gusar. Kia mengulum bibirnya, matanya melirik ke arah Mia yang tampaknya sudah akan menangis terlihat dari matanya yang berkaca-kaca. Dia jadi tidak tega jika harus menegur pegawainya itu sedangkan di teriaki sedikit oleh Melodi saja Mia sudah seperti itu. Kia menghela nafas berat, "Kita bikin lagi aja," putusnya. Melodi menganga, dia baru akan memuntahkan protesnya saat Kia tiba-tiba mengangkat tangannya. "Gue bakal minta bantuan Ibu," lanjutnya. Akhirnya Melodi setuju karena jika hanya dia dan Kia yang mengerjakan semuanya tidak akan bisa selesai. "Tolong beresin ini, Mi," suruh Kia. Mia mengangguk, "Maafin saya, Mbak. Mbak boleh potong dari gaji saya buat ganti ruginya," ujarnya. Kia tersenyum kecil, "Kita bahas itu nanti aja ya. Sekarang beresin dulu, engga enak dilihat pengunjung," kata Kia. Setelah melihat Mia yang mengangguk ia langsung mengekori Melodi yang sudah lebih dulu kembali ke dapur. Ia mengambil ponsel dari saku celananya dan mendial nomor Ria. "Assalamu'alaikum, Bu. Ibu lagi sibuk?" Kia mendengar Ibunya yang berkata tidak dan menanyakan kenapa Kia bertanya demikian. "Ada masalah di toko, Kia butuh bantuan Ibu. Ibu bisa kesini? Perlu Kia jemput?" Kia tersenyum saat Ibunya meminta Kia menunggu saja dan Ria akan pergi menggunakan taksi online. Maka setelah sepakat, Kia memutuskan sambungan. "Gue heran, kenapa bisa sampe jatuh coba tuh kue," sungut Melodi masih terlihat kesal. Kia mengambil kotak terakhir untuk memuat kue pesanan yang tadi sedang ia kerjakan lalu memasukannya dan menyusunnya menjadi beberapa tumpukan. "Engga tahu, nanti aja kita bahas bareng. Selesaiin dulu pesenan lo itu, nanti kue yang itu biar gue sama Ibu yang ngerjain," kata Kia. Melodi tampak masih kesal tapi memilih mengikuti instruksi dari Kia. Bagaimana pun toko kue mereka terkenal tidak pernah mengecawakan pelanggan dan kali ini pun baik Kia maupun Melodi tidak ingin membuat pelanggan mereka kecewa dan memberikan penilain buruk terhadap nama toko yang selama ini mereka jaga. Mereka bekerja dalam diam, sembari menunggu ibunya datang Kia sudah menyiapkan bahan apa saja yang diperlukan dan juga memisahkan sebagian bahan untuk membuat kue yang akan dipajang di etalase. Sepuluh menit kemudian Ria datang dengan gamis biru langitnya dan bertanya ada masalah apa sehingga Kia meminta bantuan nya. Kia menjelaskan secara ringkas tentang kejadian tadi, dan tanpa banyak bertanya Ria mulai melapisi gamisnya dengan apron dan memulai pekerjaannya. Selagi Ibunya membuat adonan kue, Kia sudah mulai mencetak berbagai macam jenis cap cake di cetakan dan memasukannya ke dalam oven. Ia melirik ke arah Melodi yang sedang membentuk kotak kue sambil menunggu kue yang ia panggang di oven matang. "Coba nanti dikasih pelajaran sedikit karyawan kamu, Ki. Bukan berarti kita jahat dan engga maklumin dia yang engga sengaja, tapi supaya ke depannya dia jadi lebih hati-hati," saran Ria sambil memasukan adonan ke dalam loyang. "Iya bener, Ki. Kita juga harus tanya kenapa kue yang udah gue taruh di etalase bisa sampe jatuh begitu," sahut Melodi. Kia yang sedang berdiri bersandar hanya bisa mengangguk mendengar ucapan ibunya dan Melodi. Bagaimanapun dia sebagai atasan memang harus melakukan tindakan tegas untuk memberi efek jera ke depannya. __ "Hai, Kak!" Kia menatap jengah ke arah Cakra yang tampak begitu ceria hanya untuk menyapanya. Tadi Kia tidak mengijinkan saat ibunya akan pulang kembali dengan taksi online. Maka dia berinisiatif untuk menghubungi Cakra agar adiknya itu menjemput Ria di toko. "Naik apa?" tanya Kia. Ia bahkan lupa menanyakan dengan apa Cakra akan menjemput ibunya. Cakra mengangkat kunci di tangannya tinggi-tinggi. "Mobil Ayah. Tadi pas Kakak nelepon, aku masih di sekolah dan dari sekolah aku ke kantor Ayah buat minta mobilnya. Ayah kan bucin, jadi pas aku bilang buat jemput Ibu di toko, Ayah langsung kasih," jawab Cakra. Kia memutar bola matanya malas. Sedangkan Ria hanya menggelengkan kepala melihat tingkah tengil anak lelakinya itu. Beda lagi dengan Melodi yang terkikik geli. "Om Candra emang bucin parah ya," sahutnya. Cakra mengangguk antusias. "Bener banget. Ayah itu kalau udah soal Ibu, pasti langsung lemah," katanya. Melodi semakin tertawa mendengar jawaban dari adik sahabatnya itu. "Ngaco mulu kamu, ayok pulang!" seru Ria dan langsung menarik tangan anak lelakinya itu setelah berpamitan pada Kia dan Melodi. "Adik lo lucu banget, Ki," ujar Melodi saat tawanya reda. Kia menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. "Bawa pulang deh sana sama lo," jawab Kia ngaco. Melodi langsung mengangkat kedua tangannya. "Engga sanggup gue, jajan tuh anak mahal," elaknya. Kia hanya berdecak mendengar jawaban sahabatnya itu. Lalu atensi mereka teralih saat Mia dan Ardi memasuki sebuah ruangan yang biasa Kia gunakan untuk menerima tamu. Kia meminta Mia untuk duduk di hadapannya, sedangkan Ardi di suruh langsung pulang atau menunggu diluar jika memang berniat menunggu Mia. Melodi sendiri lebih memilih duduk di lengan kursi, tepat di samping Kia. "Sebelumnya, saya mau tahu kenapa kue nya bisa sampai jatuh, sedangkan Melodi bilang dia sendiri yang udah taruh kuenya di etalase?" tanya Kia pelan. Matanya awas menatapi atas kepala Mia. Menanti tanda apa yang akan muncul saat nanti karyawannya itu membuka suara. "Kue nya emang udah di taruh sama Mbak Mel di etalase, tapi temen aku bilang mau liat contoh kue yang besarnya kayak kue itu. Jadi aku coba fotoin, tapi ternyata fotonya engga jelas karena kue nya ada di dalam. Makanya aku coba keluarin dan aku engga nyangka kalau ternyata cukup berat dan aku engga sadar pas kue nya jatuh," jawab Mia masih dengan kepala tertunduk. Kia tersenyum kecil saat tanda plus biru berpendar di atas kepala Mia. Entah kenapa dia sudah takut kalau Mia akan berbohong karena dia tidak siap untuk kecewa, tapi untungnya Mia berkata jujur di depannya. Melodi mengerti kenapa sahabatnya itu tersenyum. Kia pasti bisa melihat kalau Mia memang berkata jujur. Dan benar saja karena selanjutnya, Kia merogoh sakunya dan mengeluarkan satu permen coklat lalu mendorongnya ke arah Mia yang langsung mengerut bingung. Satu kebiasaan Kia yang sudah dihapal Melodi di luar kepala. "Ini apa, Mbak?" tanya Mia. "Buat kamu. Dan karena kamu ceroboh, saya akan potong gaji kamu sebanyak setengah harga kue itu, jadi kamu lain kali harus lebih hati-hati," kata Kia. Mia mengangguk, dia meraih permen coklat dari Kia dan memasukannya ke dalam tas miliknya. "Iya, Mbak, engga apa-apa. Sekali lagi saya minta maaf ya, Mbak," ucapnya pada Kia dan Melodi. Kia dan Melodi mengangguk bersamaan dan membiarkan Mia keluar dari ruangan. "Doi ngomong jujur?" tanya Melodi saat Mia sudah pergi. Kia mengangguk sambil berdiri dari duduknya. "Kan tadi gue kasih permen," katanya. Melodi mendengkus, "Lo engga elit. Kalau pas SD lo kasih permen ke setiap orang yang jujur sih engga masalah. Ini lo udah punya toko kue besar tapi ngasih orang masih aja cuma permen cokelat," tuturnya. Kia mengerutkan keningnya, "Terus gue harus kasih apa?" Melodi tersenyum miring ke arah sahabatnya itu. "Kasih berlian kek, atau kasih mobil deh yang agak murahan," usul Melodi ngaco. Dengan senang hati Kia menoyor kepala Melodi hingga temannya itu mengaduh. "Abis itu besoknya gue jadi gelandangan," sungut Kia kesal. Melodi tertawa mendengar ucapan Kia. Si jutek itu memang paling menggemaskan saat marah. Wajahnya yang cantik dan kulit yang bagus hingga membuat banyak perempuan iri, sangat kontras dengan raut jutek yang selalu Kia tunjukan. Jika saja Kia lebih banyak senyum dan lebih bersikap ramah lagi pada setiap orang, pasti akan lebih banyak lagi yang jatuh cinta pada sahabatnya ini. Kia membuka pintu ruangan dan keluar lebih dulu diikuti Melodi di belakangnya. Melodi masih saja melemparkan ejekan-ejekan yang membuat Kia bersungut-sungut sepanjang jalan sampai pada akhirnya langkah Melodi terhenti saat Kia yang di depannya juga tiba-tiba saja berhenti. Melodi mengerut bingung dah hendak bertanya saat sebuah suara menembus gendang telinganya. "Hai, Kia!" Melodi memasang raut wajah 'bukan gue' saat Kia menoleh dan meminta penjelasan padanya. "Katanya dia udh nyerah sama gue," bisik Kia pelan ke arah Melodi. Melodi menggeleng, "Mana gue tahu," balasnya. Kia lalu kembali menoleh ke depan dan tersenyum formal. "Hai, Danu! Sama siapa?" tanyanya sopan. Danu belum sempat menjawab saat Tobi tiba-tiba datang dengan senyum cerah tanpa rasa bersalah. Melodi melotot ke arah kekasihnya itu saat ia menerima lirikan tajam dari Kia yang seperti sudah sangat ingin menelannya hidup-hidup. ____
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD