Rods Kehidupan

1025 Words
"Roda itu berputar memang tidak selamanya kita di atas. Roda berputar agar semua manusia bisa merasakan rasanya di atas maupun di bawah. Yang sedang di bawah agar tidak cepat menyerah Dan yang di atas tidak cepat sombong dengan apa yang dia miliki." *****    "Bi, kenapa ya Mama sama Papa ninggalin Nania tiba-tiba? Dan kenapa juga Tante Daniar jahat sama Nania, tega ngusir keponakannya sendiri dari rumah."   "Kamu sabar ya. Hidup itu tidak selamanya di atas, Nania."   "Tapi, kenapa Allah ngasih ini ke Nania emang Nania salah apa?" tanya Nania lagi.   "Nania, Allah memberikan cobaan itu bukan sepenuhnya karena Nania salah. Allah tahu Nania gadis yang kuat jadi Allah kasih ini sama Nania karena Allah tahu Nania mampu."   "Semoga aja Tante Daniar sama Om Tio kena azabnya."   "Hush, enggak boleh ngomong kayak gitu. Yang berhak mengadili setiap manusia yang bersalah itu hanya Allah, Nania kita sesama umatnya hanya boleh saling memaafkan tidak boleh saling mendoakan yang buruk-buruk. Nanti takutnya doa buruk itu malah berbalik ke diri kita."  Nania mengangguk paham, "Jadi kita enggak boleh doain yang jelek-jelek, sesama makhluk Tuhan doain aja yang baik-baik."   "Oh gitu ya, Bi."    "Iya, sayang." Ratih mengelus kepala Nania dengan sayang. Dulu dia pernah mempunyai anak tapi anaknya meninggal karena kekurangan gizi.    Nania menguap merasakan kantuk yang melanda karena belain tangan lembut Bi Ratih di kepalanya. Dulu sewaktu Mamanya masih ada dia juga sering mengelus kepala Nania saat Nania hendak tidur. -Flashback On- "Nania nanti kalau Mamah udah enggak ada, Nania harus bisa ngelakuin semuanya mandiri ya," ucap Mamanya kala itu saat masih bersamanya. "Emang Mama mau ke mana?"    "Mama enggak ke mana-mana kok. Cuma 'kan Mama enggak selamanya bisa nemenin, Nania. Jadi, Nania harus belajar untuk mandiri. Inget pesan Mama, ya, jadi anak yang baik, sopan dan rendah hati kepada siapapun terlebih orang yang lebih tua dari kita."   "Iya, Mah."    "Kalau Nania sudah besar nanti, terus Nania jadi orang sukses juga jangan pernah sombong dengan apa yang Nania punya karena semua yang Nania punya itu hanyalah sebuah titipan."   "Iya, Mah...."   "Yaudah, Nania sekarang bobo ya. Sudah malam," ucap Mamanya sambil mengelus lembut kepala anaknya dalam pangkuannya. Lambat laun Nania pun tertidur dalam pangkuan Mamanya. -Flashback off-     Nania ingat itu, petuah Mamanya diucapkan seminggu sebelum Mamanya pergi ke luar negri untuk menemani Papanya bekerja di sana selama dua minggu. Seperti sudah menjadi sebuah pertanda Mamanya mengucapkan Hal itu kepada Nania.    "Bi, apa Mama udah tahu kalau dia mau pergi selamanya?" tanya Nania lagi.   "Kenapa emangnya? Kok kamu bilang kayak gitu?"    "Soalnya waktu itu, sebelum Mama pergi Mama bilang ke Nania suruh jadi anak yang mandiri apa itu artinya ... Mama mau pergi ninggalin Nania ya, Bi? Mama kenapa enggak bilang kalau mau pergi selamanya jadi Nania bisa ikut sama Mama."   Ratih terdiam sejenak, "Urusan kematian itu tidak ada yang tahu, Nania. Mungkin waktu itu Mama Nania bilang kayak gitu karena Mama Nania ingin Nania jadi anak yang baik seperti keinginan Mama Nania."   "Tapi sebenernya Mama udah tahu 'kan dia mau ninggalin, Nania? Tapi, kenapa Mama enggak bilang sama Nania biar Nania ikut aja."   "Wallahualam, Nania. Semua yang terjadi di muka bumi ini hanya Allah yang tahu. Tidak seorang pun tahu apalagi tentang kematian. Mungkin tanda-tandanya ada tapi tidak semua orang tahu kapan tepatnya itu akan terjadi. Udah ya, Nania bobo aja udah malem, besok 'kan harus sekolah lagi," ucap Ratih menyuruh Nania untuk tidur. Nania pun menurut ucapan Bibinya. Lagian dia juga mengantuk tapi dia hanya tidak habis pikir saja dia baru sadar ucapan Mamanya waktu itu memang seperti sudah pertanda. .....   Keesokan harinya Bibinya sudah menyiapkan makanan untuk Nania sarapan, "Bibi udah bangun," ucap Nania yang baru bangun dari tidurnya sambil mengucek matanya yang masih mengantuk.   "Non Nania sudah bangun?"   "Bibi dibilang panggil Nania aja. Panggil Non terus sekarang aku udah bukan atasan Bibi lagi."   "Maaf, Non eh Nania. Bibi cuma ngerasa enggak biasa aja udah sering manggil, Non Nania dengan sebutan Non."   "Yaudah senyamannya Bibi aja. aku mandi dulu ya." Nania pun masuk ke dalam kamar mandi untuk mandi. Bibinya melanjutkan masak untuk mereka berdua makan. ....     "Nih, Non hari ini cuma bisa masak nasi goreng aja enggak papa? Tapi cuma pakai telor enggak kayak waktu di rumah lama pakai seafood, uangnya takut enggak cukup, soalnya Bibi belum dapet kerja juga."   "Enggak papa, Bi, yang penting hari ini kita bisa makan." Ratih tersenyum, mereka pun kemudian makan bersama dalam hening.     Setelah mereka selesai makan Nania pamit kepada Bibinya untuk berangkat sekolah. "Bi, Nania berangkat sekolah dulu ya."   "Bentar Bibi beresin ini dulu Bibi anterin."   "Kenapa di anterin? 'kan Nania bisa sendiri."   "Kamu belum tahu daerah sini, jadi udah Bibi anterin aja."   "Yaudah, Bi." Apa kata Bibinya benar dia sebaiknya di antar Bibinya. Toh, dia sudah tidak seperti dulu yang bisa kapan saja di antar supirnya. Kini Nania harus hidup dengan banyak kesederhanaan dalam hidupnya.    Mereka berangkat menggunakan angkot, padahal sebelum-sebelumnya Nania sama sekali belum pernah naik angkot dan harus berdesak-desakan dengan orang banyak seperti ini. Tapi, dia juga tidak masalah lagian dia bukan lagi orang kaya harus terbiasa hidup seperti ini.    Sejam kemudian dia sampai di sekolahnya. Sengaja Nania memang berangkat lebih pagi karena jarak dari kontrakannya lebih jauh dari rumahnya yang dulu belum lagi sekarang harus berangkat menggunakan angkutan umum yang banyak berhenti untuk menaik turunkan penumpang.     "Eh, Nania kamu kok masih sekolah di sini sih! Inget ya ini sekolah orang kaya, kamu 'kan sekarang miskin mana bisa bayar sekolah di sini nanti!" ucap seseorang yaitu Ica yang diantar bersama Daniar.   "Ica, kamu ngapain di sini?" tanya Nania bingung.   "Ya, sekarang aku sekolah di sini lah. Kamu tuh yang ngapain di sini. Orang miskin kayak kamu itu udah enggak pantes sekolah di sini. Bener enggak, Ma?" tanya Ica kepada Mamanya.   "Iya, kamu itu ngapain sih masih sekolah di sini? Buat makan aja kamu susah, sok-sokan sekolah di sini," ucap Daniar lagi meremehi keponakannya itu.    "Kalian jahat banget, sih. Udah ngerebut semua harta punya Mama sama Papaku tapi bangga."   "Jaga ya ucapan kamu! Ica, udah tinggalin aja dia. Orang susah mah emang suka iri sama kita." Daniar langsung saja mengajak anaknya masuk meninggalkan Nania dan pembantunya.    "Udah ya, Non. Enggak usah dipikirin yuk masuk nanti telat."   "Iya, Bi." ......
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD