Episode 4

1088 Words
  Sudah satu minggu berlalu, Kamilla masih mengabaikan pesan dari Sersan Iqbal. Dia merasa bingung dengan tawaran yang di berikan Sersan Iqbal waktu itu. Tak bisa di pungkiri kalau dirinya memang sudah jatuh pada pesona tentara muda itu. Di sisi lain dia memang ingin menjalin hubungan dengan Sersan Iqbal, tetapi di sisi lain dia juga takut akan di permainkan oleh tentara itu. Dia sudah mengabaikan ratusan pesan juga telepon dari Iqbal. Katakanlah dia memang menghindari Iqbal karena dia sulit untuk menjawab tawaran dari Iqbal. Dia juga tidak bisa bercerita dengan Amierra karena Amierra masih sibuk dengan perpindahan rumah barunya. Sore itu Mila hendak beranjak menuju supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan kebutuhannya di kostan, tetapi baru saja sampai di gerbang kostan, ia di kagetkan oleh sosok yang selama ini ia hindari. "Mas Iqbal?" " Hai Mil, kamu akan pergi?" tanya Iqbal saat sudah berdiri di hadapan Mila. "Ah iya, ada beberapa bahan yang harus aku beli di supermarket." Mila menjawab dengan sedikit gugup dan berusaha mengalihkan pandangannya dari tatapan tajam Iqbal. "Mau ku antar?" "Tidak perlu Mas, tempatnya tidak jauh dari sini kok. Di tempuh dengan berjalan kaki pun sampai." Mila masih berusaha menghindari Iqbal. "Baiklah, aku akan menemanimu berjalan," ucap Iqbal seakan tak ingin terbantahkan. "Eh?" "Baiklah kalau begitu," ucap Mila akhirnya mengalah. Mereka berjalan berdampingan dalam keheningan tak ada yang ingin membuka suaranya sedikitpun. Baik Mila maupun Iqbal keduanya sama-sama dilanda kebingungan dan kecanggungan. "Mil, soal waktu itu, aku mimta maaf," ucap Iqbal akhirnya setelah cukup lama terdiam. "Tidak masalah, Mas." Mila tersenyum kecil menanggapi ucapan Iqbal. "Tapi sungguh aku serius dengan tawaranku waktu itu. Mil, aku-" "Mas, bisakah kita jalani saja seperti ini, dan jangan memintaku untuk terfokus padamu. Kita bisa saling mengenal dan bersilaturahmi untuk lebih mengenal satu sama lainnya. Tetapi jangan mengikatku dengan hubungan yang tak pasti dan tidak menjanjikan apapun. Kalau Mas ingin membatalkan perjodohan Mas, maka silahkan tetapi jangan menarikku ke dalamnya. Aku tidak mau di anggap sebagai wanita perusak hubungan oranglain." Mila menghela napasnya setelah berbicara panjang lebar dan berharap Iqbal memahami apa maksud dari ucapannya. Iqbal masih tampak terdiam membisu seakan mencerna semua ucapan dari Mila. Mungkin satu hal yang bisa dia simpulkan, Seorang wanita tidak suka di beri harapan palsu dan ketidakpastian. Setelah menempuh jarak cukup jauh, mereka sampai di sebuah supermarket. Iqbal lebih dulu mengambil trolly belanjaan dan berjalan di belakang Milla membuat Milla sedikit gugup. Ia tidak pernah berbelanja dengan seorang pria. Dan ini rasanya seperti pasangan suami istri yang sedang berbelanja bersama untuk kebutuhan rumah tangga mereka. Membayangkan itu, tanpa sadar pipi Mila memerah karena malu. "Kamu kenapa?" tanya Iqbal yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Mila membuat Mila semakin malu. "Wajahmu memerah, apa kamu sakit?" tanyanya tampak khawatir. "Ti-tidak, eh aku harus membeli pembalut," celetuknya tetapi setelahnya ia meruntuki kebodohannya sendiri. Dari sekian banyak barang yang ingin dia beli, kenapa harus pembalut yang tercelotehkan di depan Iqbal. Ah sungguh memalukan... Iqbal masih setia membuntuti Milla yang sibuk memilih barang-barang kebutuhannya. Ia tersenyum menatap wajah Milla yang terlihat begitu manis, tetapi setelahnya ia pun beristigfar. Ia sudah tergoda oleh Milla, ingin sekali ia menarik Milla langsung ke pelaminan, tetapi situasi tak bisa mendukungnya. "Sepertinya sudah semua," gumam Milla menyandarkan Iqbal dari lamunannya. "Tidak ada yang mau di beli lagi?" tanya Iqbal dan Milla hanya menjawab dengan gelengan kepala saja. Mereka berjalan beriringan menuju kasir untuk membayar semua belanjaan. "Totalnya 250.000,-" "Pakai ini Mbak." Iqbal menyerahkan kartu debit miliknya ke arah kasir. "Eh Mas, tidak usah," tolak Milla hendak merebut kembali kartu yang di sodorkan ke kasir itu tetapi Iqbal menarik tangan Milla. "Tidak apa-apa, sudahlah," ucap Iqbal membuat mereka berdua saling bertatapan satu sama lain. "Maaf Mas, Pin nya," ucap Kasir tersebut menyadarkan mereka berdua. Milla segera menarik tangannya dari genggaman Iqbal dan memalingkan wajahnya seraya mengatur nafasnya sendiri. "Apa kamu lapar?" tanya Iqbal saat mereka berjalan menuju kostan Milla. "Lumayan, rencananya aku mau masak di kostan. Mas mau ikut?" tanya Milla. "Apa Boleh?" "Boleh, soalnya dapurnya ada di luar kamar."  "Baiklah kalau begitu aku mau," ucapnya Mereka tiba di kostan tempat Mila menginap. Mila meminta Iqbal untuk menunggu di ruang televisi sedangkan Mila masuk ke dalam kamarnya menyimpan semua barang belanjaannya. Iqbal menatap sekelilingnya dimana ruangan televisi itu di kelilingi oleh beberapa pintu. Dan di sudut kanannya tepat di dekat tangga, ada dapur yang cukup luas. "Aku akan memasak di dapur," ucap Milla saat sudah keluar dari kamarnya membuat Iqbal menoleh ke arahnya. "Mau aku bantu?" tanya Iqbal. "Tidak usah, Mas tunggu saja." Milla beranjak menyimpan kantong kresek yang di bawanya lalu mengambil gelas dan mengisinya dengan orange jus. "Cuacanya panas, minumlah, ini pasti akan menyegarkan." Iqbal tersenyum kecil seraya mengucapkan terima kasih. Milla mulai sibuk memasak di dapur, dan beberapa wanita datang menyapa Milla. Mereka menatap Iqbal dengan tatapan terpesona dan saling berbisik-bisik membuat Milla jengah sendiri. Inilah alasan kenapa Milla tak pernah membawa seorang pria ke kostannya, karena tetangganya selalu saja heboh dan kepo. "Ini sudah matang," ucap Milla menata makanan hasil karyanya di atas meja makan kecil dekat dapur. Iqbal beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati Milla. "Mendadak lapar sekali," ucap Iqbal dan mengambil duduk di sebrang Milla. Milla membantu mengambilkan nasi dan Iqbal langsung mengambil lauk pauknya. Tanpa menunggu lama lagi, ia langsung melahap makanan di hadapannya itu. "Emm, bagaimana?" tanya Milla saat Iqbal terdiam menikmati makanan Milla tanpa berkata apapun. "Mas, bagaimana?" tanya Milla kembali saat tak ada respon apapun dari Iqbal, ia menjadi cemas karena takut masakannya tidak enak. "Kamu tau Mil, sudah lama sekali aku tidak makan masakan rumah. Dan masakanmu ini sungguh mengingatkanku pada rumahku," gumamnya tersenyum simpul membuat Milla terpaku melihat tatapan Iqbal yang menyiratkan sesuatu yang membuatnya takut sekaligus gelisah. "Sudah hampir dua tahun aku tidak pulang dan aku sudah tidak pernah lagi makan masakan rumah, rasanya ini mengobati rasa rinduku," ucapnya membuat Milla tersenyum. Iqbal kembali melahap makanannya dengan lahap, Milla tersenyum memperhatikannya. Ini pertama kalinya ia memasak untuk oranglain apalagi seorang pria. Dan tak mampu ia pungkiri, melihat respon Iqbal membuat hatinya merasa sangat senang sekali. *** Setelah menghabiskan waktu cukup lama, Iqbal akhirnya memutuskan untuk pulang. "Terima kasih untuk hari ini," ucap Iqbal saat sudah sampai di gerbang kosan di antar Milla. "Sama-sama Mas, terima kasih juga sudah menemani weekendku," ucap Milla. "Aku pamit yah, aku harus langsung ke Banten." Milla menganggukkan kepalanya. "Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam," ucap Milla. Ia masih berdiri memperhatikan Iqbal yang memasuki mobilnya dan meninggalkan area itu. Milla menghela nafasnya seraya memegang dadanya. "Aku takut perasaan ini salah," gumam Milla masih memikirkan kalau Iqbal sudah memiliki tunangan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD