Chapter 7 : Terima Kasih Lavender

1022 Words
Dia membuatku takut sekaligus ingin tertawa, karena kata-katanya seperti melawak, tapi hey, dia serius. CRASH!! . . . . . "HAHAHA!" CRASH! "YEAAAAAH!! CRASH! "Ini sungguh menyenangkan!" Dia mengitari tubuhku dengan secepat kilat, tangannya memotong rambutku secara kasar, wanita itu terus tertawa sambil berlarian memutari tubuhku. Rambutku berjatuhan, semua rambutku terbawa angin, air yang ku pijaki sudah tertutupi oleh rambut hitamku. Ada apa ini. Kenapa diriku diam saja. Bella. Jadilah Bella. Aku harus melawannya. Dia terus tertawa. Suara tawanya terngiang-ngiang di telingaku. Aku naik darah sekarang. BUAAG!! KRAKK!! BUAGG!! BUAGG!! Pukulan demi pukulan kulontarkan pada wajah, perut dan kakinya. Aku tidak peduli. Sekarang kepalaku sudah tidak mempunyai sehelai rambut lagi. Ini sungguh memalukan. "RAMBUTKU! BERANINYA KAU!" CRASHH!! Ku tarik gunting dari genggamannya, dan ku gunting semua rambutnya. Tapi kenapa aku merasa bersalah. Tak! Ku hentikan semua itu, ku buang gunting tersebut, aku jatuh terduduk dan menatapnya yang sedang terbaring kesakitan karena pukulanku. Lalu matanya menatapku. "Ka-kau tidak pantas menjadi seorang Wanita. Dirimu sangat menjijikan! Mau jadi apa kau nanti! Tidak akan ada Pria yang mau menikahimu! Kau menjijikan! MENJIJIKAN!" DEG!! Oh, s**l, kenapa disaat-saat seperti ini air mataku menetes. s**l sekali. Tapi jika di pikir-pikir, apa yang dia katakan ada benarnya juga. sampai sekarang pun tidak ada satu lelaki yang melirikku. Mereka ketakutan padaku, karena sifatku. aku punya masa depan. Suatu saat nanti aku harus menjadi seorang Ibu. Jika aku terus seperti ini, apakah aku akan menjadi seorang Ibu. Tidak. Semua itu sangat mengerikan. Aku juga ingin seperti mereka. Lagi-lagi air mataku menetes. Kumohon, jadilah Bella. Kenapa kau menangis. Bodoh. "Lalu, apa yang harus ku lakukan?" mendengar pertanyaanku, dia tersenyum licik, bola matanya langsung menjadi merah semerah darah. "Matilah, kau harus mati! Kau tidak berhak hidup! Jadi ku sarankan, matilah! Karena dengan mati, kau dapat tenang. Kau tidak perlu memikirkan tentang masa depanmu. Jadi, mari mati bersamaku, Sayang?" Benar. Sebaiknya aku mati saja. Lagi pula, percuma diriku hidup. Tidak ada gunanya. Aku tidak akan pernah menjadi seorang Ibu. Aku menundukkan kepalaku. Perlahan-lahan dia menghampiriku, dan berbisik di telingaku. "Kau sangat menjijikan, Gabrella." DEGG!! "HAHAHAHAHAHAHA! KAU SANGAT MENJIJIKAN! KAU TIDAK LAYAK BERDAMPINGAN DENGAN BIOLA DAN DIANA! KAU TIDAK PANTAS BERTEMAN DENGAN MEREKA!" Kata-katanya cukup mendorongku ke sebuah jurang keputusasaan. Aku sudah tidak ada harapan lagi untuk hidup. Mati, itulah pilihan yang mungkin akan ku pilih. Maafkan aku, Diana, Biola, Lavender, aku harus mengakhiri ini semua. "TOMBOY!" "DASAR TOMBOY!" Itu suara Lavender, aku mengingatnya. Dia selalu menghujatku, tapi entah kenapa, suaranya begitu hangat ditelingaku. Perasaan apa ini, begitu hangat. "Tidak ada waktu lagi! Cepatlah, Tomboy!" Aku mengingatnya lagi, Lavender sedang menungguku. Mereka semua sedang menunggu keberhasilanku. Mereka percaya kalau diriku pasti berhasil. "Cepatlah, Tomboy!" "Ayolah Tomboy!" "Berhentilah menangis, Tomboy!" "Dasar cengeng! Kau ini Bella atau bukan sih!" "Apakah aku harus menunggumu lebih lama lagi? cepatlah, Tomboy!" . . . . . Iya, benar. Lavender memerintahkanku untuk cepat mengalahkannya. Tidak ada waktu lagi. Baik. Aku akan menyelesaikan ini. Terima kasih, Lavender! . . . . . . "KAU TERSENYUM! APAKAH ADA YANG LUCU DISINI! HAH!" BUAAGG!! BUAGG!! BLETAKK!! "Aku tersenyum karena Sahabatku, Lavender!" Ku patahkan lehernya sampai dia tidak bisa menimpali perkataanku. Dan dengan angkuhnya, aku berjalan meninggalkannya. Tidak menatap butiran-butiran debu yang melayang. Ku cepatkan langkahku. Aku ingin bertemu Lavender. . . . . . . "SELAMAT TOMBOY!!" . . . . . Gabrella P.O.V "Aku tersenyum karena Sahabatku, Lavender!" Kupatahkan lehernya sampai dia tidak bisa menimpali perkataanku. Dan dengan angkuhnya, aku berjalan meninggalkannya. Tidak menatap butiran-butiran debu yang melayang. Aku cepatkan langkahku. Aku ingin bertemu Lavender. . . . . . . "SELAMAT TOMBOY!!" . . . . . Kedatanganku langsung disambut oleh senyuman dari Lavender dan yang lainnya. Aku tidak menyangka, Rio juga memberikan senyuman langkanya padaku. BLETAK! "Kau menontonku ya!" Jitakanku berhasil membuat Lavender cemberut kembali. "SAKIT BOTAK!" "SIAPA YANG BOTAK!?" "KAU BOTAK! BOTAK!" "ITU HUKUMAN UNTUKMU KARENA MENONTON DAN MENGHINAKU!" "BOTAAAAAK" BLETAK!! . . . . . Biola Margareth P.O.V Kami semua tertawa memandang pertengkaran lucu Bella dan Lavender. Aku tahu, walaupun mereka terlihat seperti rival tapi keduanya saling menyayangi, itulah yang dinamakan sahabat sejati menurutku. Lalu Rio berbisik padaku. "Giliranmu." Oh, aku masih belum siap, tapi baiklah. ketika suara langkahku terdengar oleh mereka, semuanya langsung hening tanpa suara. Semua mata menyorotiku. Oke, itu terlalu berlebihan. "Biola, semoga berhasil." Ucapan Diana membuat diriku percaya diri. Aku tersenyum padanya sembari menganggukkan kepalaku. "Biola, berikan kami hiburan yang menarik! Oke?" Aku hampir tertawa mendengar ucapan Bella. "Pasti. Aku akan memberikanmu tontonan yang berbeda!" Jawabanku membuat Lavender tersenyum, terutama Bella. "Jangan sampai aku melihatmu menangis seperti kedua temanmu ini? Mereka pengecut!" Ucapan Lavender sukses membuat Diana dan Bella menoleh padanya dengan tatapan menusuk. . . . . . Kemudian, aku berdiri di serpihan batu . Kalian tahukan batu itu hancur karena pertarungan antara Bella dengan sisi gelapnya, sungguh mengerikan ya, batu keras seperti itu dapat hancur oleh tangan mungil mereka. Memikirkannya saja cukup membuatku bingung. "Sedang menungguku?" Seorang Wanita yang sangat mirip denganku bertanya padaku diatas air terjun, dia duduk disana dengan memainkkan kedua kakinya pada air. "Ja-jadi kau sisi gelapku?" Apa yang kalian lakukan jika bertemu seseorang yang persis seperti dirimu. Pasti kau terkejut kan, sama sepertiku. Aku juga heran kenapa dia mempunyai wajah yang sama denganku. Tapi ada yang berbeda, ya, mungkin gaya bicaranya. Dia sedikit dingin. Itu sangat berlawanan dengan sifatku. "Jika benar, apa yang akan kau lakukan?" Dia tidak turun dari sana. Jarak antara kami cukup jauh. Sepertinya dia tipe orang yang bosan bertarung. Untunglah. "Kau ingin melenyapkanku?" Melenyapkannya. Tentu saja tujuanku ingin melenyapkannya dari dalam diriku. "Iya! Aku akan menghapusmu. Jadi turun dan bertarunglah denganku." Walau dari ketinggian, tapi aku masih bisa melihat tatapannya yang sayu. Dia menghembuskan nafas, kedua kakinya terus dimainkan. "Aku tidak akan melawanmu. Aku tidak mengizinkanmu bertarung denganku. Aku tidak akan menyakitimu, jika kau diam dan berhenti berusaha melenyapkanku." Dia aneh. aku tahu, dia sedang menghasutku untuk menyerah. Dia cukup pintar untuk mengelabuiku. "Ayolah, bukankah kau itu diriku kenapa seperti itu? Turun dari sana, Biola!" Ketika diriku memanggil namanya dengan namaku, dia tersenyum. "Aku bukanlah dirimu. Aku tidak mau disamakan dengan orang sepertimu. Dan juga, namaku bukanlah Biola. Aku lebih suka disebut Putri." DEGG!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD