Part 6 (Bertemu pria itu lagi )

1000 Words
**************** Jam sudah menunjukan pukul 12.00 siang.Saatnya untuk istirahat makan siang. Kini Ziyan dan Adrian sedang menikmati makan siang mereka di salah satu restoran favoritnya Ziyan. Tepat saat Ziyan akan menyuapkan potongan terakhir dagingnya, sebuah bayangan menjulang tiba-tiba menutupi meja mereka. Aroma cologne mahal yang maskulin seketika memenuhi udara. Ziyan mengangkat wajahnya, alisnya sedikit terangkat, terganggu. Di depannya kini berdiri seorang pria. Pria itu tinggi semampai, dengan setelan jas abu-abu tua yang terlihat begitu pas membalut tubuh atletisnya dan sepasang mata tajam yang memancarkan aura percaya diri dan menatap langsung ke arah Ziyan. Sebuah senyum tipis, namun memikat, terukir di bibirnya. "Nona,Senang bertemu denganmu lagi." sapa pria itu, suaranya dalam dan berwibawa, seperti nada bariton yang terlatih. Ziyan terdiam. Garpu yang ia pegang menggantung di udara. Ia memandangi pria itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Wajahnya sama sekali asing. Siapa? Ziyan yakin tidak pernah bertemu dengannya, apalagi mengenalnya. "Maaf?" tanya Ziyan datar, tanpa basa-basi, mencerminkan ketidaksukaannya diganggu saat jam makan siang. Adrian, sigap seperti biasa, segera berdiri dan menghalangi sedikit pandangan pria itu ke arah Ziyan. Senyum profesionalnya terpasang, namun matanya memancarkan peringatan. "Selamat siang, Tuan. Maaf, sepertinya Anda salah orang. Nona Ziyan sedang tidak bisa diganggu. Jika Anda ingin membuat janji, silakan hubungi kantor kami," ujar Adrian dengan nada sopan namun tegas, mencoba menggiring pria itu menjauh. Senyumnya semakin lebar.Akhirnya dia tau nama wanita yang membuatnya penasaran. "Oh, saya yakin tidak salah orang, Mr... Assistant," balas pria itu, melirik nametag Adrian sekilas, nadanya sedikit jenaka. Ia kemudian kembali memfokuskan tatapannya pada Ziyan. "Lorong apartemen. Tepat 3 bulan yang lalu. Aku baru pulang dengan keadaan mabuk salah paham padamu, dan kamu menolongku untuk masuk ke apartemenku ." jelas pria itu menceritakan pertemuan mereka. Ziyan mengerjap. Lorong apartemen...dan ya ? Perlahan, adegan itu terputar di benaknya. Saat itu hati dan pikirannya tengah hancur ,dan malah di tambah dengan pria asing yang dengan tidak sopannya memeluknya seraya mengatakan berapa harga diri Ziyan agar mau di tidurinya.Ia memang sempat membentaknya—atau lebih tepatnya, menatapnya tajam—karena pria itu telah merendahkan hargadirinya. Dia bahkan tidak peduli untuk melihat wajah pria itu saat itu. Oh, jadi dia pria itu. "Ah," Ziyan akhirnya berujar, nadanya tetap datar, sama sekali tidak ada perubahan ekspresi menyesal atau terkejut. "Yang waktu itu anda pria pemabuk yang tidak sopan dan merendahkan saya ?" Pria itu tertawa pelan. Tawanya renyah dan elegan. "Ah...bukan begitu .Saya akui saya salah ,dan bukankah saya juga sudah meminta maaf " balasnya, bangga. Ia lalu mengambil kursi kosong di meja samping tanpa izin, menariknya mendekat, dan duduk di sana—meskipun itu bukan meja mereka. Sikapnya begitu cool dan kharismatik, seolah-olah ia adalah penguasa tempat itu. "Izinkan saya memperkenalkan diri dengan benar. Nama saya Bastian Huntar," lanjutnya, menyodorkan tangan kanannya ke arah Ziyan di atas meja. "Dan kebetulan, saya adalah Direktur Utama dari Starlight Solutions. Sekarang, bisakah kita anggap pertemuan kita yang lalu sebagai kecelakaan dan mengawalinya dengan sapaan yang lebih profesional?" Ziyan hanya menatap tangan yang terulur itu. Direktur Utama Starlight Solutions ? Itu adalah salah satu konglomerat terbesar di Asia, pesaing utama perusahaannya. "Tidak perlu, Tuan Bastian ," tolak Ziyan halus namun tegas, tanpa menyentuh tangan itu. Ia kemudian mengambil serbetnya, menyeka bibirnya dengan gerakan elegan, lalu meletakkannya di atas piring. "Saya sudah selesai makan. Adrian, saya tunggu di mobil." Ia bangkit tanpa menoleh lagi, melangkah pergi seolah pria paling tampan dan berkuasa di ruangan itu hanyalah tiang yang menghalangi jalan. Adrian yang sempat terpaku sebentar, segera menatap Bastian dengan tatapan meminta maaf bercampur kaku. "Maaf, Tuan Bastian ," ujar Adrian cepat, membungkuk sedikit. Ia buru-buru mengambil tas kerja Ziyan dan menyusul langkah atasannya. Bastian Huntara hanya tersenyum kecil melihat kepergian Ziyan. Senyumnya bukan senyum kekalahan, melainkan senyum seseorang yang baru saja menemukan mangsa yang paling menarik. "Menarik," gumamnya pelan, tangannya yang tadi terulur kini ditarik, mengetuk-ngetuk meja dengan santai. "Sangat menarik." "Tapi ,bukankah dulu Nexsus di pegang Gibran Atmadja?" Ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. "Cari tahu semua tentang Nona Ziyan dari 'Nexus. Corp'. Aku ingin tahu setiap gerak-geriknya, setiap rencana jangka pendeknya. Segera." Setelah menghubungi Asistennya Bastian masih duduk santai disana. Pelayan menghampirinya, sedikit ragu. “Maaf, Tuan. Apakah Anda ingin memesan sesuatu?” tanya pelayan itu hati-hati. Bastian mengangkat tangannya sedikit. “Tidak, terima kasih. Tapi, tolong panggilkan manajer restoran ini.” Beberapa saat kemudian, seorang pria paruh baya, rapi dengan setelan jas hitam, menghampiri meja Bastian dengan wajah tegang. “Selamat siang, Tuan Huntar. Saya Haris, manajer di sini. Ada yang bisa saya bantu?” Bastian menyandarkan tubuhnya, tersenyum santai. “Oh, tidak ada. Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih atas layanan yang sangat memuaskan. Tempat ini sangat bagus.” Ia berhenti sejenak, lalu matanya menyipit sedikit, aura santai itu hilang digantikan oleh ketegasan. “Namun, saya terganggu dengan satu hal kecil. Meja tempat saya dan Nona Ziyan duduk tadi… posisinya tidak strategis untuk pertemuan penting.” Manajer Haris terkejut, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. “Ma-maafkan kami, Tuan.” Bastian mengangkat tangan, memotong permintaan maaf itu. “Tidak perlu. Saya akan membelikan restoran ini.” Haris terdiam, tidak yakin apakah ia salah dengar. “Saya serius,” kata Bastian dengan nada datar. “Saya akan menugaskan tim saya untuk menghubungi Anda besok. Restoran ini, lokasinya, dan semua yang ada di dalamnya. Saya akan membelinya. Saya suka suasananya, tapi saya ingin memastikan lain kali, meja yang saya gunakan tidak mudah dijangkau oleh siapapun kecuali tamu saya.” Haris hanya bisa menelan ludah, tidak sanggup berkata-kata. Ini adalah cara Bastian Huntar bekerja: tidak ada yang bisa menghalangi jalannya, bahkan meja makan yang salah. Setelah manajer itu pergi dengan langkah gontai, Bastian kembali tersenyum, senyum yang penuh perhitungan. Ia menatap ke luar jendela, seolah bisa melihat kepergian mobil Ziyan. “Nona Ziyan,” gumamnya, menarik napas dalam-dalam, menghirup sisa-sisa aroma perfume Ziyan yang samar-samar masih tertinggal di udara. “Kau telah menolakku sekali. Itu adalah kesalahan yang tidak akan aku biarkan terjadi lagi. Permainan ini baru saja dimulai.” "Cepat atau lambat dia pasti akan menjadi milikku " Bersambung.......
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD