Part 1 (​Aku Bukan Istri yang Dia Cintai)

1000 Words
****************** Irama ceria Ziyana mengisi dapur yang hangat.Aroma harum masakan memenuhi setiap sudut rumah. Semua ini adalah hasil jerih payahnya, semata-mata untuk makan malam suaminya, Arga. Meskipun Arga cuek dan mengacuhkan usahanya, bahkan makan malamnya tak disentuh sedikit, Ziyan tak pernah putus asa. Cintanya pada Arga adalah kobaran api yang tak pernah padam, dan setiap hidangan adalah surat cinta yang ia harap suatu hari nanti akan meluluhkan hati sang suami. Ia percaya, ketulusan dan ketekunan pasti akan berbuah manis. Setelah memastikan semuanya tertata sempurna, Ziyan dengan hati-hati meletakkan hidangan-hidangan "penuh cinta" itu di meja makan yang sudah ia set dengan indah. Ia melirik jam tangan peraknya; pukul 7 malam tepat. Waktu yang sempurna untuk Arga pulang. "Selesai! Sekarang tinggal menunggu Mas Arga," bisiknya pada dirinya sendiri. Agar tidak terlihat terlalu menunggu, Ziyan memutuskan untuk pindah ke ruang TV. Ia menyalakan televisi dengan volume pelan, mencoba fokus pada tayangan berita, tapi matanya selalu melirik ke arah pintu. Waktu merangkak pelan. Pukul 8... Pukul 9... Pukul 10 malam... Suara jam dinding berdetak terdengar makin keras, menusuk kesunyian. Ziyan melihat jam lagi. Jarum panjang dan pendek kini menunjuk ke angka 11. Hatinya mulai terasa perih dan gelisah. Perasaan cemas yang selalu menyertai penantiannya kini kembali muncul. "Kenapa belum pulang juga? Sudah selarut ini," gumamnya,penuh kekhawatiran. Lalu tak lama... Klik. Pintu terbuka. Sosok Arga muncul di ambang pintu. Pria itu tampak lelah, dasinya longgar, dan rambutnya sedikit berantakan. Arga melangkah masuk. Ia berhenti sejenak, melihat Ziyan yang berdiri di tengah ruangan dengan mata berkaca-kaca, lalu pandangannya beralih ke meja makan yang masih penuh dengan hidangan yang sudah mendingin. "Kau belum tidur?" tanya Arga, suaranya datar, tanpa nada meminta maaf atau menjelaskan. Ziyan hanya bisa menghela napas, rasa lega bercampur kecewa membanjiri dirinya. Ia menggeleng pelan. "Aku menunggumu," katanya lirih. Arga hanya bergumam pelan, seolah tidak peduli, lalu berjalan melewatinya menuju kamar tidur. Perasaan lega yang baru saja membanjiri Ziyan seketika menguap, digantikan oleh kesakitan yang membeku. Ia menatap punggung Arga yang menghilang di balik pintu kamar, sebelum akhirnya mendengar gemericik air dari kamar mandi. "Aku akan mencoba lagi besok," bisiknya, mencoba meyakinkan diri.Tapi kali ini keyakinannya goyah. Ia berjalan ke dapur, dan mulai membersihkan piring-piring dan setelah itu menyusul Arga ke kamarnya . Saat Ziyan meraih waslap, matanya menangkap ponsel Arga yang tergeletak di meja rias kecil di dekat pintu kamar.Sebuah panggilan masuk dari 'Risa' baru saja terputus. Jantung Ziyan berdetak tak karuan. Ia tahu, ia tidak seharusnya. Ia selalu menghargai privasi Arga. Tapi dorongan kuat, perpaduan antara kecemasan dan firasat buruk yang tajam, membuatnya seolah kehilangan akal. Dengan tangan gemetar, Ziyan mengambil ponsel itu. Layar ponsel itu terang, menampilkan sederet notifikasi pesan baru. Bukan dari grup kantor, bukan dari klien. Semuanya dari kontak bernama "Risa text{My First Love} hearts". Ziyan merasa kakinya lemas, seolah lantai di bawahnya tiba-tiba menghilang. Ia membuka pesan itu, dan seketika, udara di paru-parunya seperti habis tersedot. Arga (balasan 1 jam lalu) "Aku juga kangen banget, Sayang. Sudah di rumah. Aku sangat mencintaimu, cinta pertamaku. Aku tidak akan pernah melepaskanmu lagi." Ponsel itu jatuh dari genggamannya, menghantam lantai keramik dengan suara keras. Prang! Ziyan membeku, tatapannya kosong ke arah ponsel yang kini layarnya retak, kata-kata menyakitkan itu terpampang nyata, seolah diukir dengan belati di hatinya.Dan nama itu adalah Risa. Sekretaris suaminya. Arga keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggangnya, raut wajahnya sangat marah. "Apa yang kau lakukan?!" Arga membentak, berjalan cepat menghampiri ponsel yang tergeletak. Ia melihat layar retak itu dan pandangannya kembali beralih ke Ziyan. Matanya memancarkan api kemarahan. "Jawab aku, Ziyan?!" teriak Arga, suaranya menggelegar, membuat Ziyan tersentak mundur. "Berani-beraninya kau melanggar privasiku!" Air mata Ziyan yang sudah ia tahan sejak tadi akhirnya tumpah.Ia tidak lagi peduli dengan teriakan Arga. Ia hanya ingin tahu kebenarannya. "Risa... Siapa 'Risa My First Love'?" Suaranya bergetar. "Apa maksud dari semua pesan ini, Mas? Dia sekretarismu, kan? Dan... cinta pertamamu?" Arga tertawa sinis.Tawa yang menghancurkan semua harapan dan mimpi Ziyan dalam sekejap. "Kenapa? Kau sudah tahu?" Arga memungut ponselnya, sama sekali tak terlihat menyesal. "Bagus. Aku jadi tidak perlu menyimpan rahasia ini lagi." Ia mendekat, matanya tajam dan dingin. "Dengar, Ziyan. Kau benar. Aku mencintai Risa. Dia cinta pertamaku, dan dia adalah wanita yang kucintai. Aku hanya menikahimu karena alasan bisnis dan desakan keluarga.Jadi jangan pernah berharap aku akan membalas perasaan cintamu itu ." Ziyan terhuyung, memegangi dadanya. Rasa sakitnya begitu hebat hingga ia kesulitan bernapas. Ia menatap wajah Arga, mencari setitik saja penyesalan, tapi yang ada hanyalah kejengkelan. "Aku sudah selesai. Aku akan pergi," katanya lirih, mencoba melewati Arga. Namun, Arga meraih pergelangan tangannya, cengkeramannya kuat, dan kemarahan di matanya seketika digantikan oleh kilatan ketakutan yang dingin. Ia menarik Ziyan mendekat, suaranya kini berubah menjadi bisikan yang lebih menakutkan daripada teriakan. "Kau tidak akan ke mana-mana," desis Arga. Ziyan terkejut. "Lepaskan aku! Setelah semua ini, kenapa kau menahanku?!" "Karena Papa dan Mama !" Arga membentak pelan, rahangnya mengeras. "Kau pikir ini semudah itu? Kau tahu seberapa sayangnya mereka padamu? Kau adalah anak dari sahabat baik mereka, Ziyan! Mereka tidak akan pernah memaafkanku kalau sampai tahu aku telah menghancurkan pernikahan ini, apalagi karena perselingkuhan. Reputasiku akan hancur! Bisnis kita akan dipertanyakan!" "Kau tetap istriku," tegas Arga, menekan setiap kata. "Kau akan tetap di sini, sampai aku menemukan cara yang aman untuk keluar dari pernikahan ini tanpa merusak reputasiku dan membuat Ayah Ibu marah besar." "Kau akan tetap menjadi istriku yang sempurna di depan mereka.Aku tidak akan menceraikanmu, dan kau tidak akan berani membocorkan rahasia ini!" Ziyan merasakan jiwanya tercabut. Ia tidak hanya dihancurkan, tapi juga dipenjara. Air matanya berhenti mengalir. Matanya kini dipenuhi keputusasaan yang sunyi, ia menyadari bahwa ia tidak hanya kehilangan cintanya, tapi juga kebebasannya. Ia mengangguk pelan, anggukan yang penuh kepasrahan. Malam itu, Ziyan tidak pergi.DIa menyadari bahwa penderitaannya baru saja dimulai. Ia terperangkap dalam pernikahan yang dingin, dipaksa tersenyum di depan orang tua yang menyayanginya, sambil tahu bahwa pria yang dinikahinya hanya menunggunya lengah untuk bisa kembali ke pelukan cinta pertamanya. Pertempuran cintanya telah berakhir. Kini yang tersisa hanyalah perang sandiwara yang tak berujung. Bersambung......
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD