Part 8

2479 Words
PART 8 .-"*"- "Jadi lo masih kuliah?" tanya Rio-nama panggilan Mario-, Shilla mengangguk lalu menyuapkan potongan steak nya kedalam mulut. Setelah pulang dari kantor Shilla pun merencanakan pertemuan makan siangnya dengan Rio, Shilla meminta tempat pertemuan mereka tidak jauh dari lokasi kantornya, Rio setuju dan disinilah mereka berada. "Itu sebabnya lo selalu pulang lebih awal dari pada pegawai lainnya?" tebak Rio. "Ya, gue punya kewajiban dikantor juga dikampus," ucapnya, Rio mengangguk paham, mereka baru saja mengubah panggilan saya-anda menjadi lo-gue, Rio bilang agar Shilla tidak kaku dan merasa akrab padanya. "Ketika gue seumuran lo, gue masih bermain-main sama para gadis," ucap Rio, Shilla mengangkat alisnya. "Apa lo setua itu?" "Nggak juga," "Kalau gitu, kasih tau gue berapa umur lo?" "Gimana kalau lo tebak dulu," Shilla terlihat berpikir sebentar, "Tiga puluh lima?" tebaknya. Rio terkekeh lalu memfokuskan pandangannya kearah Shilla, "kayaknya gue harus mengurangi jadwal berpikir gue, agar nggak terlihat tua," ucapnya dengan nada bercanda. "Kenapa? Tebakkan gue salah?" "Gue gak setua itu juga, i'm 30," Kening Shilla berkerut, "Cool! Lo 30 tahun dan udah jadi wakil dirut?," ucapnya tak percaya. "Look at you now, lo 24 tahun dan udah jadi dirutnya," lalu keduanya terkekeh. "Btw, apa maksud lo dengan, ketika seumuran gue lo masih main-main?" tanya Shilla masih penasaran dengan ucapan Rio sebelumnya. "Enam tahun lalu gue masih nggak serius sama gadis manapun," "Apa lo sekarang udah ngerasa tua buat serius?" "Lebih tepatnya, gue udah matang buat menjalin hubungan yang lebih serius," Rio tersenyum ramah pada Shilla. Shilla suka cara Rio berbicara kepadanya, untuk makan siang pertama mereka ini, ia tambahkan penilainya tentang Rio menjadi 8. Ponsel Shilla berdering menandakan ada telefon masuk. "Wait a minute," katanya yang dibalas anggukan Rio. Kening Shilla berkerut ketika melihat siapa yang menelfonnya, dari kantornya. "Ya?" tanyanya. Diseberang sana suara Angel terdengar. "Bokap lo dateng," ucap Angel, mendadak tubuh Shilla jadi kaku, Papanya datang ke kantor? Untuk apa? "Sepertinya lo harus buru-buru kesini," "Oke," Rio yang sejak tadi mengamati Shilla mengerutkan kening, "ada masalah?" tanyanya. "Gue harus balik ke kantor, ada masalah yang harus gue selesaiin," Shilla menenteng tasnya dan berdiri, ia tersenyum menyesal pada Rio. "Gue harap lo nggak menyesal ngajak gue makan siang bareng, gue janji makan siang berikutnya nggak akan seperti ini," "Nggak masalah selama lo masih mau makan siang bareng lagi sama gue," Shilla tersenyum lalu pergi meninggalkan Rio beruntung jarak dari restoran ke kantornya tidak terlalu jauh jadi Shilla hanya butuh 10 menit untuk sampai. Papanya dikantornya, oh, ini untuk pertama kali setelah bertahun tahun berlalu, dan untuk apa Papanya datang? Setelah sampai Shilla berjalan tergesa-gesa masuk kedalam kantor, ia langkahkan kakinya lebar-lebar agar cepat sampai ke ruangannya. Shilla masuk ke dalam ruangannya dengan nafas yang tercekat, Papanya sedang duduk disofa, benar Papanya. "Shilla," Angel yang pertama kali sadar dengan keberadaan Shilla. Papanya menoleh lalu tersenyum, Shilla hanya dapat mematung beberapa saat, seperti inilah Papanya yang ia kenal, berpenampilan berwibawa dan tersenyum damai, tapi Shilla lupa kapan terakhir kali Papanya tersenyum seperti itu, sudah 10 tahun, atau lebih? Angel menghampiri Shilla, "gue akan keluar," ucap Angel pelan. "Papa hanya berkunjung," ucap Marvel selepas Angel pergi. Dulu Papanya adalah orang yang paling Shilla hargai, satu-satunya yang paling mengerti dirinya, paling mendukungnya, lalu semua berubah dalam sekejab, rasanya tidak sama lagi, Papanya telah gagal, perasaan itu membuat matanya memanas. "Dan makan siang, tapi sepertinya kamu sudah makan siang," ucap Marvel. "Lebih baik Papa kembali ke kantor, aku sibuk dan Papa juga, kita punya tanggung jawab dan aku nggak akan lepas dari itu, kunjungan Papa selesai. Kalau Papa mau, aku bisa suruh Angel buat anter Papa ke lobi," ucap Shilla santai, seolah tersadar kalau Shilla menyindirnya dengan menyebut 'tanggung jawab' Marvel tersenyum kecut, ia menyadari kalau Shilla benar-benar belum memaafkannya. "Ya, Papa minta maaf mengganggu kamu, Papa bisa sendiri kamu tidak usah repot-repot nyuruh Angel," ucap Marvel, Shilla menelan ludahnya yang terasa seperti kerikil ditenggorokannya, ia hanya mengangguk dan membiarkan Marvel berlalu dari hadapannya. Sesaat ia baru menyadari bahwa kata-katanya menyakiti Papanya, tapi kenapa Papanya sama sekali tidak pernah menyadari kalau perbuatannya selama ini juga menyakiti Shilla? Pintu ruangan kembali terbuka dan tertutup, Angel menghampiri Shilla yang masih mematung ditempatnya. "You ok?" tanya Angel khawatir melihat Shilla. Shilla mengangguk, "I'm good." -- Shilla meneggakkan kepalanya ketika Cakka menghampirinya, pagi-pagi sekali Shilla, Ify dan Sivia sudah berada di bandara, ketiganya berniat mengantarkan Cakka sebelum terbang ke Medan untuk syuting film terbarunya, Shilla tersenyum kecut ketika Maya mendesak Cakka untuk berpamitan segera dan kembali ke rombongan mereka. "Have a safe flight and take good care of yourself," ucap Shilla, Cakka tersenyum ke arah Shilla lalu memeluk gadis itu. Shilla tidak kaget atas tindakan Cakka, sepertinya ia mulai terbiasa, Shilla dapat mendengar suara cekikikan Ify dan Sivia. "I will miss you," bisik Cakka, pemuda itu mencium kening Shilla sebelum melepaskan pelukannya. Shilla dapat merasakan degup jantungnya yang berdetak lebih cepat, sialan Cakka, aktingnya berhasil membuat Shilla melambung. "I will wait for your return," ucap Shilla lagi. Cakka tersenyum lalu beralih kearah Sivia dan Ify. "Lo bisa bilang sama gue kalau Shilla kenapa-kenapa," "Tenang Kka, kita akan jagain Shilla sampai lo kembali lagi," ujar Sivia mengacungkan jempolnya. Ify dan Sivia bersalaman dengan Cakka, tak lupa mereka minta berpose ria, tentu saja mereka akan mengabadikan momen ini, dan tak lupa update di i********:, Sivia cekikikan membayangkan betapa orang-orang ingin berada diposisinya. "Well then, lo sama Shilla," ucap Sivia setelah selesai berfoto dengan Cakka. Shilla hendak menolak lalu Cakka merangkul pinggangnya dan tersenyum lebar. "Say hiii," teriak Sivia. Shilla tersenyum seadanya dan sepertinya Sivia tak puas dengan hasil jepretannya. "Peluk dong biar kayak tumblr gitu haha," goda Ify lalu tertawa lebar. Cakka menurut, ia memutar tubuh Shilla hingga berhadapan dengannya. "Apa sih," ucap Shilla tak terima, Cakka merangkul pipi Shilla lalu mencium pucuk hidung cewek itu. "Oh God, kalian berdua, ini tempat umum guys," pekik Ify menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan Cakka dan Shilla. Sivia terkekeh dan menunjukkan hasil jepretannya, "Nice one, berhenti mesra-mesraan, gue udah dapet fotonya," ucap Sivia. Shilla hanya dapat pasrah melihat tingkah kedua temannya. Suara operator yang mengatakan bahwa pesawat yang akan Cakka naiki akan lepas landas terdengar. Ketiganya mengucapkan kata sampai jumpa lagi dan berdadah ria pada Cakka, entah mengapa Shilla tidak merasa senang ketika punggung Cakka mulai menjauh. Tidak, harusnya dia senang tidak akan bertemu Cakka untuk dua minggu ke depan. Shilla menghela nafas panjang, sebelum berbalik dan melangkah meninggalkan tempat itu. -- Shilla menggigit lidahnya kuat-kuat ketika meraskan gejolak didalam dadanya. Shilla mengetukan jari telunjuknya diatas meja. Ia melirik jam dinding dikamarnya, jam 1 dini hari dan ia masih terjaga. Cakka i***t, tidak tau diri, Shilla mengumpat dalam hati. Ini sudah hari ke 10 sejak kepergian Cakka ke Medan dan seenak jidatnya ia tidak pernah sekalipun menelfon atau mengirimkan Shilla pesan, bahkan untuk sekedar memberi tahu kabar pun, Cakka tidak. Apa jangan-jangan Cakka sudah melupakannya? Oh harusnya Shilla senang dengan fakta itu, lalu bahunya melemas ketika menyadari ia sama sekali tidak senang akan fakta itu. Shilla meraih ponselnya yang terletak diatas meja, tentu saja ia tidak akan menelfon atau mengirimkan pesan untuk Cakka. Mau ditaruh dimana harga dirinya kalau harus menghubungi Cakka lebih dulu? Shilla membayangkan Cakka akan tertawa setan kalau tau Shilla menghubunginya, tidak, tidak akan Shilla menghubunginya. Shilla membuka akun instagramnya, iseng-iseng ia menggunggah sebuah foto, ia tidak peduli dengan reaksi Cakka setelah ini. Shilla mengunggah fotonya bersama Cakka ketika dibandara, foto yang dikirimkan Sivia padanya, dengan pose mereka yang saling berhadapan dan Cakka mencium pucuk hidungnya. 'I miss you, you don't know how this feels, @cakkajean' Tulisnya sebagai keterangan foto itu. -- Cakka menggeliat tak nyaman diatas tempat tidurnya. Bola matanya mengintip dari balik kelopak matanya ke arah jam di dinding. Hampir pukul satu dini hari dan ia tidak bisa tidur lagi setelah terjaga dari tidur 2 jam nya. Matanya menyapu kamar hotelnya yang lengang dan remang-remang, perlahan Cakka bangkit dari posisinya dan duduk dengan bersandar dikepala ranjang. Cakka mengambil ponselnya diatas nakas, sudah lama Cakka tak memeriksa ponselnya, selama di Medan, ia benar-benar sibuk. Tapi hari-hari sibuknya akan segera berlalu, beberapa hari lagi ia akan pulang ke Jakarta, ada seseorang yang ingin segera Cakka temui. Cakka tersenyum tipis ketika membayangkan orang yang sedang ingin ditemuinya, dimana ketika gadis itu marah-marah padanya, mengumpatinya, berakting manis padanya, Cakka merindukan itu semua, merindukan gadis itu, Shilla. Tapi sepertinya ia tidak ingin mengganggu hari-hari Shilla tanpa dirinya, biarkanlah gadis itu menikmati hari bebasnya tanpa Cakka. Walaupun terkadang diwaktu malam tangan Cakka gatal untuk segera meraih ponselnya dan menghubungi Shilla, lalu sebelum telefonnya tersambung Cakka sudah membatalkannya, mengurungkan niatnya untuk menghubungi Shilla, selalu begitu. Ibu jari Cakka menekan icon i********: di ponselnya, beberapa kali ia memang kerap membuka akun jejaring sosialnya dimalam hari jika sedang tidak bisa tidur. Mata Cakka terpaku pada satu foto yang ditandai Shilla padanya, foto mereka berdua yang diambil Sivia. Tidak masalah, tapi Cakka tak bisa memungkiri kalau ia senang bukan main begitu membaca caption foto tersebut. 'I miss you, you don't know how this feels, @cakkajean' bacanya dalam hati. Cakka tersenyum lebar, seperti tak mau kalah, ia ikut mengunggah sebuah foto. Foto Shilla yang sedang terlelap, yang diambil nya diam-diam ketika Shilla mabuk berat dipertemuan pertama mereka. 'I know how you're feeling because i feel the same way, wait for me to come home ❤' @shillaballard' tulis Cakka. Setelah itu ia langsung mengirimkan Shilla sebuah pesan singkat. To : Shilla Ballard 'Missing me, hmm?' Hanya butuh dua menit untuk menunggu balasan dari Shilla. Sepertinya Shilla belum tidur, pikir Cakka. From : Shilla Ballard 'That was my question. Miss me, hmm?' Cakka tersenyum ketika membaca balasan Shilla. 'YES.' balas Cakka. Lalu terkekeh kecil ketika membaca ulang balasannya yang ia tulis dengan huruf kapital. 'Yah, sayangnya gue nggak.' 'Really?' 'Yeah' 'Kenapa belum tidur? Lo nggak lagi mabuk kan?' 'You think?' 'Lo nggak mabuk, cuma depresi aja krn kangen gue' 'LOL! In your dreams mister' 'Gue liat kok curhatan lo di i********:' 'Gimana? Apa gue udah keliatan tergila-gila setengah mati sama lo?' balasan Shilla membuat keningnya berkerut, mungkin gadis itu tak akan sadar kalau isi pesannya itu membuat d**a Cakka seperti dicubit. 'Hampir' balasnya. 1 menit. 2 menit. 3 menit. Cakka tersenyum tipis, mungkin Shilla sudah tertidur, Cakka merebahkan tubuhnya diranjang, matanya menerawang ke langit-langit kamar. "Hey girl, i miss you so much," gumamnya lalu tersenyum lebar. Ponsel Cakka kembali bergetar, balasan dari Shilla. 'Gue baru buka ig, lo curi foto gue?' alis Cakka terangkat sebelum akhirnya memutuskan untuk men-dial nomor ponsel Shilla. Sambungan pertama, kedua, ketiga. Dan, "Hmm," gumaman Shilla terdengar diseberang sana. "Sorry," ujar Cakka membuka suara. "For what?" "Tentang foto itu," Hening beberapa saat, "gue ngikutin lo waktu itu, lo mabuk dan gue berusaha untuk bantu," tambah Cakka, menjawab tanda tanya yang Shilla pikirkan. "Oh," desah Shilla. Kembali hening, keduanya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. "Thank you," ucap Shilla pelan, tapi Cakka mendengarnya, suasana lengang dikamarnya membuatnya dapat mendengar setiap kata yang diucapkan Shilla, bahkan deru nafas gadis itu pun dapat didengarnya dengan jelas. Lalu Cakka menyadari kalau Shilla berterima kasih padanya, juga menyadari betapa jarangnya gadis itu mengucapkan kata-kata itu. "Anytime," Cakka dapat mendengar suara menguap Shilla, ia tersenyum tipis membayangkan ekspresi Shilla yang sedang mengantuk. "Ok, gue rasa lo udah ngantuk. Good night." -- Shilla memandang Rio dengan tatapan yang tidak terbaca, pemuda itu baru saja menanggapi hubungannya dengan Cakka, ia baru tau kalau Shilla sudah memiliki kekasih seorang artis, dan tanggapan Rio adalah mereka bukan pasangan yang ideal. "Lo berpikir seperti itu?" tanya Shilla setelah menyelesaikan makan malamnya. Rio mengangguk samar, "Lo seorang CEO dan dia artis, sama sekali gak sejalan kan?" "Ada banyak kasus yang sama seperti yang gue alami, tapi mereka baik-baik aja," Rio mengangkat bahu acuh lalu mengalihkan pembicaraan. Entah mengapa ia tidak suka tanggapan Rio tentang hubungannya dengan Cakka. Tapi biarlah Rio menilai sesukanya, orang-orang bebas berpendapat kan? Dan tentang hubungannya dengan Rio, mereka berteman baik sekarang, Rio adalah lawan bicara yang menyenangkan, ia berkepribadian sangat royal, konsisten, mudah bergaul dan rendah hati. Beberapa hari tanpa Cakka membuat Shilla lebih sering menghabiskan waktu bersama Rio, walau hanya sekedar makan malam atau nongkrong, Shilla menyukai waktu dimana ia dapat berbicara apa saja dengan Rio. "Akhir pekan perusahaan gue ngadain pesta tahunan, lo bisa dateng kan?" tanya Rio. "Pesta tahunan?" "Ini pesta non-formal, lo bisa ngapain aja sesuka lo," "Gue baru tau ada perusahaan yang ngadain pesta setiap tahun seperti perusahaan lo," Rio terkekeh, "buat refreshing, pegawai-pegawai juga butuh itu, dan disana semua sama, kita teman," Shilla terkagum, sama sekali tak pernah berfikir kalau perusahaannya juga butuh hal seperti itu. "Gue akan datang," ucapnya menyetujui ajakan Rio. -- Berulang kali Shilla melirik ponselnya yang terletak diatas meja kerjanya. Tidak bergetar dan berdering, Shilla meneguk ludahnya dan kembali memfokuskan tatapannya ke laptop miliknya. Hari ini tepat dua minggu Cakka di Medan dan seharusnya hari ini pemuda itu sudah pulang, tapi Cakka sama sekali tidak menghubunginya. Shilla menghela nafas panjang, selama dua minggu ini mereka memang bisa dikatakan tidak berhubungan sama sekali, Cakka hanya mengirimkannya pesan singkat dimalam ke sepuluh itu juga karena pancingan Shilla yang memposting foto di instagramnya, dan betapa kagetnya Shilla ketika Cakka ikut memposting fotonya yang sedang terlelap, foto yang sama sekali tidak Shilla sadari kalau saja ia tidak ingat kapan terakhir ia memakai baju top crop difoto itu. Fakta baru yang ia ketahui, Cakka menguntitnya malam itu, dan sepertinya Cakka memang sudah merencanakannya sejak awal, merencanakan penjebakan terhadapnya. Shilla mengerjapkan kelopak matanya, Shilla tau kenapa Cakka bisa tau pekerjaannya, alamat kantornya, nomor ponselnya, pemuda itu memeriksa dompetnya tanpa izin. Lihat saja ketika Cakka kembali, ia akan memakinya habis-habisan. "Shilla..." Suara Angel mengembalikan Shilla ke alam sadarnya. "Gue panggil lo malah melamun, ada tamu tuh diluar," ucap Angel, Shilla mengerutkan kening, Rio kah? Siang ini Shilla sudah berjanji untuk makan siang bersama Rio, lalu kenapa Rio tidak menghubunginya dulu kalau akan datang? Shilla menggeser kursinya lalu berdiri, lebih baik ia keluar untuk memastikan kalau Rio disana dan tidak jadi bahan tontonan karyawatinya karena ketampanannya. Shilla baru saja membuka pintu ruangannya dan seseorang dihadapannya membuatnya terkejut bukan main, "Cakka?" ucapnya tak percaya. Orang dihadapannya terkekeh melihat reaksi Shilla, dengan modal sebuket mawar merah ditangannya ia pun memeluk Shilla singkat. "Untuk kamu," ujar Cakka menyodorkan mawar merah pada Shilla setelah melepaskan pelukannya. Shilla mengerjapkan matanya hampir tak percaya bahwa orang yang beberapa menit lalu ia pikirkan sudah ada dihadapannya. Shilla menerima buket bunga itu, seolah sadar kalau mereka sekarang jadi tontonan, Shilla menarik lengan Cakka agar mengikutinya masuk ke dalam ruangannya. Hening! "Gue.." "Gue," Keduanya tersenyum kikuk ketika menyadari kegugupan mereka. "Lo dulu," ucap Cakka. Shilla berdehem, "Thank you," ujarnya akhirnya, mungkin Cakka adalah orang yang beruntung, tidak ada satupun lelaki yang pernah Shilla ucapkan terima kasih. Dan lihat, hanya sebuket bunga mawar merah, Shilla langsung mengucapkan kata ajaib itu. "Senang ketemu lo lagi," ujarnya lagi membuat Cakka terkekeh. Ketukan dipintu membuat kekehan Cakka terhenti, Shilla meletakkan bunganya diatas meja lalu membukakan pintu. Namun mendadak suasana kembali hening. "Rio?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD