Kartika memperhatikan jam di dinding yang laju jarumnya terasa lebih lambat dari biasanya. Jam sepuluh malam dan belum ada tanda-tanda putrinya akan pulang. Ponselnya mati. Entah sudah berapa ratus kali dia menghubungi ponsel milik putrinya tapi selalu operator bersuara cantik itu yang menjawab. Sepertinya Cecil sengaja mematikan ponselnya karena tidak ingin diganggu. “Sudah malam, ayo masuk. Kita tunggu di dalam saja.” Suaminya menepuk pundak Kartika dan memintanya masuk ke dalam rumah. Angin malam tidak pernah berakhir baik untuk tubuh tua mereka. “Aku takut dia ngapa-ngapain sama Sultan,” keluh wanita senja itu sembari duduk di salah satu kursi runag tamu. “Takutnya kok aneh? Bukannya takut anak kita kenapa-kenapa malah takut ngapa-ngapain.” “Aku serius Pak! Kalau ada apa-apa pasti