Aku pikir aku tidak sanggup, tapi ternyata aku sanggup mengerjakan revisian kerangka penelitianku dalam waktu tiga hari. Memang sih dalam tiga hari tidak ada yang aku lakukan selain mengerjakan pekerjaan rumah dan merevisi kerangka penelitian ini. Aku benar-benar serius mengerjakannya.
Karena itu, aku berniat untuk menghubungkan Pak Aarav agar kami kembali melakukan bimbingan. Dia memberikanku pilihan, bimbingan pada malam ini atau bimbingan minggu depan karena besok pagi dia akan ada pertemuan dengan dosen-dosen lainnya di luar Jakarta.
Untuk aku, mahasiswi yang ambisius tentu saja memilih bimbingan pada malam ini. Tidak masalah apabila selesai bimbingan pada tengah malam yang penting kerangka ini cepat selesai dan aku akan mengerjakan step selanjutnya.
Pak Aarav memilih sebuah cafe dekat rumahku sebagai tempat bimbingan kami. Awalnya aku menyarankan agar kami melakukan bimbingan di kampus, seperti biasanya. Namun, dia menolak. Katanya kampus saat malam hari pasti sepi dan tidak baik bagi kami berdua.
Dia takut hantu sepertinya. Atau takut hal yang lain. Entahlah.
Sehingga di sinilah kami sekarang. Duduk berdua di sebuah cafe dengan suasana tidak terlalu ramai. Hujan di depan sana membuat atmosfer di antara kami semakin dingin. Kami memesan minuman dengan menu yang sama yaitu coklat panas.
Sebelum memulai bimbingan pada hari ini, kami sama-sama menikmati coklat panas dengan diselimuti oleh keheningan. Mataku menjelajah menatap pengunjung cafe ini satu per satu. Dalam satu meja, rata-rata diisi oleh sepasang kekasih. Aku tebak begitu dan mungkin juga orang-orang menebakku dengan Pak Aarav juga sepasang kekasih. Padahal mereka tidak tahu saja, pria yang duduk dihadapanku saat ini adalah dosenku.
"Iya. Kita mulai bimbingannya," ucapnya lalu meletakkan cangkir ke atas meja. Dia menegakkan tubuhnya lalu menatapku lurus.
Aku buru-buru mengeluarkan hasil revisianku. Dia membacanya dengan teliti, membuka halaman demi halaman sampai akhirnya dia menoleh ke arahku. "Saya enggak bawa pulpen," ucapnya tiba-tiba.
Satu sisi aku merasa senang. Dia tidak membawa pulpen yang berarti dia tidak akan mengotori hasil revisianku.
"Kalau begitu kasih tahu saja Pak, kesalahan saya dimana. Nanti saya catat di kertas lain," ucapku dengan selembut mungkin.
"Tapi saya bawa stabilo," ucapnya sambil mengeluarkan stabilo berwarna hijau pekat dari kantungnya.
Aduh, stabilo lagi. Bisa lebih kotor deh kerangka penelitianku.
Aku mendesis napas pelan sebelum akhirnya menatapnya dengan tatapan sendu. "Bapak, tolong. Jangan coret-coret kaya kemarin. Saya ngerjain kerangka penelitian ini tiga hari begadang loh, Pak."
Dia terdiam lalu terkekeh pelan. Ini dosen sepertinya sengaja ingin membuatku kesal. Dia tersenyum tipis lalu mengeluarkan pensil dari tasnya. "Saya pakai pensil aja ya?" tanyanya.
"Iya, Pak."
Dia kembali tersenyum lalu matanya beralih menatap kerangka penelitianku. "Lucu," ucapnya disela-sela kegiatan mencoret-coretnya.
Apanya yang lucu?!
Masa kerangka penelitianku lucu?!
Dasar aneh.
Bersambung