Simbiosis Mutualisme

1323 Words
Danita berada di dalam ruangan pertemuan dengan manajer lain yang mengisi ruangan cukup luas di dalam perusahaan mereka. Dia di sini sebagai perwakilan manajernya yang tidak bisa ikut menyambut kedatangan manajer baru bagian keuangan setelah yang selumnya resign dengan alasan better offer. “Selamat datang untuk manajer yang baru. Kami harap bapak Andrea Kuswanto betah bekerja di sini.” Fazran menyapa di depan semua orang yang menjadi peserta morning briefing. Pertemuan yang tidak biasa karena kedatangan anggota baru yang sudah cukup berpengalaman dan emnjadi rebutan beberapa perusahaan. Fazran, selaku direktur utama sepertinya cukup menyukai direktur keuangan yang baru ini sampai tersenyum sangat lebar. Tapi perhatian Danita bukan pada Fazran yang masih mengatakan banyak hal dalam pidato penyambutannya. Dia menaruh fokusnya pada seseorang yang berdiri tidak jauh dari podium tempat direktur utama mereka bicara. Seseorang yang sudah 5 hari ini tidak berbicara lagi oleh Danita pagi saat dia kemudian bangun tidur. Saat itu adalah pagi setelah dia mengobati lengan Yudit yang lebam. Dia terkejut melihat Yudit yang tidak ada di sampingnya ketika bangun di atas ranjang karena dia yakin dia tidur bersama pria itu semalam. Tapi kini Yudit malah berada di depan pintu apartemennya, menekan bel untuk masuk lagi ke tempat tinggalnya ini. “Loh, kamu abis keluar? Kapan?” tanya Danita sambal mengikuti Yudit yang masuk ke dalam kamar pribadi miliknya. Yudit terus berjalan tanpa mengtakan satu patah kata pun, hal itu membuat Danita bingung juga kesal karena dicueki walau dia juga paham kalau Yudit memang sifatnya sudah begini sejak dia lahir sepertinya. “Loh, eh kenapa kamu buka laci…. aku?” Danita menatap tidak percaya pada Yudit yang menyimpan dompet juga ponselnya di dalam laci nakas dekat tempat tidur Danita yang berisi bra bermotif kartun karena menurutnya itu lucu. Tapi itu menjadi sangat memalukan karena Yudit bisa-bisanya membuka laci itu dan menyimpan barang-barangnya di sana, di bawah tumpukan bra milik Danita yang bermotif doraemon, hello kity, bahkan frozen. Danita ingin sudah ingin menangis saja karena malu. Huaaaaa!!! Tapi Yudit tidak menghiraukan hal itu, dia dengan santai mengambil ponsel dan dompetnya lalu menyimpannya ke dalam sau celananya. Sedangkan Danita masih menutupi wajahnya yang memerah karena rasa malu. Tapi saat dia membuka tangannya, dia tidak melihat keberadaan Yudit yang ternyata sudah berjalan lagi menuju ke arah pintu apartemennya. “Kamu mau pergi lagi?” tanya Danita pada Yudit dari ambang pintu kamarnya. Yudit sedang menggunakan sepatunya lagi dan kelihatan tidak ingin menjawab pertanyaan Danita. Setelah selesai memasang alas kakinya itu, Yudit membuka pintu apartemen Danita da pergi tanpa mengatakan pamit atau hal apa pun. Wajah Danita langsung berubah cemberut. Dia merasa kesal, bingung dan sedih karena Yudit bersikap begitu padanya. Dia tidak mengerti kenapa Yudit harus sepelit itu sampai tidak membalas atau menyahuti setiap dirinya berbicara. Memangnya sesusah itu ya buat ngomong atau setidaknya senyum? Sejak itu, Danita berencana membuat dirinya untuk tidak menghiraukan lagi apa pun yang Yudit lakukan. Dia akan membatasi ruang gerak pria itu di dekatnya. Tapi ternyata Yudit duluan yang melakukan itu, karena pria itu sama sekali tidak muncul di hadapan Danita dalam kurun waktu 5 hari ini. Ketika berpapasan di kantor pun Yudit tampak biasa saja, matanya menatap lurus ke depan seolah di kanan kirinya tidak ada manusia atau hal menarik untuk dilihat. “Oke, kayaknya simbiosis mutualisme ini sudah berakhir.” Gumam Danita sambil mencoret kertas notebook yang dia bawa di dalam morning briefing ini. Simbiosis mutualisme yang Danita maksud adalah saking menghangatkan di atas ranjang dan bermain panas juga di atasnya. Jadi sepertinya Yudit benar-benar menganggap dirinya ini hanya teman bermain ‘ena-ena’. Danita mencoba untuk terus menatap Yudit sampai mereka kemudian saling menatap, tapi Danita dengan cepat mengalihkan padangannya pada Fazran yang sudah selesai berbicara dan disambut oleh tepuk tangan orang-orang yang hadir pada pertemuan ini, tidak terkecuali Danita.   /// Danita kini sedang bersama dengan teman-teman kantornya untuk menonton film yang sedang hits baik di luar maupun di dalam negeri. Mereka merencanakan agenda ini sejak beberapa hari lalu dengan mempertimbangkan ada tidaknya pekerjaan yang over load. Anggota yang datang terdiri dari 6 orang, tapi mendapatkan tambahan seorang lagi yaitu manajer baru di kantor mereka, Andrea Kuswanto yang dipanggil dengan Pak Andre kalau di kantor. “Nih, tiketnya.” Arsen sebagai ketua panitia acara nonton ini membagikan tiket yang sudah ditukar menjadi tiket fisik. Arsen membagikan tiket itu dengan cara unik, yaitu agar teman-temannya memilih secara acak karena dia tidak memperlihatkan bagian nomor tiketnya. Kebetulan juga tadi dia memilih satu deret kursi agar mereka bisa duduk berjejeran. “Yah.... gue tengah nih, ah sebel.” Rena memanyunkan bibirnya. Biasanya yang di tengah dicueki apalagi sekarang mereka berjumlah ganjil. “Ah elah, itu elo aja yang sial.” Dendi menyeletuk jahil dan mendapatkan injakan high heels oleh Rena. “Sukurin!” “Asik, gue dapet pinggir.” Danita memekik senang karena dia memang suka sekali duduk di pinggir dekat tembok ketika di bioskop. “Gue dapet deket elo, Ta.” Ucap Andre dan mendapatkan perhatian penuh dari teman-temannya. “Ecieeee... yang bakal PDKT nihhhh....” Mareta, teman Danita dari divisi berbeda yaitu pemasaran menyoraki bagaimana manajer baru di kantor mereka memang kelihatan ingin mendekati Danita. Akibat sorakan itu, teman-teman yang lain ikut-ikutan memberikan ‘cie-cie’ pada Danita dan Andre. “Brisik amat mulut elo! Gue cium nih!” Danita berusaha menutupi mulut Mareta tapi temannya itu tetap menyerocos hal-hal yang semakin membuat suasana ramai. “Yaelah, mau cium mah sama cowok aja, Ta! Gue masih normal!” kata Mareta yang berhasil mengelak dari Danita. Kini mereka semua sudah di dalam teather dan menantikan film yang akan dimainkan dalam 5 menit lagi. Seperti biasa layar lebar di hadapan mereka masih menayangkan iklan dan trailer film lain. Tapi makanan yang mereka bawa satu persatu sudah dibuka karena cukup membosankan juga menunggu begini. Apalagi bagi Danita yang tiba-tiba menjadi pendiam karena merasa canggung dekat dengan Andre, si manajer baru. “Elo nggak mau keripik kentangnya?” tanya Andre. Sejak tadi Danita sibuk dengan ponselnya yang membalas chat di dalam grup, Andrea dapat melihatnya dengan jelas dari posisinya apalagi tinggi badannya juga mendukung dia untuk mengintip apa yang sedag Danita lakukan. Tapi Andre merasa dicueki karena hal itu jadi dia menegur Danita. “Eh, em... kalau boleh, Pak.” “Andre, Ta. Kita lagi di luar kantor. Santai aja kaya yang lain.” Kata Andre mengoreksi panggilan Danita. “Eh, iya.. sorry, Ndre.” “No problem. Ya udah, nih lo cobain. Gue juga nggak bisa ngabisin sebanyak ini.” Andre bukan memberikan beberapa kripik kentang itu, tapi sampai bungkus-bungkusnya ditaruh oleh pria itu di atas pangkuan Danita. “Tapi ini kok dikasi gue semua?” tanya Danita heran. “Biar elo ambilnya gampang.” Kata Andre yang kemudian mengambil keripik kentang yang dibelinya tadi sebelum masuk ke dalam teather. Tapi karena posisi cemilan itu sudah berpindah ke pangkuan Danita, maka dia harus mendekatkan dirinya pada Danita dan Danita menahan napas ketika merasakan rambut depan Andre mengenai pelipisnya, yang artinya posisi mereka jadi sangat dekat. Danita berniat untuk memindahkan keripik kentang itu di bagian tengah mereka, di atas pegangan tangan. Tapi Andre kembali meletakkannya ke atas pangkuan Danita. “Duh...,” gumam Danita pelan. Dia bukanya tidak tahu kalau Andrea, si manajer baru di kantornya ini seperti sedang mendekatinya. Tapi dia masih harus berpikir panjang untuk dekat dengan pria yang sudah punya buntut tapi statusnya duda karena cerai hidup dengan istrinya. Andrea itu masih berkepala 3, dari data yang diketahui Danita karena dia bekerja di HRD mengatakan kalau umur pria ini sudah 34 tahun. Anaknya sudah TK. Dari informasi itu saja Danita sudah ragu untuk dekat dengan Andrea. Dia bukannya ingin bersikap sok tidak tahu diuntung karena disukai oleh duda kaya, ganteng, berwawasan luas dan ramah, tapi karena dia tidak mau mendapatkan masalah. Banyak karyawan perempuan yang menaruh rasa suka pada Andre. Apalagi Andre akbarnya juga dekat dengan salah satu sekretaris direksi mereka yang statusnya janda anak satu. Bisa berabe kalau Danita menyambut setiap kode dari Andrea, karena dia tidak mau berurusan dengan si sekretaris itu nantinya. Berkali-kali dia harus menahan napas ketika Andre mengambil cemilan yang ada di pangkuannya, itu juga yang membuat dia tidak fokus menonton film. Akibatnya ketika mereka makan-makan dan membahas film yang ditonton tadi, Danita tidak dapat mengikuti percakapan teman-temannya dan beralasan ngantuk sampai tidak melihat film tadi. Sementara itu Andre tampak biasa saja bahkan tetap memberikan kode-kode pada Danita dengan membukakan tutup botol air mineral Danita padahal dia juga bisa melakukannya sendiri. Ini benar-benar kacau.   /// Instagram: Gorjesso Purwokerto, 8 September 2020 Tertanda, . Orang yang mau ambil air es di kulkas . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD