Bagian 2
Resto 'make your happy', London,England
"Kenapa kau diutus untuk mengawasiku?" Sarah menatap tajam seorang lelaki yang kini duduk dihadapannya, rekan dokter Tom Holland. Lelaki itu diam dan memandang Sarah. Wanita berhijab putih itu menjadi takut melihat sebelah mata lelaki yang ternyata hanya tertutup dan disana luka panjang telah membekas. "And what happened in your eyes, that scared me." katanya bergetar.
Lelaki itu tertawa panjang dan membuat pengunjung restoran yang sedang menikmati makanan mereka menjadi heran sekaligus terganggu dengan tawa lelaki itu, Sarah menutup wajahnya dengan kertas menu makanan restoran, sangat tidak ingin wajahnya dilihat oleh orang-orang yang sedang menatap mereka berdua.
"Shut up, please." tegur seorang pelayan kepada lelaki yang berada di hadapan Sarah.
“Uhuk, aku ingin Wine cepat bawakan." katanya. Pelayan itu mengangguk dan pergi dari hadapan mereka, lelaki itu berpaling dan menatap Sarah begitu dekat, seolah-olah memang sedang menakuti Sarah dengan matanya.
"Stop it, you scared me." kata Sarah bergetar, setelah tahu bahwa yang sedang menatapnya begitu takut lelaki itu segera mundur dan duduk di kursinya dengan senyuman yang seolah menawan.
Memang setelah Sarah dan partner dokter Tom keluar dari subway dan memasuki pembicaraan tentang apa yang ingin lelaki itu bicarakan, saat memesan menu ia membuka kacamatanya. Membuat pelayan yang disebelahnya saja, buru-buru memalingkan muka dan cukup membuat Sarah terkejut dan mukanya pucat.
"Tenang, soal mataku ini biasa. Harus Lady ketahui kalau luka ini disebabkan oleh pertarunganku melawan tentara yang ternyata memegang pisau. Untung saja mereka tidak membawa pisau Jack Komando, bisa saja mataku hilang sekaligus mengalirkan darah." katanya sambil terkekeh. "Oh, perkenalkan namaku adalah Franklin." katanya mengulurkan tangan tetapi Sarah menggeleng, meskipun ia penjahat, hanya satu yang ia ingat. Yaitu tidak menyentuh lawan jenis atau bukan muhrimnya.
Sarah tahu apa pisau Jack komando, salah satu pisau tentara. Beda dengan pisau lain karena pisau lain mengiris dan pisau Jack kommando justru menusuk perut, kepala, tangan atau bagian tubuh lawan. Jika ada yang terkena tusukan pisau Jack komando sudah pasti ia tidak akan selamat, darahnya mengucur seperti kamu dengan mudah membuka kran air dan pasti mengalir airnya.Dan itulah bahaya pisau Jack komando dan mengalirkan darah lawan seperti membuka kran air.Sarah menjadi takut pada Franklin. Dokter tidak akan bisa menyelamatkan korban yang terkena pisau tersebut, bahkan seratus jahitan pun korban sudah dipastikan tidak akan selamat.
"Why you called me Lady?" tanya Sarah.
"Bukankah wanita Inggris senang jika dipanggil dengan sebutan begitu?" tanya Franklin, alisnya terangkat sedikit. Tetapi Sarah kembali menggeleng.
"Just called my name, Sarah Lutfia." katanya menunduk.
Seorang pelayan membawa gelas kosong lengkap dengan botol Wine. Franklin segera meminum Wine itu hingga habis dalam sekejap. Menawarkan kepada Sarah, padahal Sarah jelas-jelas memakai hijab, menandakan ia islam. Langsung saja Sarah menggeleng cepat dan berkata tajam.
"I' am muslim." jawabnya pendek.
Franklin segera memperbincangkan pembicaraan mereka, langsung to the point. "Kau tahu dokter Tom Holland, kan?" tanya Franklin.
Sarah mengangguk menjawab apa yang seharusnya tak dijawab "Ya, dan dia adalah teroris yang baru keluar dari penjara."
Jawaban Sarah membuat muka Franklin mengeras "Jangan menghina orang yang baik hati seperti itu, dia adalah malaikat. Semua orang menuduhnya teroris padahal ia hanya membela kebenaran. Kau jangan membawa berita Hoaks, Sarah."
Sarah menelan ludah dan mengangguk melihat wajah Franklin yang begitu merah karena amarah dan mabuk karena Wine. "Dan anda terpilih menjadi anggota salah satu aliansi dokter Tom Holland." kata Franklin membuat Sarah terkejut.
"Apa maksudmu?” Sarah tidak mengerti.
"Artinya kamu menjadi anggota dokter Tom Holland dan memperkerjakanmu sebagai karyawannya, jangan lagi bekerja sebagai pelatih pemanah yang gajinya rendah, tak perlu lagi mencuri karena dokter Tom Holland akan membayar gajimu dengan tinggi, kau tahu kini dihadapanmu ada kesempatan untuk mendapatkan uang." kata Franklin sambil menggesek jari telunjuk dan jempolnya berkali-kali, kode duit.
"Tetapi memanah adalah keahlianku aku tidak bisa menjadi karyawan yang bekerja di depan komputer, itu membuatku bosan. Kenapa dokter Tom mengambil mimpiku?" tanya Sarah kesal, ia berpikir bahwa dokter Tom merekrutnya untuk menjadi karyawan yang memelototi layar komputer. Jawaban Sarah membuat Franklin menepuk dahinya.
"Nona, justru bukan bekerja di depan komputer, kau adalah anggota yang kerjanya hanya menembak panah dengan jitu." katanya sambil geleng-geleng kepala.
Sarah terdiam mendengar penjelasan Franklin. Memanah adalah keahlian, sangat sia-sia jika dirinya menolak. Sepertinya Franklin benar, tetapi kenapa dokter Tom Holland merekrut guru dengan gaji yang rendah. Apakah dirinya ingin menjadikannya penjahat atau sebaliknya?. Sarah tidak tahu.
Yang Sarah lanjukan yaitu menghela napasnya, di dalam hatinya ia ingin mengikuti ajakan Franklin dan tanpa sadar mulai mengangguk setuju. "Aku ikut, untuk mimpiku yang besar."
Franklin menepuk tangannya, tanda senang. Ia memanggil pelayan dan membayarnya. "Kalau begitu ke apartemenmu lalu kumpulkan bajumu dalam satu koper, kita terbang dan berangkat menuju Amerika."senangnya sambil memakai kacamata hitamnya kembali.
Sarah yang baru keluar restoran segera mengangga mulutnya. "WHAT, AMERICA!!!"
***
Paris, Prancis
"Bonjour!" sapa seorang wanita kepada lelaki yang sedang memotret menara keindahan , kebanggaan Prancis, menara Eiffel. Wanita itu lalu mengulurkan tangannya kepada lelaki itu "Je m'appelle Vierra." katanya sambil tersenyum.
Lelaki itu balas menjabat tangan perempuan dan mengenalkan dirinya "Je m'appelle Ahmad Rizwan, bonjour Vierra." senyumnya.
"Paris indah bukan?" tanya Vierra sambil membuka lebar tangannya tetapi kepalanya mengarah menatap Rizwan.
"Ya." katanya sambil terus memotret. "Bisakah kau berpose di depan menara Eiffel, Vierra?" tanya Rizwan.
Vierra mengangguk, bajunya yang indah berkibar terkena angin dan topi dengan bulu burung merak itu membuat Vierra indah dilihat,Vierra melakukan gaya layaknya seorang model yang mengikuti lomba fashion. Lagipula ia berada di negara yang terkenal dengan penyuka mode fashion.
Rizwan memotret Vierra berkali-kali. Rizwan merupakan orang Melayu yang tinggal di negara Malaysia, dirinya ahli dalam berbagai bahasa.
Inggris paling mudah dan tak usah ditanya, Rusia top markotop, Prancis tiada tandingan, Arab silahkan mencoba jika kalian berani, Mandarin yang WOW dan Portugal yang fantastis.
Rizwan pintar sekali, bahkan saat ia berusia 20 tahun dan mengikuti pembelajaran di kampus dirinya bahkan lebih pintar melebihi dosen dikampusnya, bosan menjadi pelajar dengan otak pintar dan pandai berbahasa. Rizwan memutuskan untuk belajar seni beladiri.
Wushu, karate, silat, muay thai, taekwondo dan semuanya ia pelajari. Bahkan dirinya bisa melekat di tembok dengan tangan kosong layaknya cicak, Rizwan bisa melompati dari satu gedung ke gedung lainnya, ia ahli dalam pourkor. Jadi jangan heran banyak wanita yang menyukai, tetapi tidak ada satupun yang membuat Rizwan tertarik.
Sayangnya, Rizwan adalah orang yang suka bosan. Setelah ia mendapat pekerjaan ia mengundurkan dirinya dalam beberapa bulan kemudian. Menjadi bendahara keuangan termuda di salah satu bank Jerman, bosan. Menjadi pelayan restoran, bosan. Menjadi nahkoda, lebih bosan lagi karena yang dipandangnya adalah biru, biru dan biru laut. Menjadi pilot, terlalu takut jika terjadi kecelakaan.
Akhirnya Rizwan berkelana, menjadi fotografer, menjadi pelatih beladiri, menjadi seorang pemandu wisata, semua itu ia dapatkan agar bisa berpetualang, bertahan hidup dan mendapatkan uang.
Ia anak yatim piatu, tak punya rumah hanya seorang nenek yang memungutnya ketika dirinya pada saat itu masih menjadi pencuri, penjambret dan pencopet. Kebaikan nenek itulah yang membuat Rizwan menjadi berubah, layaknya air yang menetes di batu akhirnya berlubang juga. Nenek itu sudah tiada lama sekali, Rizwan tidak menamatkan kuliah padahal puluhan beasiswa menawarinya, tetapi Rizwan menolaknya.
Ia bertemu Vierra dengan alasan sama, mengunjungi Paris tetapi mereka berdua juga harus secepat itu meninggalkannya karena di tas mereka masing-masing mempunyai tiket pesawat dan sebuah kertas yang bertuliskan.
From:Dokter Hollad
Aku sebenarnya tidak ingin mengganggu kalian
Tetapi kalian bergabung di aliansi kami dan menjadi anggotanya
Sekali lagi mohon maaf karena kami sangat ingin membutuhkan anggota baru
Sekarang saatnya untuk meninggalkan Paris dan menuju Amerika
Vierra dan Rizwan mengankat bahu ini sepertinya bukan kebetulan tapi disengaja. Rizwan menatap mata Vierra, ia tertegun ketika mata Vierra setajam mata elang, cantik tetapi membahayakan. Tetapi Rizwan tersadar, umurnya 24 tetapi ia sama sekali tidak ingin mencicipi cinta, baginya cinta itu ilusi belaka. Tidak ada cinta yang ada hanya nafsu, inilah yang membuat Rizwan menjauhi wanita.
"Mulut wanita seperti bisa ular, ketika kita tidak bersalah ia menuduh kita seolah-olah dirinya benar, mulut wanita adalah bisa, kalian akan tertipu dan menuduh yang tidak bersalah." ucapnya dalam hati.
Tetapi kali ini mereka terpilih menjadi anggota aliansi, dan tiket pesawat Amerika telah berada di dalam tas mereka. Rizwan setuju, ia sudah berkali-kali naik pesawat tetapi tak pernah menuju Amerika. Ia bahkan berkorban menjelajahi dunia dengan cara memasuki kapal secara gratis tetapi nasibnya tragis, kadang impian harus dibayar dengan nyawa. Ia terduduk di sudut kapal, terombang-ambing karena badai, mabuk laut bahkan diterpa hujan, kelaparan dan kedinginan.
"Aku ikut!" seru Vierra.
Rizwan hanya mengangguk dan mereka harus menaiki kereta api agar cepat sampai menuju bandara .Ia sudah memotret banyak pemandangan Paris, seperti sungai Seine. Mereka segera menuju Stasiun.
Rizwan memang tidak bawa banyak perlengkapan seperti baju, setiap hari ia membawa tas ransel yang sudah usang berbeda dengan Vierra ia membawa koper berwarna hijau toska yang sedikit berat dengan begini Rizwan memang harus membantu Vierra mengankat koper, gentleman sekali. Mereka mengambil tiket dan masuk kereta api.
Kereta api mereka yang mereka naiki akan melewati tebing. Tiba-tiba turun hujan deras selama perjalanan. Aneh, saat mereka melihat menara Eiffel tadi langit cerah sekali, tetapi hujan tidak mau kompromi merka mengguyur apa pun. Tiba-tiba kereta api tersentak, semua penumpang terkejut dan terpelanting kebelakang. Kepala Rizwan menabrak tiang penyangga hingga memar.
"Kereta api telah kami ambil alih, angkat tangan!" terdengar seruan dalam bahasa Prancis. Semuanya menunduk dan melihat wajah para penjahat tetapi tidak bisa mereka bahkan memakai topeng karnaval.
Seorang penjahat bahkan menjambak rambut seorang anak kecil. Papanya berseru tetapi tubuhnya didorong oleh teman penjahat, laju kereta api makan tidak terkendali padahal disampingnya terlihat tebing yang siap menelan nyawa.
"Jangan ambil Lucille!!!" tangis sang papa tetapi penjahat itu memukul kepalanya hingga tak sadarkan diri. "Papa!!!" jerit tangis Lucille, sang anak kecil.
"Jika ada yang melawan akan kami tembak anak ini!" seru penjahat, suasana kereta api makin mengerikan. Tiba-tiba kereta api bergoyang dengan keras membuat penjahat mengendurkan tangannya, Lucille segera menggigit tangannya. Orang itu menjadi kalap layaknya kesurupan ia lalu melempar gadis malang itu hingga menabrak lantai kereta api, pada saat itu juga sebuah tinju keras menghantam wajah penjahat. Tinju Rizwan yang keras membuat dirinya terkapar tak berdaya.
Rizwan segera berbalik dan mengambil pistol penjahat dengan cepat. DOR! ia mulai berbalik melewati tangan penjahat dan membunuh rekan-rekannya. Rizwan lalu mengunci lengan penjahat dan memelintirkannya hingga penjahat itu kesakitan, sesuatu menekan kepalanya dan DOR!, senyap tidak ada apa-apa. Rizwan memasukkan pistol itu kedalam sakunya dan menatap sekeliling sedangkan penjahat itu mati semua. Pipinya menunjukkan bercak-bercak darah dari penjahat.
Vierra buru-buru menolong Lucille yang kini tergeletak tak sadarkan diri. Kereta api berguncang keras, semuanya memekik dan berlindungi. Berdoa kepada tuhan sebagai harapan penyelamat nyawa.
Kepala Vierra terbentur kursi tetapi ia tetap memeluk Lucilla dengan kokoh. Rizwan buru-buru pergi keruang masinis, dulu ia juga pernah mengendalikan kereta api.
"Mayday! Mayday! Mayday" malah dirinya bermain-main. "Rizwan, ambil alih nguing nguing." ia malah menjadi polisi, ternyata Rizwan adalah orang yang memiliki sifat kekanakan. Ia terkejut ketika hendak sampai di stasiun berikutnya, longsor terjadi. "YA TUHAN!" ia segera mengerem kereta api.
Semua tersentak dan memegang kuat tiang penyangga.Vierra mendobrak pintu masinis dan terjengkang, Rizwan memegang kokoh tiang rem.
CITTTTT, suara yang memekakkan telinga terdengar, roda-roda kereta api seolah mengeluarkan percikan api, batu-batu menabrak kereta api, membuat kereta api terbalik, Vierra terjatuh dan menabrak kaca hingga pecah.
Rizwan melompat mencengkram tangannya dengat kuat. "Jangan dilepas!!!!" serunya sambil menatap beberapa barang yang terjatuh ke tebing, semua orang kokoh berpegangan agar bisa selamat. Tetapi tetap saja ada korban, beberapa ada yang terjatuh karena tidak kuat untuk berpegang. Muka Vierra pucat pias.
Longsor berhenti, tetapi kondisi kereta api mengerikan, 2/3 badannya masih berada di rel. Rizwan menarik tangan Vierra."Koperku!" seru Vierra.
"Kamu hampir saja kehilangan nyawa, tidakkah kamu bersyukur yang kamu pikirkan malah koper bodohmu itu!" gertak Rizwan.
"Tapi disana ada baju-bajuku yang indah" tangisnya.R izwan mengangga tak tahu berkata apa-apa lagi, dasar perempuan. “Tiket penerbangan pesawat juga disana.” serak Vierra pilu.
New York
Karin mengantuk sekali, matanya mulai menggambar garis hitam dibawahnya, layaknya mata panda. Ia menatap keadaan kota, ada patung Liberty yang gagah mengankat obor. Mereka sudah transit berkali-kali di berbagai negara.Setelah mereka keluar dari bandara, akhirnya Karin benar-benar bernapas lega walaupun dirinya mengantuk luar biasa.
"Berikan aku gunting!"serunya kepada Jason.
"Untuk apa?" Jason memandang curiga.
"Belikan aku baju aku ingin mandi." entah kenapa Karin mudah marah. Jason buru-buru membelikan kemeja untuknya dan memberikan gunting kepada Karin.
"Kamu tidak ingin bunuh diri,kan?" tanyanya curiga.
Karin menggeleng dan menatap kemeja. "Aku ingin pergi ke kamar mandi."
"Jangan sampai membunuh orang!!!" seru Jason, membuat Karin menatapnya marah ketika orang Amerika menatap takut dirinya yang membawa gunting di tangan.
Karin segera pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya, segera ia mengganti baju dan menatap dirinya sendiri di cermin. Gunting yang sedari tadi ia bawa segera di arahkannya kepada rambutnya.
Satu persatu, helai rambutnya mengotori lantai kamar mandi. Ia menghela napasnya dan menatap cemin. Segera dirinya keluar dari kamar mandi, takut Jason menunggunya lebih lama.
"ASTAGA!" Jason benar-benar terkejut ketika melihat Karin melangkah kepadanya. "Keren sekali gayamu." puji Jason. Karin tersenyum dan melempar gunting ke arahnya dan melangkah pergi.
"Cepat ayahmu menunggu kita.” kata Karin dengan suaranya yang sedikit serak.
Bandara De gaulle, Prancis
Vierra menduduki kursi miliknya dan menatap Rizwan yang terengah-engah. Tadi mereka berlari dengan cepat menuju bandara, untung saja Vierra tidak membawa koper beratnya karena bisa memperhambat laju lari ke bandara. Tiket pesawat Vierra memang ada di koper itu dan hilang, tetapi kenapa mereka berdua bisa memasuki pesawat.
Ternyata, setelah kecelakaan itu terjadi papa Lucille ingin membalas jasa Vierra karena telah menyelamatkan anaknya, Lucille.
"Aku membutuhkan tiket pesawat agar bisa ke Amerika." kata Vierra memohon. Papa Lucille memberikannya dan berkata "Ambillah." dalam bahasa Prancis dan memeluk Vierra bilang terimakasih berkali-kali karena telah menyelamatkan Lucille.
"Kita akan berpisah, Lucille." peluk Vierra, Lucille balas memeluknya "Terimakasih sudah menyelamatkanku." bisik Lucille pelan.
Kini pesawat telah terbang meninggalkan landasan dan meninggalkan Prancis.