2. Sahabat

1015 Words
Mark, lelaki itu sedang berdiri di belakang jendela besar yang berada di dalam ruang kerjanya. Sampai hari ini lelaki itu masih saja teringat akan gadis yang pernah bersamanya. Padahal ini sudah dua hari berlalu. Entahlah, apa yang istimewa dari gadis biasa yang ia dapatkan dari salah satu rekan bisnisnya. Hatinya berkata seolah ia tak ingin melepaskan begitu saja seorang wanita yang bahkan ia sendiri tidak pernah berkenalan sebelumnya. Apakah karena gadis itu mash virgin saat ditidurinya? Ataukah ada hal lain yang membuat Mark terus berpikir akan gadis itu? Tetapi hal apa gerangan yang sangat mengganjal hati kecil seorang Mark Patterson. Menghela napas berat, lalu ia berjalan kembali menuju kursi kerjanya. Baru saja ia duduk, ketukan di pintu mengalihkan fokusnya. “Masuk!” perintahnya dengan suara tegas dan berat. Pintu terbuka, sosok lelaki jangkung dengan kulit sedikit coklat masuk ke dalamnya. Pria itulah yang merupakan tangan kanannya, bernama Mattew yang selalu tanggap dan sigap menjalankan segala perintahnya. “Selamat siang, bos!” “Duduklah, Matt!” Mattew, begitu saja duduk di hadapan Mark. Menatap lurus pada bosnya dan menanti sebuah tugas yang akan diberikan kepadanya. “Aku hanya ingin kau mencari tahu tentang seorang wanita," ucap Mark. Mattew tersenyum tipis dan itu tertangkap oleh penglihatan Mark. “Jangan menertawakanku, Matt. Atau kau bawa saja Mario ke hadapanku sekarang juga. Aku ingin berbicara empat mata dengannya.” “Maaf, Bos. Jika boleh saya tahu apa hubungan antara wanita yang bos maksudkan itu dengan Mario?” “Nanti saja aku akan menceritakannya kepadamu. Sekarang yang perlu kau lakukan adalah mencari Mario dan bawa ke hadapanku. Setelahnya, jika aku meneleponmu maka kau harus membawa wanita itu ke hadapanku juga. Kuharap kau paham dengan apa yang aku ucapkan, Matt.” Lelaki itu mengangguk. Dia selalu tahu apa yang Mark mau. “Apakah masih ada lagi, Bos?” tanyanya, akan tetapi Mark hanya menggelengkan kepala. Matt beranjak berdiri, “Jika begitu saya pergi dulu, Bos.” Mark menganggukkan kepala, berharap Matt bisa menemukan apa yang ia cari. **** Hari ini Mario mendatangi Marsha di resto milik gadis itu. Lelaki yang merupakan sahabat serta mantan tetangganya itu memang terbiasa datang dan mencarinya. Terkadang Mario datang untuk sekedar makan atau kadang pula membawa Marsha pergi ke luar berjalan-jalan. Hanya dengan Mario lah Marsha bisa dekat dengan lelaki. Dan Mario juga yang selalu bisa mengertinya selama ini. Usia Mario yang terpaut dua tahun di atasnya membuat Marsha selalu merasa nyaman berada di dekat lelaki itu. Marsha juga telah menganggap Mario sebagai pengganti Marcel, kakaknya yang telah tiada akibat kecelakaan yang merenggut nyawa semua anggota keluarganya. Mario, kedatangannya kali ini bukan untuk makan melainkan ia ingin berbicara empat mata pada Marsha. Membawa Mario ke dalam ruang kerjanya dan mereka berdua duduk saling berhadapan. Wajah cemas dan gugup yang Mario tunjukkan membuat Marsha bertanya-tanya apa gerangan yang sedang dipikirkan oleh sahabatnya itu. “Sebenarnya apa yang sedang terjadi padamu, Mar? Kenapa wajahmu tampak kacau begitu?” tanya Marsha tidak sabar ingin segera mendengar penjelasan yang terlontar dari mulut lelaki di hadapannya itu. “Sha, perusahaanku diambang kebangkrutan.” Ucapan Mario sebenarnya hanya lirih terdengar di telinga Marsha. Tapi menimbulkan efek yang luar biasa. Ya, betapa terkejutnya Marsha mendengar fakta yang ada. “Bangkrut? Bagaimana bisa?” tanya Marsha tak percaya. Pasalnya, perusahaan milik Mario yang bergerak di bidang pengiriman barang itu cukup besar dan terkenal. Banyak orang yang telah memakai jasanya. Tak hanya perusahaan kecil atau menengah, tapi perusahaan besar pun telah menjadi langganannya acapkali melakukan pengiriman barang sampai ke luar negeri. Jadi, Marsha rasa itu semua tidak mungkin terjadi. Terlebih Mario adalah salah satu pengusaha handal yang akan membawa perubahan besar pada perusahaan yang telah lima tahun dipimpinnya itu. Jadi mana mungkin tiba-tiba perusahan itu mengalami kebangkrutan. Yang benar saja. “Mar, aku tidak bisa mempercayai hal itu,” ucap Marsha dengan menggelengkan kepalanya. “Aku serius, Sha. Ada salah satu karyawan kepercayaanku yang telah menggelapkan dana perusahaan.Dan selain itu, salah satu barang yang aku kirim ke luar negeri mengalami kerusakan sehingga mereka meminta pertanggung jawaban.” Marsha tak menyangka jika kekacauan bertubi-tubi sedang menimpa Mario. “Kau serius?” Kembali wanita itu memastikan. “Untuk apa aku bercanda. Sungguh, aku pusing sekarang mereka hanya memberikanku waktu satu minggu lamanya untuk mengganti semua kerugian. Dapat uang dari mana aku bisa mengganti semua. Yang ada aku harus menjual perusahaan untuk menutupi semua.“ “Jangan sampai kau menjual perusahaan itu. Aku tahu bagaimana kerja kerasmu dalam mengembangkan perusahaan itu. Mar, apa yang bisa aku bantu untuk meringankan bebanmu?” Mario menggeleng lemah. “Entahlah, Sha. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana.” “Apakah kau tak melakukan negosiasi dengan pihak perusahaan yang meminta ganti rugi?” “Sudah kulakukan, tapi hasilnya nihil. Mereka tetap memberikan waktu satu minggu atau mereka akan membawa kasus ini ke jalur hukum karena menganggap perusahaanku tidak mau bertanggung jawab atas kerusakan barang mereka.” Marsha memeluk Mario berusaha memberikan kekuatan pada sahabatnya. “Memangnya perusahaan mana yang telah kau rugikan itu, Mar?” “Patterson Corporation.” Marsha mengernyit lalu menggelengkan kepala. ”Entahlah, Aku tak mengenalnya. Tapi ijinkan aku membantumu. Bagaimana?” “Apa yang bisa kau lakukan untuk membantuku, Sha?” Marsha berpikir sebentar apa yang bisa ia lakukan untuk meringankan beban Mario. “Mungkin aku bisa membantumu bernegosiasi dengan pihak Patterson Corporation bagaimana? Setidaknya kita meminta kelonggaran waktu. Setelahnya kita akan meminta pinjaman uang ke bank misalnya agar mendapatkan uang sebagai ganti rugi pada mereka.” “Tapi aku tak ada yang bisa dijaminkan untuk membayar jika kita harus terpaksa meminjam pada bank.” “Masalah itu kita pikirkan belakangan saja. Yang terpenting sekarang adalah kita berusaha dulu menemui pihak Patterson Corpiration. Dan siapa tahu saja aku bisa membantumu melobi mereka. Bagaimana, kau setuju atau tidak? Jangan kau katakan jika meragukan kemampuanku.” “Aku tak pernah meragukan kemampuanmu, Sha. Baiklah aku terima usulmu dan bantuanmu.” “Oke, lalu kapan kau akan membawaku bertemu mereka.” “Aku akan mengadakan janji temu dengan mereka dulu. Setelahnya aku akan memberikanmu kabar. Bagaimana?” Marsha mengangguk setuju. Ia tak keberatan sedikitpun membantu sahabatnya. Tanpa ia sadari marabahaya sedang mengintainya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD