Aku memperkenalkan Abi di depan orang tuaku, maksudku di depan makan orang tuaku. Aku bercerita banyak hal tentangnya seakan-akan orang tuaku duduk di depanku dan ini adalah acara perkenalan keluarga. Tangis kubiarkan memberontak dari diriku, kubiarkan diri menangis hingga sesegukan dan susah bernapas, karena yang aku inginkan saat ini hanyalah kebebasan dalam memperkenalkan Abi. Berulang kali Abi menyuruhku untuk tidak menangis lagi, dan kita pulang, tapi aku rasa, aku belum selesai berbicara. Aku masih kangen dengan mereka, aku ingin mereka hadir di setiap proses bahagiaku. Namun sayang, Tuhan mengambilnya lebih dulu. "Sudahlah, Ica, jangan nangis lagi. Ayo kita pulang," bujuk Abi untuk kesekian kalinya. Dia bahkan sudah menarikku tuk pergi dari sana, namun aku tetap bersikeras. Aku ma

