Firasat

1152 Words
Suara azan shalat Zuhur seolah meredam teriknya sinar sang surya. Suara azan Ashar bercampur dengan sinar mentari yang menghangat dan tiupan angin yang sepoi. Suara azan Maghrib yang lantang, mengajak melepas penatnya hari. Suara azan Isya, membawa kehangatan ketika malam mulai beranjak dingin. Sementara suara azan Subuh memecah keheningan dan membangunkan kesadaran. Semua panggilan azan seakan mengingatkan penghuni bumi yang beriman kepada Allah untuk tegak dengan shalatnya. Mengingat Allah sebanyak-banyaknya dan mengajak manusia untuk tidak terlelap dan lupa pada kesibukan dan keasyikan dunia. Menyeru manusia untuk tidak tersesat dalam kegelapan dunia dan kepengepan akhirat. Suara azan magrib saat ini terdengar samar-samar di telinga Maya, namun ia tidak mampu membuka kedua matanya. Rasa lelah, penat, dan bingung, membawa hati dan pikiran Maya untuk melupakan dunia. Mungkin lebih baik tidur yang lebih lama untuk menggagalkan hatinya terluka. "Bangun Maya, tegakkan shalatmu!" ujar suara misterius yang terdengar jelas di telinga Maya. Suara seperti ini sering sekali Maya dengarkan jika dirinya dalam keadaan hati yang terluka atau pikiran yang tidak baik. "Eeeemh ... ." sahut Maya sambil menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan seraya mengumpulkan kesadarannya. "Bangun Maya, tegakkan shalat!" Suara itu terdengar tipis, tapi mampu menusuk hingga ke tulang-tulang terdalam dari tubuh Maya. "Maya ... ." "Ya ... ." sahut Maya sembari mengatur napas yang terengah-engah sambil memperhatikan jam dinding di kamarnya. Pukul 18.25 WIB, "Magrib, Subhanallah. Kenapa sulit sekali bagiku untuk bangun kali ini, padahal biasanya tidak seperti ini?" Tidak ingin terlambat, Maya segera membersihkan diri dan mengambil air wudhu. Kemudian ia segera membentangkan sajadah peninggalan Ibu kandungnya, di kamar. Maya sangat suka shalat di kamarnya sendiri karena merasa lebih khusyuk dan nyaman. Setelah shalat, seperti biasanya, Maya memohon ampun kepada Allah atas semua dosa-dosanya, dosa kedua orang tua yang selama ini tidak pernah ia lihat dan kenali, dosa seluruh penghuni panti, serta kaum muslimin dan muslimat lalu dilanjutkan dengan doa untuk keselamatan dunia akhirat. اَللهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَصِحَّةً فِى الْبَدَنِ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ. اَللهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِىْ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ وَالْعَفْوَ عِنْدَ الْحِسَابِ. رَبَّنَا لاَتُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْهَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ ‘’Wahai Allah, Sesungguhnya kami memohon kepadaMu, kesejahteraan dalam agama, dunia dan akhirat, keafiatan jasad, kesehatan badan, tambahan ilmu, keberkahan rezeki, taubat sebelum datang maut, rahmat pada saat datang maut, dan ampunan setelah datang maut. Wahai Allah! Permudahkanlah kami dalam menghadapi sakaratul maut, (Berilah kami) keselamatan dari api neraka, dan ampunan pada saat dilaksanakan hisab.Ya Allah, janganlah Kau goyahkan hati kami setelah Kau beri petunjuk dan berilah kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi. Amin .... " Tar (Suara pintu kamar yang terbuka dengan keras dan membentur tembok kamar). "Lama betul istirahatnya? Jangan mentang-mentang kamu mau nikah dan hidup mewah, lantas kamu sudah ongkang-ongkang kaki dari sekarang ya Maya," ujar Tia sambil melipat tangan di dekat perut dan menatap Maya penuh kebencian. "Maaf, Tia. Bukan begitu." "Ngak usah banyak celoteh! Lagian nih ya, kalau kita ribut, kamu pasti selalu jadi pemenangnya. Dari dulu, aku sudah jijik banget loh sama kamu, muka sok polos tapi piawai dalam drama." Maya tidak ingin bertengkar, untuk apa? Walau bagaimana pun mereka semua senasib sepenanggungan selama tinggal disini. Jadi Maya lebih memilih diam sambil melipat mukenah dan menyimpannya. "Cuci piringnya, Ibu Ratu!" "Baik ... ." Maya segera keluar dari kamar dan makan sisa makanan yang masih berada di atas meja, kemudian ia merapikan dan membersihkan semua gelas serta piring sisa makan beberapa orang teman yang memang berniat untuk memberatkan pekerjaannya. Seperti biasanya, tanpa beban dan merasa kesal, Maya mencuci gelas beling tanpa warna (bening). Cetak (terdengar suara pecahan gelas saat berada di tangan kiri Maya. Padahal ia belum menggosok, apalagi menekannya dengan kuat). "Astagfirullah hal azim ... ." ucap Maya cemas dengan suara yang samar-samar terdengar. Maya tidak ingin berpikir macam-macam, mungkin saja ini hanya kebetulan dan bukan sebuah firasat buruk tentang dirinya ataupun kehidupan kedepannya. Ya Allah, aku menyerahkan seluruh hidupku hanya kepadamu, ucap maya di dalam hati sembari membuang gelas beling yang sudah retak ke dalam tempat sampah yang sudah dilapisi kantong plastik berwarna hitam. Selesai mencuci piring dan membersihkan ruang makan, Maya memilih kembali ke dalam kamar untuk menenangkan hatinya dengan membaca beberapa ayat Al-Quran beserta artinya. Waktu shalat isya sudah dimulai, Maya pun langsung mengangkat takbir di dalam sebuah mukenah berwarna putih usang titipan Ibunya. Selesai dengan tugasnya sebagai seorang muslim, Maya segera belajar untuk menghadapi hari esok. Pukul 21.00 WIB, teman-teman satu kamar sudah masuk untuk segera beristirahat. Di sini, waktu adalah takaran disiplin yang selalu diajarkan oleh Ibu panti. "Maya, ayo istirahat!" ucap Wita dengan lembut. Wita adalah sahabat terbaik Maya saat ini dan ia selalu membantu di saat-saat sulit. "Baiklah." "Bagaimana kalau malam ini kita tidur satu ranjang?" ujar Wita yang sepertinya merindukan masa-masa saat mereka masih kanak-kanak. "Ada-ada aja deh." "Sebentar lagi kamu kan akan menikah, Maya. Jadi aku tidak mungkin bisa tidur di sisimu lagi." "Wita ... ." sahut Maua sambil berbaring di sebelah Wita untuk memenuhi keinginan sederhana sahabatnya itu. "Semoga hidupmu kedepannya selalu bahagia, Maya. Disayang suami dan mertua." "Amin ... ." "Satu lagi, jangan lupakan aku dan rajin-rajinlah datang kemari ya!" pinta Wita sambil meletakkan tangan kirinya di atas perut Maya. "Tentu saja," sahut Maya sambil meneteskan air mata. "Jagan menangis Maya!" ucap Wita sambil menghapus air mata Maya. "Ayo kita tidur!" Sekitar 60 menit membaringkan tubuh. Tanpa badai, tanpa angin, tanpa hujan. Tiba-tiba listrik padam dan sepertinya hanya Maya saja yang terbangun di kamar ini. Maya tidak takut kegelapan, tapi ia khawatir pada hal lain yang bisa saja mengganggunya. Maya segera berdiri dan meraba korek api di atas lemari miliknya yang tidak terlalu tinggi, tapi ia tidak menemukannya. Tidak punya pilihan, dengan langkah berat Maya segera ke dapur sambil membawa lilin putih dengan ukuran yang masih cukup panjang. "Dimana korek apinya?" tanya Maya setengah berbisik pada dirinya sendiri. Cukup lama dalam kegelapan, Maya memutuskan untuk menghidupkan lilin dengan kompor gas saja. Perlahan, ia menekan dan memutar ke kanan klep untuk menghidupkan kompor tersebut. "Tidak ... tolong ... tolong!" teriak Maya dengan nada suara yang kuat dan tinggi sambil menangis. Maya melihat dan merasakan bahwa pakaian hingga tubuhnya mulai terbakar api dan berasal dari kompor gas yang ia hidupkan. Tapi yang anehnya, api itu hanya menyambar ke tubuh Maya, padahal tabung gas tepat berada di bawahnya. Maya merasakan sakit yang luar biasa, panas yang hebat sehingga ia berputar-putar dan tidak bisa mengendalikan tubuhnya. Maya berusaha mencari air sambil terus berteriak meminta pertolongan, tapi tidak ada satu pun orang yang datang untuk membantunya. "Ya Allah ya Tuhanku ... Lailahaillallah Muhammad Rasulullah. Ya Allah ... tolong aku," ucap Maya berteriak dengan suara yang sangat kencang. Sesaat setelah itu, ia mendengar suara banyak orang berada disekelilingnya. Bersambung. Apa yang terjadi pada Maya? Bagaimana nasibnya setelah ini? Lanjut bacanya ya teman-teman. Jangan lupa tinggalkan komentar, tab love dan follow authornya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD