3. Mr. Cool

2394 Words
"Yang mampu mendengar belum tentu mampu memahami. Itulah mengapa, beberapa hal lebih baik disimpan untuk diri sendiri." ------ Richard tampak serius membaca beberapa dokumen yang tertumpuk rapi di atas meja kerjanya. Matanya sibuk menelisik, bahkan sesekali terlihat mengangguk lalu mengarahkan pena yang ia genggam untuk kemudian membubuhkan tanda tangan di beberapa kertas yang ia baca. "Apa aku menganggumu?" Seorang pria terlihat masuk ke dalam ruangan. Tanpa dipersilahkan, pria dengan postur tubuh tinggi besar itu langsung mendudukkan dirinya pada kursi yang letaknya tepat berada di hadapan Richard. "Menurut penglihatanmu?" tanya Richard dengan raut wajah datar. "Demi Tuhan, Aku merindukanmu, Rich." "Edward Cullen, apa kau ingin mati?!" Edward tergelak mendengar jawaban yang dilontarkan sahabatnya. Sejurus kemudian pria itu tersenyum masam kemudian berdecak. "Jauh-jauh aku datang dari London, dan kau tidak sedikitpun menyambutku? Yang benar saja, Rich!" Richard mendengkus kesal kemudian berucap, "Omong kosong, Ed!" Edward meringis. "Kalau saja Kenzie tidak memaksaku, aku juga tidak ingin repot-repot harus datang ke Indonesia. Kau pikir jarak Inggris-Indonesia itu dekat? Sebenarnya proyek apa yang harus diselesaikan, hingga aku harus ikut dilibatkan?" Richard menutup berkas yang sedang ia baca, pandangannya kini beralih kepada Pria yang sedang duduk di hadapannya. "Jelas saja Kenzie memaksamu. Di antara kita bertiga, kau yang terkenal paling pintar bernegosiasi dengan para investor. Itu sebabnya kehadiranmu dibutuhkan, mengingat Alya yang biasa menangani kasus seperti ini tidak bisa turut serta. Maka dari itu, aku berharap kau bisa diajak kerja sama." Kenzie, Richard, Edward sendiri sudah berteman dari zaman kuliah di Inggris dulu. Edward sendiri yang merupakan magister di bidang bisnis memiliki skill menganalisis profit suatu proyek dan juga sangat pintar bernegosiasi. Ia juga mampu meyakinkan para klien sama seperti yang sering Alya Winata lakukan. Itu sebabnya, Kenzie meminta pertolongan Edward untuk membantu Richard menangani beberapa proyek yang ditangani Blackhorse beberapa waktu ke depan. Edward mengangguk paham. "Jadi selama di Indonesia, aku akan menjadi bawahanmu? Atau partner kerjamu?" Richard menarik napas pelan. "Well...terserah kau saja mau menganggap dirimu apa, yang jelas Perusahaan membayar mahal apa yang kau kerjakan nantinya." Tepat setelah itu terdengar ketukan pintu sekali dan Nathania masuk membawa sebuah dokumen di tangannya. "Ini berkas dokumen perjanjian kerja dari pihak Royal Group, bisa mister periksa terlebih dahulu. Dan di bawahnya ada undangan jamuan makan malam dari Namsan Houlding," ucap Nathania. Tangan Richard terulur menerima dokumen dan undangan yang Nathania berikan kepadanya. "Di sana ada beberapa dokumen yang sudah aku tanda tangani, kau bisa langsung membawanya." ucap Richard seraya menunjuk tumpukan dokumen di meja tamu. Nathania mengangguk, kemudian beranjak untuk segera keluar dari ruangan. "Oh ya, Nath," langkah Nathania terhenti ketika Richard kembali memanggil namanya. Sejurus kemudian ia memutar tubuhnya lalu menatap wajah Richard. "Tolong buatkan minum untuk tamuku." "Ah iya, baik mister." Tak lama berselang Nathania kembali masuk dengan membawa nampan berisi dua cangkir kopi pesanan Richard. Dengan sopan wanita itu menyajikannya di atas meja. Edward tak memindahkan tatapannya pada Nathania. Pria itu seakan terpaku dengan apa yang sedang ia lihat saat ini. "Kau sekretaris pribadi Richard?" Nathania mengangguk pelan. "Iya mister saya---" "Panggil saja aku Edward. Ah ya, nama lengkapku Sebastian Edwardo Cullen," potong pria itu sembari menyodorkan tangannya mengajak bersalaman. "Tapi jangan salah, aku bukan Edward Cullen yang bermain di film Twiligt Saga. Untuk kadar ketampanan, jelas aku yang paling tampan," selorohnya tanpa canggung. Melihat kelakuan sahabatnya, cepat-cepat Richard memajukan tubuhnya lalu menampik uluran tangan Edward hingga membuat Nathania terkekeh kecil melihatnya. "Oh ayolah Rich, aku hanya ingin berkenalan dengan sekretarismu!" protes Edward. Richard mendesah kasar lalu mengibaskan tangannya menyuruh Nathania untuk segera keluar dari ruang kerjanya. "Jangan ganggu sekretarisku, Ed!" Edward tertawa keras melihat tingkah laku Richard. Ia sudah menduga sahabatnya itu pasti akan menghalangi niatnya untuk menggoda sekretarisnya. Berbeda dengan Richard dan Kenzie yang tidak begitu suka bermain-main dengan wanita, Edward adalah tipe Pria yang terkenal dengan kepiawaiannya mempermainkan hati wanita. Predikat Playboy pun sudah lama melekat pada dirinya. Belum lagi kenyataan bahwa ia yang seorang keturunan bangsawan Skotlandia, membuatnya tak bisa di pandang sebelah mata. Edward meraih cangkir berisi kopi lalu menyesapnya dengan perlahan, "Sekretarismu cantik, Rich. Seingatku terakhir kali berkunjung kemari bukan dia yang aku lihat." "Dia baru saja menjadi sekretarisku satu bulan terakhir ini menggantikan Salsa, wanita yang sebelumnya pernah kau lihat," Edward mengangguk, masih mengangkat cangkir kopinya. "Kau pintar memilih sekretaris, ku pastikan dalam waktu dekat kau bisa jatuh cinta dengannya." Richard menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak, itu sangat tidak mungkin. Aku tidak pernah terpikir untuk menjalin hubungan dengan rekan kerja sekantor terlebih sekretarisku sendiri. Hubungan seperti itu jelas saja mengganggu profesionalisme kerja." Edward mencibir. "Yakin hanya itu alasanmu? Bukan karna kau belum bisa melupakan Claire?" Richard hanya menatap Edward sejenak kemudian memejamkan matanya. Ia benci mengakui tapi Edward memang benar jika ia belum bisa sepenuhnya melupakan Claire, walaupun jelas-jelas wanita itu menghianatinya. "Mau sampai kapan kau menutup diri, Rich? Kau dan Kenzie sama payahnya dalam urusan wanita." Richard menatap tajam Edward. "Maksudmu?" Edward tersenyum lebar. "Maksudku...percuma kalian berdua kaya dan memiliki wajah tampan tapi tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, lebih baik kalian sumbangkan saja ke orang yang membutuhkan. Dari pada mu-ba-zir," ucap Edward penuh penekanan. Richard mengatupkan rahangnya keras. Cukup sudah kesabarannya kali ini. **** Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, akan tetapi Richard terlihat masih saja sibuk berkutat dengan sisa dokumen di atas meja kerjanya. Sedikit ragu Nathania melangkah masuk setelah mengetuk pintu ruang kerja bos barunya itu. "Mr.Richard, semua berkas dan agenda hari ini sudah saya selesaikan semua. Apa ada yang harus saya kerjakan lagi? Jika tidak ada, saya pamit pulang." Richard mengalihakan pandangannya. "Tolong buatkan aku secangkir kopi terlebih dahulu, setelah itu kau boleh pulang." Nathania mengangguk kemudian berjalan ke pantry untuk menyeduh kopi lalu menyajikannya segera di meja kerja Richard. "Kalau tidak ada lagi, saya izin pulang Mister. Sebaiknya Mister juga cepat pulang, bukannya jam delapan nanti ada undangan jamuan makan malam di Marigold Hotel?" Nathania mencoba mengingatkan. Richard menepuk halus keningnya, hampir saja ia lupa jika malam ini memiliki undangan jamuan makan malam dari salah satu rekanan perusahaannya. "Kalau begitu kau cepat pulang dan berganti pakaian, nanti supirku akan menjemputmu. Lalu kita pergi bersama-sama ke acara jamuan makan malam." "Pergi bersamaku?" tanya Nathania memastikan. "Bukan, bersama Taylor Swift!" "Hah? Jadi Mr.Richard berteman dengan Taylor Swift?" Richard mengembuskan napasnya dengan kasar. Ia hampir frustrasi melihat kelakuan Nathania yang tidak paham atau pura-pura bodoh dengan perintah yang ia berikan. "Nathania!" Richard meninggikan suaranya. "I-iya, baik Mister." Sampai di kost, Nathania terlihat bingung memilih baju apa yang akan ia kenakan untuk pergi ke acara sebentar lagi. Perlu diingat, ini adalah jamuan makan malam bisnis, sudah barang tentu banyak orang penting di sana dan perlu diketahui juga jika ini pengalaman pertama Nathania pergi ke acara Ekslusif. Sudah lebih lima belas menit ia membolak balik pakaian yang tergantung rapi didalam lemari. Ia masih bingung pakaian apa yang harus ia kenakan, hingga akhirnya memutuskan memilih long dress berlengan pendek warna silver dengan aksen glitter dan belahan di atas paha. Cukup sempurna mengingat Nathania memiliki postur tubuh tinggi dan berkaki panjang. Memoles make up tidak terlalu tebal, lantas Nathania memilih membiarkan rambut coklat auburn-nya tergerai bebas di pundaknya. Tepat saat Nathania menyelesaikan ritual make up-nya, terdengar suara ketukan pintu kamar dari salah seorang penghuni kost lain yang memberitahukan bahwa ada seseorang yang sedang menunggu untuk menjemputnya. Cepat-cepat Nathania meraih Clutch serta sepatu Heels termahal yang ia punya. For your information sepatu Heels dengan brand Jimmy Choo yang di bandrol dengan harga delapan juta rupiah itu, bisa Nathania dapatkan dengan separuh harga akibat kegigihannya mengikuti midnight sale salah satu marketplace berlambang tas bertuliskan huruf S yang sedang mengadakan diskon besar-besaran beberapa waktu yang lalu. Nathania sebenarnya bukan tipe wanita glamour yang suka menghamburkan uang untuk berburu barang branded. Hanya saja Keyra-sahabatnya memprovokasi kalau Nathania juga harus sesekali memperhatikan penampilannya. Mengenakan sepatu dengan tergesa lalu beranjak pergi menuju mobil yang sudah terparkir sempurna di depan kost-nya. Di sana sudah tampak Randy-supir pribadi Richard yang sedang menunggunya. "Ku pikir bos ikut bersamamu, Ran?" tanya Nathania setelah mendudukkan tubuhnya pada kursi penumpang tepat di samping Randy. Randy meringis. "Mana mungkin Mr.Richard mau repot-repot ikut menjemputmu. Jangan merasa seperti tuan putri." ledek Randy seraya melajukan mobil menjemput segera Richard yang tengah menunggu di kantor. Nathania mendengkus kesal mendengar ejekan Randy, tapi ucapannya memang benar. Sangat tidak mungkin Richard yang seorang CEO mau repot-repot ikut menjemput karyawan biasa sepertinya. Mereka pun akhirnya sampai di lobby gedung Blackhorse Corporations. Di sana, sudah tampak Richard yang sedang berbincang dalam sambungan telponnya. Hening sepanjang perjalanan menuju tempat acara, Richard sendiri sibuk dengan ponsel yang ia genggam. Sementara Nathania sesekali melirik bos nya dari balik kaca spion yang tergantung di atas dasborad. Pria itu mengenakan tuxedo biru navy lengkap dengan dasi kupu-kupu yang melingkar sempurna di lehernya. Sumpah demi apapun, Si Tuan Es batu ini memang benar-benar tampan. Aku sampai penasaran, wanita seperti apa yang bisa mencairkan hatinya. Nathania masih menatap lekat wajah Richard dari balik kaca spion, mengagumi pria yang selama ini menjadi incaran kaum hawa di kantornya. Nathania terus saja memperhatikan dengan seksama, hingga tanpa sengaja pria itu memandang ke arah kaca yang sama, tentu saja manik mata mereka saling bertemu satu sama lain. Cepat-cepat Nathania mengalihkan pandangan ke arah luar jendela, merasa malu karena Richard memergokinya. Nathania, Kau benar-benar memalukan! Tak lama berselang, Nathania dan Richard tiba di Marigold Hotel tempat di adakannya acara. Richard turun lebih dulu dari dalam mobil, di ikuti Nathania yang berjalan mengekor di belakangnya. Memasuki Ballroom Marigold Hotel, Nathania mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan. Ia benar-benar terkesima dengan Acara yang ia hadiri saat ini. Bagaimana tidak, semua pengusaha dari berbagai perusahaan tampak hadir dan berkumpul di sana. Nathania juga sadar jika beberapa pasang mata terutama para wanita tampak memperhatikan Richard yang mulai membaur dengan tamu undangan lainnya. Blackhorse sendiri di bawah kepemimpinan Kenzie tumbuh menjadi salah satu perusahaan properti yang meliputi kota satelit, perumahan elit, kondominium, pusat perbelanjaan dan juga apartemen mewah. Sepeninggalan Kenzie, perusahaan tersebut makin melebarkan sayapnya merambah ke pembuatan convention Hall serta arena permainan indoor-outdoor dan Richard lah aktor di balik itu semua sekarang. "Selamat datang Mr. Richard, saya sangat tersanjung atas kehadiran anda malam ini." sambut Mr.Park Yeo Joon, pria paruh baya berkebangsaan Korea yang tak lain pemilik Namsan Group sekaligus penyelengara acara malam ini. Richard melempar senyum pada Mr.Yeo. "Justru saya yang merasa terhormat karna di undang oleh orang hebat seperti anda." Mr.Yeo tersenyum sambil menyesap wine yang ada di tangannya. "Apa ini istri anda?" pandangan Mr.Yeo beralih, bahkan pria paruh baya itu melempar senyum hangat kepada Nathania yang sedang berdiri tepat di samping Richard. Richard kembali tersenyum. "Dia partner saya, Sir." Mr.Yeo mengganguk. "Kalian nampak serasi malam ini, kekasih anda sungguh cantik." Wajah Nathania merona merah, hanya tidak menyangka jika si pemilik acara ini sampai menganggapnya istri dari pria dingin di sampingnya. Apakah malam ini ia benar-benar terlihat sangat cantik sehingga orang lain pun sampai menganggapnya istri dari seorang CEO Blackhorse Corporations. "Terima kasih," jawab Richard sopan. "Silahkan nikmati pestanya, aku akan menyapa tamu lainnya." Sepeninggalan Mr.Yeo, Richard mengalihkan pandangannya, ia tampak memerhatikan penampilan Nathania dengan cukup intens kemudian sesekali terlihat menganggukkan kepala seakan-akan sedang menilai sesuatu. "Penampilanmu lumayan juga malam ini, sampai-sampai pria paruh baya saja tertarik melihatmu." Nathania tersenyum hambar. "Ya walaupun ucapanmu terdengar begitu ambigu, saya anggap itu sebuh pujian mister." Richard terkekeh hingga tanpa sadar bahunya terangkat dramatis mendengar apa yang diucapkan sekretarisnya. "Hmm...baiklah." kemudian Richard kembali melanjutkan berkeliling menghampiri para tamu lain sedang Nathania mengekor kemana Richard beranjak. Mengenakan Heels sepuluh sentimeter selama hampir dua jam nyatanya bukan pilihan yang baik bagi Nathania. Buktinya saat ini ia mulai merasa tak nyaman dan memilih mencari tempat duduk meninggalkan Richard yang masih asik bercengkrama dengan para kolega lainnya. Makin lama acara ini makin membosankan. Nathania terlihat mendesah lemah dalam posisi duduknya. Melirik jam yang melingkar cantik di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Jam berapa kira-kira Tuan es batu ini pulang. Apa ia tidak tahu jika aku sudah sangat lelah. Bahkan aku harus melewatkan satu episode drama korea yang tayang malam ini. Nathania menarik napas begitu dalam, ia benar-benar merasa lelah saat ini. Pikirnya ikut Richard ke acara besar dan se-ekslusif seperti ini mampu memberikan pengalaman yang menarik seperti yang sering ia tonton di drama korea. Sempat berpikir manatau di acara jamuan makan malam kali ini ia bisa bertemu pengusaha kaya dan tampan yang mungkin mengajaknya kencan di kemudian hari. "Sudah ku bilang kita memang berjodoh Nathania Aurora." sebuah suara bariton membuyarkan lamunan Nathania. Dengan raut wajah malas Nathania menjawab sapaan pria yang tengah berdiri di hadapannya. "Jangan terlalu percaya diri, Marco Aditama!" Marco mencibir. "Ingat, urusan kita belum selesai!" "Kita sudah tidak ada urusan lagi, jadi berhentilah menggangguku. Apa kau tidak bosan terus-terusan membuat masalah denganku?" Marco menggelengkan kepalanya. "Jangan harap aku berhenti sebelum kau kembali. Apa aku kurang berbaik hati dengan tidak membawamu langsung kehadapan Opa Arthur?" "Siapa maksudmu yang sedang berbaik hati?" Tiba-tiba Richard hadir di sela perseteruan antara Nathania dan Marco. Marco tersenyum dingin ke arah Richard. "Kau tidak perlu tahu urusan di antara kami berdua, Mr.Delano!" "Oh ya? Tapi maaf kau sedang mengganggu wanitaku malam ini, jadi aku berhak turut campur apapun itu menyangkut Nathania!" Nathania terkesiap mendengar ucapan Richard. Ia sungguh tidak menyangka si Tuan Es Batu itu bisa berkata sedemikian rupa terhadap Marco yang jelas-jelas tidak dikenalnya. Tak jauh berbeda dengan Nathania, Marco pun merasakan hal yang sama ketika melihat Richard jauh lebih banyak berbicara tidak seperti pertemuan mereka sebelumnya di restoran tempo hari yang mana Richard lebih banyak diam memerhatikan saja. Marco tertegun sejenak, namun buru-buru mengatur raut wajahnya menjadi biasa saja. Ia hanya tidak ingin melihat Richard memanfaatkan keterkejutannya. "Jadi kau sekarang berlagak sebagai malaikat pelindungnya?" cibir Marco sembari menatap tajam ke arah Richard. "Bahkan aku bisa menjadi lebih dari sekedar malaikat pelindung, asal kau tahu. Dan aku rasa sudah tidak ada lagi yang perlu kau bicarakan pada wanitaku!" Richard menarik pergelangan tangan Nathania, membawanya pergi menjauh keluar Ballroom menuju lobby hotel. "Terima kasih Mr.Richard." ucap Nathania saat ia dan Richard tengah menunggu mobil di lobby hotel. Richard menatap Nathania sejenak lalu kembali mengalihkan pandangannya. "Tidak perlu berterima kasih, lagi pula kau tidak perlu terlalu percaya diri. Aku hanya tidak suka melihat wanita di perlakukan kasar oleh seorang pria." Nathania menganggukkan kepalanya berkali-kali. Kurasa sebuah kutukan memilki bos menyebalkan seperti mu Tuan Es Batu! Sambil mencebikkan bibirnya, Nathania bersungut-sungut sebal. Tunggu saja, Tuan Es Batu. Aku bersumpah, pada akhirnya, kau pasti akan tergila-gila denganku! . . Judul : Love You My Secretary Link : https://m.dreame.com/novel/e4dBiwMowIW7kT9yWOI18w==.html
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD