7

1723 Words
          Sejak kejadian hari itu, Hendry berusaha untuk melihat kembali gadis yang ditemuinya itu. Di waktu senggang saat dia tidak bertugas jaga di klinik tempatnya berkerja, ia menyempatkan diri pergi kembali ke toko buku tempat ia berjumpa dengan gadis itu. Walaupun masih berusaha mencari Violet, Hendry seperti terobsesi dengan gadis yang ditemuinya di toko buku itu. Ia tidak tahu mengapa ia sangat penasaran dengan gadis itu.           Seminggu terasa sangat lama penantian ini. Hari ini minggu, dia tidak bertugas dan sengaja pergi ke toko buku tempat ia berjumpa dengannya. Bukan untuk mencari buku seperti awal dia ke toko buku waktu bertemu dengan gadis itu, tetapi khusus untuk melihat kembali gadis itu lagi. Itupun apabila dia datang ke sini hari ini? Ia memang datang setiap libur khususnya hari minggu, ia biasanya datang sendirin atau berdua yang kelihatannya seperti adik perempuannya.           Hal itu menjadi kebiasaan Hendry untuk datang ke toko buku pada hari minggu, seperti jadwal rutin. Terkadang tidak membeli apa-apa tetapi hanya mencari gadis itu kembali dan memandanginya dari jarak jauh sampai ia pergi dari toko buku. Ia akan memandangi dengan cermat apa saja yang menjadi kebiasaannya, buku apa yang sering kali ia beli atau dengan siapa ia ke sini.           Terkadang saat Hendry dengan intens menatap gadis itu dari jauh, gadis itu akan menoleh ke belakang dan seperti mencari. Ia seperti mempunyai insting bahwa ia sedang diamati oleh seseorang, tentu saja ia tidak tahu siapa yang mengamatinya. Karena Hendry akan segera pura-pura sibuk membaca sinopsis buku, tetapi ada satu kali mata mereka saling pandang dan gadis itu tersenyum malu serta melanjutkan aktivitasnya seperti tidak terjadi apa-apa. Sebulan sejak Hendry mulai bertemu dengan gadis itu, hari ini ia memutuskan saat melihat gadis itu lagi ia akan berkenalan dengannya.           Minggu pagi ini ia bertekad untuk mengetahui siapa gadis itu, dan berharap ia bisa mengenal lebih jauh dirinya. Dan dengan adanya gadis itu, alasan Hendry untuk mencari Violetnya seperti terendam dan belum muncul lagi. Namun Hendry berharap bahwa gadis itu adalah Violetnya. Setelah ia lama mengamatinya, walau cara berpakaian dan sikap gadis itu jauh berbeda dengan Violet tetapi Hendry merasa seperti ia melihat Violet dari sosok gadis itu.           Kedatangannya lebih awal dibanding dengan waktu sebelumnya, dan mengambil tempat yang dapat melihat ke pintu masuk untuk mengamati setiap orang yang masuk dengan harapan dapat segera melihatnya bila gadis itu datang ke toko buku ini lagi. Hendry juga terkadang sesekali berpura-pura seperti biasa menabraknya dengan tidak sengaja, dan berlalu setelah mengucapkan kata maaf.           Dua jam menunggu, terasa sangat lama dan Hendry juga sudah bertanya-tanya apakah ia akan datang atau tidak hari ini. Menghabiskan waktu dengan membaca sinopsis buku sambil terus melihat setiap orang yang datang. Ia sudah tidak melakukan pencarian seperti yang sudah ditetapkannya saat datang ke kota ini, tetapi sibuk mencari keberadaan orang yang baru pertama dijumpainya. Untuk sementara pencarian tertunda.           Saat hari menunjukkan pukul satu siang, ia melihat gadis itu berjalan memasuki toko buku ini. Hendry melihat ia menitipkan tas yang dibawanya dan berjalan mulai melihat kemana arah tujuannya. Seperti saat bertemu dulu, gadis itu juga memakai baju dengan gaya yang sama. Celana panjang, baju kaos, dan sepatu olahraga, dengan rambut dikucir kuda namun rambut yang lebih pendek keluar dari kucir itu dan membingkai wajahnya. Sangat jauh berbeda dengan penampilan Violetnya.           Ia mengikuti gadis itu, sambil mengambil buku yang membuatnya tertarik untuk membacanya tadi. Gadis itu masih menuju ke tempat yang sama, komik dan novel, masih tetap cuek terhadap sekitar seperti kemarin dan fokus pada apa yang dibacanya. Hendry juga melakukan hal yang sama, dengan berpura-pura bertubrukan cukup kuat sehingga gadis itu terpundur jauh dan hampir jatuh.           ”Maaf, tidak sengaja. Anda tidak apa-apa?” sapa Hendry pura-pura terkejut saat melihat gadis itu juga terkejut atas kejadian itu.           ”Saya juga minta maaf, tidak melihat. Saya pikir tadi tidak ada orang saat berjalan kembali.” Gadis itu menjawab dengan senyum malu-malunya tersungging di wajahnya.           ”Em.... sepertinya!” Hendry pura-pura berpikir seolah-olah ia mencoba mengingat-ingat suatu kejadian. ”Ah.... saya ingat. Kemarin juga anda yang bertubrukan dengan saya. Ia benar saya masih ingat. Seperti takdir ya! Kita selalu bertabrakan seperti ini” ia menyunggikan senyum lebarnya kepada gadis itu.           Gadis itu meneliti wajah Hendry dan mulai mengingat-ingat petunjuknya. Dan saat ia mengenali wajah Hendry, ia senyum manis sambil berkata ”Oh.... Dan ini seperti reka ulang kejadian itu?” Ollie berkata seperti itu karena mereka tidak hanya sekali bertabrakan tidak sengaja seperti ini.           ”Sepertinya begitu. Kenalkan saya Hendry.” Sambil mengulurkan tangannya dan tidak mau kesempatan ini berlalu begitu saja.           ”Ollie.” Jawab Ollie sambil menjabat tangan Hendry.           Jawaban singkat itu membuat Hendry sempat tersentak, sepertinya ia mengharapkan nama yang keluar dari mulut gadis itu adalah Violet. Tetapi ia cepat menguasai keadaan lagi dengan tersenyum.           ”Beli buku apa kali ini?” Hendry memulai percakapan untuk lebih mengenal jauh gadis itu. Walaupun ia sempat kecewa karena gadis ini namanya bukan Violet tetapi Ollie, Hendry ternyata tidak dapat mengenyahkan perasaan penasarannya untuk mengenalnya lebih jauh.           ”Cari yang tidak ada.”           ”Cari yang tidak ada, berarti tidak akan ketemu dong di sini?”           ”Kalau mencari yang ada, ya tidak usah dicari juga sudah ada. Tetapi mencari yang tidak ada. Memang itulah yang kita lakukan, bukan yang sudah ada.”           ”Oh, itu betul.” Hendry memperhatikan dengan seksama wajah Ollie sampai ia jengah dan salah tingkah.           ”Mengapa melihat diriku seperti itu. Apakah ada yang salah dengan wajahku?” Ollie bertanya dan meredam kegugupannya sambil mengusap rambut.           ”Tidak ada yang salah. Kau terlihat cantik.”           ”Cantik! Benarkah?” Ollie bertanya sambil tersipu malu ”Terima kasih.”           ”Kenapa? Seperti tidak percaya?”           ”Tidak. Tetapi jarang ada yang memuji diriku seperti itu. Dan pujian itu datang dari orang yang baru pertamaku kenal.”           ”Tetapi kau memang cantik. Mereka buta kalau mengatakan bahwa kau tidak cantik.”           ”Dan kau akan terlihat seperti orang yang suka gombal kepada setiap wanita yang kau temui.”           Mereka berbicara sambil melihat-lihat buku-buku yang berada di etalase pajangan dan sekali-kali berhenti dan mengambil buku sambil melihat sinopsis buku itu sepintas.           ”Ada apa dengan pernyataan itu. Apakah saya tidak boleh..... ataukah ada yang akan marah bila kamu berbicara denganku?” muka Hendry berubah dengan dugaan bahwa Ollie mungkin sudah menikah atau paling tidak ada seorang kekasih.           ”Bukan begitu. Tetapi ungkapan itu terjadi seperti kepada seorang sahabat atau teman lama. Dan bukannya kepada orang yang baru kau kenal.”           ”Apakah kita tidak boleh berteman?” Hendry bertanya dengan perasaan yang campur aduk dan tidak bisa menerima jika ia harus pergi begitu cepat tanpa tahu apa-apa tentang Ollie, yang sudah susah payah ia menciptakan keadaan seperti ini dan mengabaikan pencarian yang menjadi tujuannya ke kota ini.           ”Tentu bukan itu maksudku. Tetapi ini sedikit aneh, dan bukan menjadi kebiasaanku...” jawaban Ollie diputus oleh Hendry           ”Jadikan ini bukan seperti biasa. Apakah kau sudah menikah? Sehingga tidak bisa menjalin hubungan dengan orang asing.”           ”Belum.”           ”Punya tunangan yang pemarah barangkali?” jawaban belum dari Ollie membuat Hendry gembira, perasaan yang aneh pikirnya.           ”Tidak.”           ”Atau pacar yang cemburu?”           ” Untuk saat ini, juga tidak.”           Jawaban-jawaban singkat Ollie semakin membuat Hendry senang dan tersenyum penuh arti dengan memandanginya. ”Berarti kau bebas dan bisa menjalin hubungan dengan orang lain. Kecuali dirimu tidak mau dan tidak suka kepadaku?” tantangnya.           ”Iya.” Jawab Ollie singkat dan tidak mengerti mengapa Hendry mengejarnya dengan pertanyaan-pertanyaan itu.           ”Apa arti kata Iya tersebut?”           ”Semuanya.” Jawab Ollie cuek.           ”Berteman?” kata Hendry dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.           Ollie melihat tangan yang diulurkan Hendry dan memandang wajahnya sambil mengerutkan kening berpikir.           ”Aku orang baik-baik kok, bukan orang jahat. Kau bisa mempercayaiku, mau melihat kartu identitasku.” Hendry meyakinkan Ollie sambil tersenyum.           ”Baiklah. Berteman.” Ollie berkata dan menepuk tangan Hendry seperti melakukan tosh. Ollie berjalan menuju kasir untuk membayar buku yang akan dibelinya.           ”Hei... kita tidak berjabat tangan nih, hanya tosh untuk pertemanan baru kita ini?” Hendry mengikuti Ollie yang berjalan menuju kasir, dengan langkah panjang dengan mudah ia berjalan sejajar dengan Ollie.           ”Tadi sewaktu berkenal tadi sudah berjabat tangan. Jadi untuk pertemanan kita, aku rasa tosh sudah cukup.” Sambil tersenyum manis Ollie menjawab dan di jawab dengan senyuman penuh dari Hendry.           ”Baiklah.”           Mereka mengantri di kasir dan melakukan transaksi, saat giliran Ollie menyerahkan buku ke kasir. Hendry menyodorkan buku yang dipegangnya sambil berkata ”Ini juga, mbak? Di satukan saja.”           Ollie terkejut sambil menoleh kebelakang untuk memandang Hendry sambil bertanya dengan suara pelan ”Apa?”           ”Satukan saja biar cepat transaksinya.” Hendry menjawab berbisik ke telinga Ollie.           ”Ini juga?” si kasir bertanya kepada Ollie.           ”Iya. Berapa?” kata Hendry. Saat Ollie akan mengeluarkan dompetnya, tangannya dipegang Hendry untuk menghentikannya mengambil dompet.           ”Biar saya yang bayar.” Hendry berujar sambil tersenyum.           Sambil memutar mata dan mendesah Ollie berujar ”Oh, baiklah. Temanku.” Dan tersenyum manis pada kasir, lalu kesamping membiarkan Hendry kedepan kasir untuk membayar belanjaan mereka.           Ollie memandang Hendry yang sedang membayar dan tak habis pikir. Ada apa dengan orang ini? Sedikit aneh. Dan yang lebih aneh, mengapa seolah-olah aku sudah pernah bertemu dan akrab dengannya sebelum ini. Padahal ini pertama kali mereka bertemu, bukan pertemuannya pertama kali tetapi lebih tepatnya kedua kalinya. Tetapi mereka baru berkenalan beberapa menit yang lalu di salah satu sudut etalase toko buku ini, batinnya.           Setelah menerima barang belanjaan, Hendry mengajak Ollie kembali berjalan ”Ayo. Setelah ini kemana lagi kita untuk merayakan pertemanan kita?”           Ollie berhenti berjalan dan menghadap Hendry dengan pandangan tak percaya apa yang baru saja didengarnya dari Hendry barusan.           ”Kenapa memandangku seperti itu? Ada yang tidak beres?” Hendry bertanya sepolos mungkin untuk memancing komentar dari Ollie yang terlihat tak percaya apa yang baru didengarnya.           Ollie hanya menggeleng dan menuju ketempat penitipan tas, untuk mengambil tas yang dititipkannya saat masuk. Dan terus berjalan tanpa melihat apakah Hendry mengikutinya atau tidak.           Melihat Ollie hanya menggeleng tak percaya dan berjalan tanpa menghiraukannya Hendry berujar ”Kita bisa merayakannya dengan makan. bagaimana? Usul yang bagus mengingat aku kelaparan”           Saat Ollie berbalik kearahnya, Hendry memasang raut wajah memelas untuk menyakinkan dan sedikit memaksa Ollie untuk makan bersamanya. Sambil berkata ”Please... please... mau ya!” pintanya ”Aku orang yang dapat dipercaya kok? Mau melihat kartu identitasku sekarang?” desak Hendry dengan muka serius sambil mengeluarkan dompetnya.             ”Oh tidak perlu. Aku percaya.” Kata Ollie sambil mendesah dan menggeleng-gelengkan kepalanya ”Ini aneh. Tetapi baiklah.” Ollie setuju dan mereka berjalan ke bawah menuju restoran cepat saji.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD