16

957 Words
Ollie seakan mendengar kata ”Aku akan datang menjemputmu. Pasti!” tetapi ia berpikir siapa yang mengatakan hal itu. Ia berpaling dan melihat Hendry yang  berdiri di sampingnya, tempat ia bermain di akar pohon untuk membangun rumah-rumahan sendirian saat keluar kelas waktu istirahat.           Ollie bermain sendirian karena kebanyakan teman cowok di kelasnya membuat olokan bahwa ia adalah tengkorak hidup. Ia habis menangis dan bermain di sana sendirian, menarik diri dari teman-temannya. Ollie terlalu muak dengan apa yang mereka lakukan, hal itu membuat ia bertanya-tanya apa salahnya sehingga ia menjadi bahan olokan mereka.           Ollie memandang Hendry sekilas dan meneruskan apa yang ia lakukan tanpa menghiraukan Hendry. Dan ia mendengar Hendry mengulangi perkataan yang tidak ia mengerti. ”Kau mendengarku bukan? Aku akan datang menjemputmu.” Lalu Hendry berjalan menjauh dari tempat Ollie bermain. Ollie sepintas melihat wajah Hendry bersedih saat ia melirik Hendry setelah bicara.           Seminggu setelah Ollie mendengar Hendry mengucapkan kata bahwa ia akan datang menjemput Ollie, terdengar kabar bahwa keluarga Hendry akan pindah keluar kota. Ollie merasa sedih, di kelasnya teman-teman semuanya heboh. Bahkan salah satu teman perempuannya dikatakan bahwa ia orang yang paling akan merindukan Hendry. Didalam hati Ollie berkata, aku juga akan sangat merindukan Hendry tanpa siapapun yang tahu.           Kepergian keluarga Hendry di antar semua warga di desanya. Ollie mengintip dari jendela rumahnya melihat dari jauh Hendry untuk terakhir kali. Ollie tidak menyangka bahwa selama ini hanya Hendry teman cowok sekelasnya, yang selalu berada di sekitarnya dan berbicara seolah-olah ia tahu apa yang baik dan tidak untuk Ollie, dan seolah-olah ia tahu apa yang akan dilakukan dan dipikirkan Ollie. ∞           Hendry berbisik ditelinga Ollie kembali. ”Aku datang menjemputmu, sayang! Bangunlah untukku.”           Ollie menggerakkan tangan, membuat  alat yang memantau perkembangan aktifitas jantungnya bergerak menuju normal bahwa ia bereaksi. Lulu yang tidur tidak begitu nyenyak tersentak bangun dan duduk di sofa memandang kearah Ollie dan Hendry yang masih berbisik di telinga Ollie, ia kembali berbaring kembali di sofa dengan mengawasi keadaan kakaknya.           Mata Ollie bergetar dan perlahan ia membuka matanya, dan memandang sekitar untuk tahu suara apa yang berisik, dan melihat alat yang berada di sampingnya. Setelah tahu suara berisik yang mengganggunya, ia menoleh kearah Hendry yang sedang tersenyum senang kepadanya.           ”Selamat datang kembali!” Hendry tersenyum senang kepadanya, kemudian berpaling untuk menemukan Lulu yang telah berdiri sambil menangis bahagia melihat kakaknya sudah sadar.           Lulu berjalan menghampiri kakaknya dan memeluk kakaknya seakan ia sudah lama sekali berpisah, walaupun hanya sejenak. Lulu takut jika ia terlalu lama memeluk kakaknya akan kembali tidak sadarkan diri.           ”Alat-alat ini terlalu mengganggu. Apakah bisa dilepas sekarang?” Ollie berkata lirih kearah Lulu, seolah meminta tanpa suara kepadanya.           Lulu memandang Hendry meminta pendapat apa yang harus ia lakukan dengan permintaan kakaknya. Hendry tersenyum kepada Ollie dan memahami apa yang ingin Lulu sampaikan kepadanya tanpa kata.           ”Aku rasa. Alat itu masih harus tetap seperti itu untuk sementara ini. Sampai kondisimu lebih stabil dan menurut dokter bisa dilepas.”           Ollie menoleh kearah Hendry dengan jengkel terlihat diwajah lelahnya, kemudian berbalik memandang adiknya kembali yang sedang mengetik sesuatu di ponselnya.           ”Lu.... Apa yang sedang kau lakukan?” Lulu berpaling kearah Ollie dan senyum ringan kepada kakaknya.           ”Aku memberi kabar kepada ayah, ibu dan kakak-kakak. Bahwa Kak Ollie sudah sadar. Mereka tidak perlu terlalu cemas lagi sekarang dan bisa tidur.”           ”Bisakah kau memanggil seesorang?” Lulu mengangguk mendengar perkataan lemah Ollie itu dan menoleh sebentar kearah Hendry yang juga mengangguk menyetujui usul tersebut.           Sementara Lulu keluar untuk memanggil perawat yang berjaga, Hendry mengelus rambut Ollie dengan penuh kasih dan memandangnya seakan-akan tidak pernah puas. Namun itu membuat Ollie risih dan mengelak berberapa kali ketika tangan Hendry berada di kepalanya.           Hal itu membuat Hendry tersenyum dan mendekatkan wajahnya untuk berbisik. ”Kau tidak perlu menghindar dan gelisah seperti itu. Saat dirimu masih tidak sadar tadi, aku juga melakukan hal ini dan berbicara ditelingamu seperti ini. Apakah kau menyadarinya?”           Ollie memandang Hendry dengan kesal sambil berkata ”Tidak pernah satu kalipun aku akan menang berdebat denganmu.” Itu pernyataan yang pasrah dan membuat Hendry tersenyum dan mencium keningnya ringan.           Saat pintu dibuka, Hendry berdiri dari sisi Ollie untuk membiarkan perawat tersebut melakukan pekerjaannya. Saat Ollie bertanya apakah alat yang menempel di badannya bisa dilepas perawat itu tersenyum menenangkan.           ”Apabila dokter telah memperbolehkan dilepas maka alat itu bisa dilepas. Untuk sementara ini anda masih dalam pengawasan. Lebih baik menunggu saat dokter melakukan pemeriksaan besok. Kita akan tahu apakah bisa dilepas atau tidak alat tersebut.”           Setelah perawat itu keluar dan permintaannya tidak dipenuhi Ollie berusaha untuk tidur kembali. Mata Ollie terpejam kembali, sehingga Lulu kembali cemas dan cepat-cepat menghampiri Ollie. Ia akan berusaha untuk mengatakan sesuatu, tetapi belum sempat mengucapkan satu katapun ia dihentikan oleh Hendry dengan memegang bahunya.           ”Biarkan dia istirahat.” Lulu berbalik kearah Hendry dan kembali memandangi Ollie, namun tetap diam berdiri di tempatnya. ”Ia baik-baik saja. Sebaiknya kau juga istirahat. Dan bisa tenang, aku akan berjaga disini untuk memastikannya baik-baik saja.”           Lulu menuruti apa yang dikatakan Hendry kepadanya, dan meneruskan tidurnya walaupun tidak nyaman karena berbaring di sofa sempit itu. Hendry menunggu dengan terus memperhatikan wajah Ollie, setelah lama berpura-pura telah tidur akhirnya Ollie pun terlelap. Hendry bisa melihatnya dari nafas pelan yang teratur yang ia keluarkan.           ”Tidur yang nyenyak sayang.” Hendry berbisik ditelinga Ollie, dan mencium lembut keningnya. Hendry duduk tenang di sebelah Ollie yang tertidur. Dia memperhatikan wajah cantik Violet yang masih pucat, dan sesekali matanya melirik dadanya untuk memastikan setiap tarikan napas yang dihirupnya. Mendekati dini hari dan puas akan kondisi Violet yang terus stabil akhirnya Hendry tertidur menjelang subuh di sisi tempat tidur Ollie. Posisi tidurnya dalam kondisi duduk di sebelah ranjang Ollie, wajahnya melengkup dengan sebelah tangannya sebagai bantal sedangkan tangannya yang satu lagi tidak lepas menggenggam tangan Ollie.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD