THE REALITY OF LIFE

1747 Words
“Hhhaahhh…. Hhhaaahhh” nafasku memburu, aku terbangun dan bersandar di tempat tidur sial aku paling tidak suka sat seperti ini. Aku melihat jam atas nakas sebelah tempat tidurku, menunjukkan pukul tiga pagi. “sial, sampai kapan semua seperti ini” umpatku sambil meneteskan airmata. Membayangkan kejadian itu dan masuk kedalam mimpiku, sudah dua tahun terakhir ini aku selalu memimpikan hal buruk yang membuatku harus terjaga sepanjang malam ketika mimpi itu menghampiriku. Seperti kataku tadi aku sudah mencoba ke psikiater untuk menemui titik jelas tapi setelah itu dokter hanya memberiku obat penenang. Aku sudah bosan meminumnya, obat itu hanya bereaksi beberapa jam saja setelahnya aku tetap saja memimpikan hal buruk.     Malam berganti pagi jam di nakas menunjukkan pukul tujuh pagi, aku segera merapikan diri lalu bergegas keluar apartemen dan menunggu di halte. Dari seberang sana terlihat orang sangat bahagia bisa tersenyum dan bersanda gurau. Aku hanya berpikir apakah orang itu memang bahagia atau dia hanya berpura-pura bahagia? Jika dia hanya berpura-pura bahagia maka orang itu orang yang sangat menyedihkan. Menyembunyikan lukanya dibalik senyumnya, miris memang.   “Hey, apa kau tidak tahu?” ucap Yoora saat mencoba berbicara kepadaku “Tentang?” “Sajangnim bercerai dengan istrinya. Dan istrinya menuntutnya untuk memberikan uang bulanan 10 juta Won setiap bulannya” mataku berhasil membelalak dengan sempurna selepas ucapan dari Yoora berhasil menembus di gendang telingaku “Benarkah? Kenapa sajangnim harus memberikan uang bulanan kepada mantan istrinya? Kan sudah tidak menjadi tanggung jawabnya lagi?” tanyaku “Entahlah, yang aku dengar dia memberikan uang itu untuk anaknya.” Dia Lee Yoora temanku. Kami berteman ketika kami masuk di universitas yang sama, ketika aku mengenalnya. Dia orang yang sangat pendiam, lemah lembut dan ternyata ketika aku makin kenal dengannya. Dia sama saja seperti wanita pada umumnya senang bergosip, tapi diatas semua itu dia adalah teman terbaikku. Pasti kalian bertanya bagaimana aku dan Yoora berhasil masuk di satu perusahaan yang sama. Aku bekerja terlebih dahulu, setelah setengah tahun kemudian Yoora masuk dengan berbagai tes yang membuat otaknya tidak bisa bekerja dengan sempurna katanya.     Dia sajangnim yang diceritakan Yoora adalah Hwang Jimin. Pria berusia 28 tahun itu adalah Direktur di perusahaanku di usia nya yang masih terbilang muda, tapi dia sudah berhasil menjadi seorang Direktur. Dia menjadi direktur bukan dari nol, Karena memang dia melanjutkan pekerjaan ayahnya. Aku tidak terlalu mengenalnya karena kita jarang berbicara hanya sebatas pembicaraan kerja saja, yang ku tahu hanya dia seorang yang sangat hangat kepada karyawannya. Mau mendengarkan apa yang kita keluhkan sebagai karyawan, dan perlu kalian tahu dia adalah seorang yang professional dalam bekerja. “Tttuutt… Tttuuuttt…” suara telpon berbunyi “10 menit lagi sajangnim akan mengadakan rapat dengan departemen financial di ruang rapat” suara lembut dari seorang sekertaris sajangnim “baik, kami akan segera ke ruang rapat” ujarku. Kemudian aku menutup telpon. “Ada apa?” kata Yoora “Sajangnim akan mengadakan rapat dalam 10 menit” “Dengan departemen kita saja?” “Tidak tahu” “Cepatlah bergegas, kau tahu kan kalau sajangnim tidak suka dengan orang yang tidak tepat waktu” “Arraseo … Arraseo”     Kami meninggalkan ruangan kami 6 menit sebelum rapat dimulai, berjalan menelusuri beberapa departemen diseberang departemen kami ada departemen manajemen kemudian di samping ruangan kami ada departemen marketing. Semua orang sedang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. “Kita mulai rapat kita” ujar Tuan Jimin “bagaimana laporan keuangan kita selama 6 bulan ini?” Tanya nya “saham kita sedang turun pak, karena ada beberapa berita yang keluar akhir-akhir ini” ujar Yoora  “berapa kerugian kita atas berita yang terjadi diluar?” katanya “15 juta won” Pak Jimin tampak berpikir keras ketika perkataan yang di ucapkan Yoora beberapa detik yang lalu “jika kita terus mengalami penurunan saham kita akan dalam bahaya” ujar sajangnim “saya akan menarik beberapa investor dari Tiongkok untuk mau berinvestasi di tempat kita, kebetulan saya punya beberapa investor disana. Ga Eun-nim siapkan beberapa laporan keadaan perusahaan, anda harus ikut dengan saya untuk mempresentasikan ini didepan investor nanti.” Tambahnya. “baik pak, saya akan siapkan laporannya secepat mungkin” ujarku “bagus, kita akan berangkat 2 hari lagi, saya harap kau bisa menyelesaikannya dengan sempurna”. Rapat hari ini ditutup dengan keputusan aku harus ikut dengan sajangnim ke luar negeri. “Kenapa harus aku yang berangkat” ucapku sambil menekuk wajahku “Wwaahh… Ga Eun ku sekarang akan berkeliling dunia dengan sajangnim” “Berlebihan kau Yoora-ya” “Anggaplah ini semua liburan dalam kesempitan Eun-ah, kau harus menyegarkan pikiranmu dulu. Aku tahu kau tidak pernah berlibur selama ini. Jangan bekerja terus” ucap Yoora aku melirik Yoora dengan tatapan tajam. Enak saja dia bilang bila aku tidak pernah liburan, memangnya seberapa menyedihkan itu? Sampai dia bilang seperti itu “jangan menatapku seperti itu, aku menarik ucapanku yang terakhir” katanya dengan nada kesal, aku terkekeh melihat ekspresinya. Jujur hanya Yoora saja yang bisa membuatku tertawa. “Eun-ah” “Hhmm?” sambil menoleh ke arah Yoora “Sampai kapan kau begini, kembalilah ke Ga Eun yang kukenal dulu” “Aku belum bisa Yoora-ya. Ini terlalu berat untukku” “Aku Tahu, tapi setidaknya buka hatimu untuk orang lain” “Dan memberi tahu tentang masa lalu ku? Memberi tahu jika aku selalu meminum obat penenang hanya untuk bisa tidur nyenyak?” kataku sambil menggelengkan kepalaku menolak semua kata-kata yang Yoora ucapkan “tidak semudah itu Yoora-ya.” “Apa kau tidak mau kembali menjadi Ga Eun yang ceria?”     Aku terdiam mendengar kata-kata Yoora, saat ini aku tidak ingin berdebat dengannya hanya karena hal yang sama. Jujur semua masa lalu itu begitu membuatku trauma seperti tidak ingin kembali ke masa itu, semua kenangan tentang dia. Taehyung, aku tidak mau mengulang semua masa itu, aku memejamkan mataku hanya untuk menghilangkan semua kenangan itu yang tiba-tiba muncul di pikiranku. Ya, aku sudah 2 tahun mengakhiri hubunganku dengan Taehyung tepat ketika aku bekerja disini untuk pertama kalinya. Benar kata orang, dibalik kesedihan pasti ada kebahagiaan yang datang. Walaupun apa yang Taehyung tinggalkan masih membekas padaku sampai sekarang yang membuatku sulit untuk menerimanya. “Halo?” “Yoongi oppa, kau ada waktu luang?” “Mau pergi kemana lagi?” “Kemana saja yang bisa membuatku melupakan Taehyung” “Satu jam lagi aku akan datang ke apartemenmu”     Sudah satu minggu ini aku tidak bisa tidur kejadian bersama Taehyung masih membekas sangat kentara di hati terlebih dipikiranku. Bahkan aku selalu minta tolong Yoongi oppa untuk menemaniku berkeliling kota Seoul di malam hari, kita berkeliling bahkan sampai matahari kembali terbit. Jahat memang diriku meminta bantuan Yoongi yang tidak ada kaitannya kejadian antara aku dan Taehyung. Dia Lee Yoongi kakak tiri Taehyung, mereka berdua saudara tiri. Ayah Taehyung menikah lagi dengan Ibu Taehyung sedangkan ibu Yoongi, dia menceraikannya karena memang sudah tidak mempunyai prinsip yang sama lagi katanya. Yoongi bekerja satu perusahaan dengan Taehyung, dia menjadi ketua Komisaris di perusahaan nya jangan ditanya lagi bagaimana pintarnya dia. Dia bahkan pernah kuliah di luar negeri mengambil bisnis manajemen dan diusianya yang dua tahun lebih tua dari Taehyung dia pernah diundang di universitas ku dan menjadi pembicara di salah satu seminar yang diadakan di kampusku. Dari situlah kami jadi saling mengenal dan dari situ juga aku tau bahwa dia saudara tiri dari mantan kekasihku. Karena selama aku dan Taehyung bersama, dia tidak pernah bercerita bahwa dia punya saudara tiri. Suara bel pintu terdengar dan membubarkan pikiranku, aku melangkah menuju pintu seperti dugaanku itu Yoongi oppa. Dia menepati janjinya untuk tiba di apartemenku, aku membuka pintu dan langsung memeluknya untuk mengurangi rasa takutku. “Hey.. Sudah jangan dipikirkan” sambil mengelus lembut kepalaku. Aku melonggarkan dekapanku dan mendongak untuk menatapnya tanpa aku berkata apapun melihat wajah Yoongi yang sangat manis seperti gula membuatku berpikir kenapa aku harus mengenal Taehyung b******n itu terlebih dahulu? Daripada mengenal Yoongi. Tatapan lembutnya membuatku pergi ke fantasi pikiranku sendiri “tidak bisa tidur lagi?” Tanya nya yang membuyarkan lamunanku. Aku hanya mengangguk tanpa mengeluarkan kata apapun “Baiklah, ayo keluar. Tapi ada satu syarat” “Apa?” “Temani aku makan malam besok” “Baiklah, tapi oppa yang mentraktir” sambil terkekeh “Tidak masalah” ujar Yoongi, lalu kami keluar dari apartemen dan masuk ke dalam mobil.     Mobil Yoongi melaju dengan pesat membelah kerumunan kota Seoul di malam hari. Selama perjalanan aku hanya memandangi pemandangan di luar sana sambil sesekali membuka handphoneku berharap ada semua pemberitahuan dari Taehyung bahwa dia mengirim pesan. Tapi ternyata tidak ada pesan sama sekali darinya ada sepercik rasa kecewa dan sakit hati itu muncul lagi membuatku melesatkan air bening dari mataku, mencoba memendam dan mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku baik-baik saja tidak masalah dengan tidak adanya Taehyung disisiku lagi. “Kau baik-baik saja?” Yoongi memecahkan lamunanku. “Eoh, ada debu yang masuk ke mataku” “Jangan berbohong Eun-ah, aku tau kau memikirkan Taehyung” kata Yoongi sambil menyetir mobil “Bagaimana bisa aku baik-baik saja ketika semua hatiku dibawa jauh olehnya oppa” “….” “Aku coba untuk meyakinkan diriku untuk baik-baik saja, tapi aku rasa semua itu percuma. Karena aku selalu ingat kejadian hari itu” kataku sambil menunduk, suara tangisku memenuhi mobil Yoongi. Aku tidak tahu kemana Yoongi oppa akan membawaku yang pasti aku tidak ingin dirumah seorang diri. Aku menoleh keluar melihat jalanan sepi hanya ada pohon disamping kanan dan kiri “kita mau kemana oppa?” tanyaku “ke tempat dimana kau bisa meluapkan emosimu Eun-ah” dan saat tiba dia membawaku ke sebuah sungai dimana di sisi kiri ada sebuah jembatan besar dengan lampu warna-warni yang menghiasi jembatan itu. Aku dan Yoongi oppa keluar mobil dan menuju ke sungai itu tenang, damai hanya itu yang kurasakan. “Berteriaklah sesukamu sampai kau merasa lebih baik” “Disini?” “Lalu kau mau berteriak di supermarket?” katanya sambil meninggalkanku “Oppa mau kemana?” “Aku akan menunggu di dalam mobil” “Menunggu atau tidur?” “Menunggu dan tidur itu sama saja bagiku”     Aku mulai menatap kedepan sungai semua amarahku aku kumpulkan sampai aku sudah tidak bisa menahannnya lagi semua airmataku keluar tak beraturan. “TAEHYUNGGGG!!!” “b******n KAU TAEHYUNGG!! APA KAU PUAS MEMBUATKU SEPERTI INI?!?! KAU ADALAH LELAKI TERBURUK YANG KU KENAL” “AAARRRGGHHHH….!!!” Aku tersungkur menangis di bawah, sudah tidak tau lagi bagaimana wajahku sekarang “Kau memberikan cinta dan luka dalam hatiku tanpa aku tau bagaiman cara menyebuhkannya, dan kau sekarang pergi meninggalkanku. k*****t kau Taehyung!!” Aku menatap kearah sungai dengan pandangan kosong sambil sesekali memejamkan mataku menetralisir sakit hatiku “Kau merasa lebih baik sekarang?” suara Yoongi terdengar dari belakang aku menoleh seketika mendapati etensi dari Yoongi dia duduk disebelahku menuntun kepalaku untuk bersandar di bahunya sambil sesekali mengelus lembut rambut hitamku “maafkan aku, aku hanya bisa membantumu dengan cara ini. Aku tidak bisa membawa Taehyung di hadapanmu, kau tahu sendiri bagaimana keras kepalanya anak itu. Dan aku rasa dia belum bisa menerima ku sebagai saudara tirinya” ujar Yoongi “kau tidak perlu membawanya dihadapanku oppa, karena aku sudah muak dengan semua kebohongannya” kataku sambil meneteskan airmata yang membuat baju yang di kenakan Yoongi basah. “Sudah 4 hari dia tidak terlihat di kantor, aku sudah menyuruh orang suruhanku untuk mencari keberadaan Tehyung namun semuanya nihil. Tidak ada yang tau keberadaannya” “Ku harap dia tidak akan bisa kembali lagi kesini” “Apa kau sangat membencinya?”      Pertanyaan Yoongi membuatku berpikir, apa aku sangat membencinya? Tapi tidak dapat dipungkiri aku juga merindukannya, sangat rindu. Semua kenangan telah terpatri di dalam hatiku “aku bahkan tidak tahu bagaimana perasaanku untuknya oppa. Aku sangat membencinya, tapi aku juga tidak bisa berdusta bahwa aku merindukannya” saat kejadian dua tahun lalu begitu menggetarkan batinku dan jiwaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD