08 - Manja - √

1065 Words
Hari sudah beranjak malam saat Anton sampai di rumah. Suasana dalam rumah sudah tampak sunyi sepi. Pasti semua orang sudah beristirahat di kamarnya masing-masing. Anton menutup pintu rumah, tak lupa untuk menguncinya. Anton bergegas menuju kamarnya yang berada dekat kolam renang. Semenjak perut Sein semakin membesar, Anton memutuskan untuk pindah ke kamar yang berada di lantai bawah. Hal itu Anton lakukan agar istrinya tidak naik turun tangga atau lift. Anton menghela nafas panjang saat membuka pintu kamar dan lagi-lagi ia tidak menemukan sang istri di tempat tidur. Pasti Sein memilih untuk tidur dengan Anna, atau mungkin dengan Sean dan Anna. Anton menaruh tasnya di meja, lalu bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa sangat lengket. Sementara itu dikamar yang berbeda, lebih tepatnya kamar Anna. Sein dan Anna sama-sama masih terjaga dari tidur mereka. Malam ini Sein memutuskan untuk tidur dengan Anna. Sean tidak bisa menemani keduanya karena sedang fokus belajar, dan memang Sein melarang Sean untuk menemaninya. Dengan lembut, Anna terus membelai dan mengelus perut Sein, terkekeh saat calon adiknya terus menendang, merespon belaiannya dengan sangat responsif. "Mom." "Kenapa Kak?" Sein sama sekali tidak menoleh dan masih fokus menatap layar televisi yang sedang menayangkan film animasi kesukaannya. "Ini sudah malam loh, Mommy enggak ngantuk?" Sebenarnya Anna sudah mengantuk, tapi Anna tidak tega kalau harus meninggalkan Sein terjaga sendiri. Sein lantas melirik jam di dinding, menghela nafas begitu jarum pendek sudah menunjukan pukul 10, dan jarum jam panjang menunjuk pada angka 3. "Ya sudah, ayo kita tidur." Sein meraih remot, dan mematikan TV. Sein berbaring di samping kanan Anna dan Anna mulai menyelimuti tubuh keduanya sampai sebatas pinggang. "Kenapa Mom?" Anna bertanya karena Sein terus saja merubah posisi tidur, seolah merasa tidak nyaman. "Daddy, Mommy mau tidur sama Daddy," cicit Sein dengan bibir yang kini mencebik. Kesal, karena sepertinya bayi dalam perutnya ingin menghirup aroma tubuh Anton yang sudah hampir beberapa hari ini tidak ia hirup. "Mommy mau tidur sama Daddy?" tanya Anna memastikan yang langsung Sein jawab dengan anggukan kepala. "Tapi Mommy masih kesal sama Daddy." Sein akhirnya menyuarakan isi hatinya. Sein masih kesal dan marah pada Anton karena kejadian beberapa hari yang lalu. "Kan dedeknya yang minta tidur sama Daddy, bukan Mommy." Anna mencoba membujuk Sein. Baguskan kalau Sein dan Anton kembali akur, tidak lagu bertengkar. Sein mengangguk, membenarkan perkataan Anna. Iya juga ya, kan bayi dalam perutnya yang minta tidur dengan Anton, bukan dirinya. "Ya sudah deh Mommy mau pindah ke kamar Daddy aja." Sein menyibak selimut, lalu beranjak dari tempat tidur. Anna terkekeh, lalu ikut menyibak selimut, berniat mengantar Sein menemui untuk menemui Anton. "Kakak enggak usah ikut, Mommy bisa sendiri." Sein mencegah Anna yang akan ikut menuruni tempat tidur. "Yakin enggak mau di antar?" tanya Anna memastikan. "Iya Kak, Mommy bisa sendiri kok," ujar Sein sungguh-sungguh. Anna mengangguk, membiarkan Sein pergi ke kamar Anton seorang diri. Sepanjang jalan, tak henti-hentinya Sein mengajak sang buah hati berbicara. "Dedek kangen ya sama Daddy?" Sein mengelus perutnya dan di sambut dengan tendangan yang cukup kuat, membuatnya sedikit meringis kesakitan karenanya. Tanpa Sein sadari, ternyata sedari tadi Sean mengikutinya. Sean terkekeh saat mendengar Sein bertanya sendiri, dan menjawab sendiri pertanyaannya. Tadi, saat berniat pergi ke kamar Anna untuk memeriksa keadaan Sein, secara tak sengaja, Sean malah melihat Sein yang sedang berjalan entah mau kemana. Maka dari itu Sean memutuskan untuk mengikuti Sein. Tapi setelah mengikuti langkah Sein, akhirnya Sean tahu kemana arah tujuan Sein yang sebenarnya. Ke mana lagi kalau bukan ke kamar yang kini di tempati Anton. Cukup lama Sein berdiri di depan pintu kamar yang biasa ia dan Anton tempati. "Masuk atau enggak?" Sein menautkan jemarinya, merasa ragu untuk masuk ke dalam kamarnya. "Sabar dong Dek, Mommy lagi mikir nih." Sein mengusap perutnya, mencoba menenangkan buah hatinya yang terus-menerus menendang, seolah tidak sabar dan ingin segera bertemu dengan Anton. Sean jadi gemas sendiri melihat kelakuan Sein, yang masih saja menggerutu tidak jelas. Sean menghela nafas, merasa lega begitu melihat Sein akhirnya membuka pintu kamar. Secara perlahan, Sein membuka pintu kamar, melongokkan kepalanya untuk melihat situasi di dalam kamar yang sunyi sepi juga gelap gulita. Sein semakin lebar membuka pintu kamar, lalu meraba tembok untuk mencari di mana saklar lampu berada. Setelah kamar terang karena sinar lampu, Sein lantas menutup pintu dan tak lupa untuk menguncinya. Sein melangkah mendekati tempat tidur, di mana ada Anton yang sedang berbaring dengan posisi membelakanginya. Merasa ada pergerakan dari sampingnya, mau tak mau membuat mata Anton terbuka. Mata Anton membola begitu melihat Sein sedang menaiki tempat tidur. Anton lalu bergeser mendekati Sein, mendesah lega ketika sang istri tidak memberinya larangan untuk mendekat. "Buka Dad." Sein menunjuk kaos putih polos Anton dengan dagu. "Kenapa sayang?" Efek bangun tidur, membuat otak Anton sedikit lambat untuk mencerna permintaan Sein. "Buka kaosnya ih," ucap ketus Sein dengan jemari yang kini menunjuk koas Anton. Tanpa berkata lagi, Anton langsung membuka koas putih polosnya, menampilkan otot-otot perutnya yang terpahat sempurna. Sein mendekati Anton, lalu mengajak Anton untuk kembali berbaring. "Peluk Dad, dedeknya mau peluk di peluk sama Daddy." Anton terkekeh, lalu membalas pelukan Sein. Sedikit sulit, mengingat perut Sein yang sudah besar. "Kenapa hm?" Anton mengecup kening Sein, lalu membelai pipi tembamnya. "Mau pegang itu boleh?" Sein mendongak, menatap Anton dengan mata berbinar. "Pegang apa sayang?" Entah kenapa bulu kuduk Anton tiba-tiba meremang begitu melihat tatapan mata Sein yang seolah sedang menggodanya. "Pegang ini." Sein menjawab seraya meremas lembut aset berharga milik Anto. Anton tentu saja terkejut, dan tanpa sadar mendesah saat sang istri meremas burungnya. Anton meneguk kasar ludahnya saat jari-jemari Sein sudah menyusup memasuki boxernya, mulai membelai aset berharganya dengan gerakan sensual. Sepertinya Sein senang sekali menjahili dan membuatnya tersiksa semalaman suntuk. Atau Sein memang sengaja menghukumnya? Jika ia, maka sekarang Anton lebih memilih Sein mendiamkannya dari pada menyiksanya seperti ini. "Sa-sayang." Mata Anton terpejam, merasa tersiksa dengan apa yang sedang Sein lakukan. Sein hanya bergumam, dan enggan untuk berbicara. Memilih untuk memejamkan mata dengan tangan yang terus memainkan aset berharga milik Anton. Sein memang sengaja melakukannya, biarkan saja Anton merasa tersiksa semalaman suntuk, jarang-jarang ia menghukum Anton dengan cara seperti ini. Anton menghela nafas, pasrah dengan apa yang Sein lakukan pada tubuhnya. Mau menolak pun tak bisa, karena Anton yakin Sein pasti akan marah padanya. Mata Anton terpejam, mencoba kembali tertidur meskipun ia tahu akan sangat sulit melakukannya. Ia pria normal dan apa yang Sein lakukan membuat nafsu birahinya membara. Terlebih mereka berdua sudah lama tidak melakukan hubungan intim.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD