Flashback

1167 Words
BAB 8 Pintu kamar berwarna putih pun tertutup. Sang pemilik kamar masuk ke dalam lalu merebahkan tubuh kecilnya di kasur kesayangannya. ia menatap langit-langit kamar dengan pikiran dan tatapan mata yang kosong. Ara masih memikirkan ucapan laki-laki itu malam ini. Entah mengapa rasanya sakit jika mengingat momen malam ini, terutama ucapan sang mantan kekasih kelamnya dulu. "Alfaro, kenapa kita harus bertemu lagi? Aku benci kamu. jika saja aku boleh memilih, aku pasti akan memilih untuk tidak akan pernah melihatmu lagi seumur hidup bahkan bertemu denganmu bukanlah suatu keinginanku. Aku benci pertemuan kita kali ini, aku takut rasa yang sudah aku pendam di kedalaman dan tak terlihat ini akan terlihat kembali, aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku benci kamu Alfaro." gumam Ara lirih. Tanpa tertahan lagi, Ara menumpahkan air matanya di bawah bantal miliknya. Sudah lama ia tidak menangis dengan histeris lagi, terakhir kali sejak kepergiaan orang terkasihnya dulu. Hingga dirinya memutuskan untuk tidak akan menangis lagi. Ara kembali teringat akan masa lalu dengan laki-laki itu yang tidak lain adalah bosnya sekarang, Alfaro Pradipta. Flashback Lima tahun yang lalu, Ara menjalin hubungan dengan bosnya -Alfaro- yang sudah berjalan lebih dari tiga tahun. Mereka berharap semoga ke depannya akan selalu bersama hingga tua nanti namun harapan itu seketika pupus karena kepergian Alfaro yang secara tiba-tiba. “Raly?” panggil Alfaro kepada Ara. Yang di panggil pun menoleh menatap Alfaro dengan hangat. ‘Raly’ adalah nama panggilan untuk wanitanya. Sedangkan Ara akan memanggil dirinya Alfar. Sebenarnya panggilan itu ada di nama mereka masing-masing yang dijadikan satu. ALFARALY berasal dari nama Alfaro yang di ambil dari kata ‘ALFA’ sedangkan Arabella Firssly di ambil dari kata ‘RALY’. “Iya, Alfar.” Jawab Ara lalu melangkah mendekati Alfaro “Raly, aku mau ngomong sesuatu sama kamu.” kata Alfaro lagi sedikit ragu “Ngomong aja sih nggak papa, Kenapa harus tanya dulu?” Tanya Ara menatap Alfaro dengan hangat. “Kita akan berpisah Raly.” “Maksudnya?” tanya Ara meminta penjelasan. “Aku harus keluar negeri Raly, nanti kita akan berjauhan antar negara.” Jelas Alfaro pelan agar wanitanya mengerti. Alfaro sendiri sedikit merasa takut untuk menjelaskan karena nanti dirinya akan melihat wanitanya bersedih. Setelah mendengar apa yang di katakan Alfaro kini manik mata cantik milik kekasihnya sudah mulai basah. “Kenapa tiba-tiba Alfar?” tanya Ara sekuat hati untuk bisa menahan tangisnya. Alfaro mendekat dan mengusap pelan rambut panjang Ara yang tergerai, dirinya berusaha menenangkan kekasihnya yang memang terlihat tidak ingin melepas kepergiannya. “Karena aku harus belajar di sana Raly. Itu pun bukan pilihan ku melainkan permintaan Papa.” Tutur Alfaro dengan tangannya yang masih mengusap rambut panjang milik Ara. Ara menarik napas dengan berat, ia berusaha menenangkan dirinya sendiri dan berusaha mencegah agar air bening tidak keluar dari netranya. “Apakah akan lama?” tanya Ara sambil menatap mata Alfaro dengan lekat. Andai saja jika itu bukan permintaan dari Papa Alfaro maka Ara tidak akan mengizinkan Alfaro jauh darinya. ia merasa akan terjadi sesuatu jika Alfaro benar-benar pergi meninggalkannya entah firasat apa yang sedang di rasanya itu, tapi dirinya takut itu akan terjadi. “Empat tahun.” Jawab Alfaro mencoba tersenyum agar kekasihnya tidak terlalu larut dalam kesedihan. “Kenapa lama sekali sih, Alfar? Jika aku merindukanmu bagaimana?” ucap Ara penuh penuntutan, air mata yang sudah ia tahan akhirnya pecah kala mendengar jawaban Alfaro. Empat tahun bukanlah waktu yang singkat apalagi beda negara, baginya satu hari saja terasa sangat lama padahal masih di negara yang sama apalagi di negara orang lain. Apakah dirinya bisa menahan jika sewaktu-waktu dirinya merindukan Alfaro? “Raly, tenanglah. Aku yakin kamu bisa mengerti dan menerima perpisahan kita.” Kata Alfaro lalu memeluk tubuh Ara dengan erat, jika di suruh memilih dirinya pasti akan tetap melanjutkan Pendidikannya di negara yang sama tapi ini semua atas permintaan papanya mana bisa dirinya untuk menolak. Alfaro sebenarnya juga tidak ingin perpisahan ini terjadi, baginya berada jauh dengan kekasihnya akan merasa jika harinya pasti terasa begitu lama. Nanti yang akan menjaga Ara siapa? Lalu empat tahun kedepan ia sendiri harus bagaimana? Hatinya begitu sakit melihat kekasihnya yang semakin erat memeluknya, ia merasa kemejanya basah karena air mata sang kekasih. melihat Ara yang terisak membuat hatinya pedih dan sakit, namun dirinya harus tetap kuat dan tegar agar kekasihnya tidak tau jika dia pun merasakan sakit yang sama. “Tenanglah, Raly Sayang. Aku akan selalu ada untuk kamu. Aku akan selalu menghubungi kamu dan aku juga janji akan kembali lagi kepadamu suatu saat nanti, bagaimana?” Tanya Alfaro meyakinkan. Ara melepas pelukannya dan menatap Alfaro lekat seolah-olah melihat keseriusan Alfaro dari kedua matanya. Alfaro melihat mata Ara yang sudah basah dan sembab bahkan memerah, hatinya merasa sangat sakit. Ia tidak menyukai jika Aranya harus menangis seperti ini, menurutnya satu tetes air mata yang keluar dari mata indah Ara itu sama seperti tusukan pedang di hatinya. “Apakah kamu berani untuk berjanji?” itu yang terucap dalam bibir Ara dengan gentir. Meskipun berat mengucapkannya ia bertekad untuk bertanya. Ara mengangkat jari kelikingnya di depan Alfaro agar ia berjanji kepadanya. “Aku janji.” Kata Alfaro lalu meraih keliking kecil milik Ara dan akhirnya Ara kembali berlabuh kedalam pelukannya. “Tapi kamu juga harus berjanji, kelak kamu akan selalu menungguku sampai aku datang, bagaimana?” tanya Alfaro. Biar bagaimanapun juga Alfaro menginginkan jika dirinya kembali Ara akan selalu menunggunya. “Aku janji, Aku akan selalu menunggumu di sini sampai kapan pun.” Kata Ara, Alfaro yang senang dengan janji Ara semakin kuat memeluk wanitanya. “Alfar, apa kamu tau kepergianmu nanti akan membawa warna kebahagiaan yang kumiliki saat ini. Maka dari itu cepatlah kembali dan jangan pergi lagi, " kata Ara lagi “Iya, Aku janji.” Jawab Alfaro lalu mencium kening Ara dengan tulus dan berlanjut di kedua mata, hidung dan yang terakhir mencium singkat bibir Ara yang manis. Setelah itu memeluknya kembali. untuk pertama kalinya Ara mendapatkan ciuman singkat dari Alfaro. Entah kenapa terasa berat sekali meninggalkan apalagi tanpa dirinya nanti, tanpa pengawasannya sekaligus tidak bisa melewati hari-hari yang indah dan menyenangkan Bersama Ara. ‘Raly maafkan aku, aku harus menutup diriku. Aku akan meninggalkanmu tanpa adanya sebuah kabar lagi aku mohon semoga kamu mau menungguku lagi. Aku berjanji tidak akan menghilangkan warna dalam kehidupanmu, bahagiamu adalah tujuan utama hidupku.’kata Alfaro dalam hati dengan sendu. Semenjak perpisahannya dengan Alfaro malam itu, kini sudah satu tahun kepergian Alfaro di luar negeri. Ara benar-benar sendiri tanpa kehadiran Alfaro lagi. Hari-harinya terasa hambar tanpa warna, jika saja masih ada Alfaro di sampingnya mungkin saja warna Pelangi akan hadir kembali namun sayangnya kini hanya ada warna hitam dan abu-abu. Kepergiannya benar-benar membawa semua warna kehidupan Ara. Setiap malam Ara selalu menangisi kekasihnya yang sedang jauh dari pandangan matanya. Sebelum tidur ia selalu melihat bingkai foto yang berisikan dirinya dan Alfaro, terkadang ia akan mengajak bicara seolah sedang berbicara dengan Alfaro. ‘Kamu kemana Alfar? Kenapa sampai sekarang tidak menghubungiku lagi? Apa kamu sudah melupakanku? Melupakan Janjimu?’ tanya Ara dalam hatinya sambil sesekali mengusap pigora kecil yang berisi fotonya dengan Alfaro.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD