BAB 4
“Hehe, sabar yaaa!! Ini berkas yang harus kamu pelajari untuk satu hari ini. Kalau belum selesai pasti hari ini kamu akan lembur nona.” Sahut karyawan laki-laki yang melihat Ara mengeluh sambil memegang kepalanya.
Ara menoleh melihat laki-laki itu yang tersenyum padanya, namun Ara hanya menatap datar laki-laki itu. Cukup tampan dan menarik tapi dia bukan termasuk kriteria Ara.
“Arka.” Kata lelaki itu mengenalkan diri sambil mengulurkan tangan kanannya, Ara pun menerima uluran tangan tersebut dan memperkenalkan dirinya kepada Arka.
“Arabella.” Kata Ara dengan sambil tersenyum manis pada rekan kerja barunya.
“kalau begitu saya pergi dulu nona Arabella, silakan di lanjut pekerjaan yang setinggi gunung ya.” Ujar Arka terkekeh lalu pergi meninggalkan Ara.
Ara masih memelas di depan meja kerjanya namun bukan Ara namanya jika ia akan menyerah begitu saja. Dengan satu tarikan nafas panjang Ara kembali membuka satu persatu lembar dokumen dari berkas yang ada di mejanya dan mulai fokus mempelajari semuanya.
Istirahat pun tiba, Ara sudah sangat lelah namun pekerjaannya masih belum bisa diselesaikan. Sebenarnya ia juga sudah sangat kelaparan karena pagi tadi ia belum sempat sarapan, meski begitu ia mengurungkan niat untuk makan siang dan tetap melanjutkan pekerjaannya. Biar bagaimanapun juga ini adalah pekerjaan pertamanya di perusahaan Prakarsa Pradipta.
Tiba-tiba dirinya teringat akan ucapan Arka tentang lembur. Apa mungkin baru pertama bekerja dirinya akan mendapatkan pekerjaan sebanyak ini? Masa iya dirinya harus lembur di pertama kali bekerja? Apakah Alfaro memang sengaja menyiksa dirinya karena masa lalu dengannya dulu? Namun itu mustahil, apakah sebegitu bencinya dia sehingga menyiksa Ara dengan dalil adalah pekerjaan?
Banyak pertanyaan yang keluar dari benak Ara tentang itu semua, sampai dirinya merasa kesal sendiri ketika melihat Alfaro yang terlihat santai di ruang kerja miliknya. Meski ada penutup pintu tapi lapisan kaca masih bisa terlihat dari luar.
“ckck sabar mbak, permulaan dulu. Oh ya masih ingat sama saya kan?Arka, nama panjangnya Arkaaaaaaaaa.” Kata Arka dengan suara keras di iringi tawa renyahnya. Membuat Ara yang tadinya kesal kini tertawa renyah.
Ara hanya mengangguk dan mengikuti tawa Arka yang begitu renyah, sepertinya Arka memang orang aneh dan untung saja masih ada sifat humoris dalam diri Arka yang nantinya tidak akan membuat orang lain membencinya.
Arka melihat tawa Ara membuat dirinya tidak sengaja melontarkan sebuah pujian untuk Ara.
“Nama yang cantik, secantik orangnya. Wkwkwk.” Tutur Arka lagi sambil menatap Ara yang tertawa.
“Makasih.” Kata Ara, lalu menghentikan tawanya.
“Baik mbak, kalau begitu saya pergi dulu yaa? Selamat bekerja, mbak Ara pasti bisa.” Kata Arka lagi memberi semangat, sambil mengangkat tangan kanannya lalu berjalan pergi meninggalkan Ara.
Ara terdiam melihat kelakuan aneh dan kelucuan Arka. Ia mengalihkan pandangannya menatap berkas yang ada di atas mejanya. Meja kecil namun banyak berkas yang membuat meja itu tidak memiliki ruang lagi.
Sungguh sangat menyebalkan memandang meja kerjanya sendiri, ingin rasanya ia menghilang agar tidak meneruskan pekerjaannya. Jika seandainya saja ada magic dia ingin dengan cepat menyelesaikannya tanpa memakan waktu begitu lama.
Sejujurnya Ara masih ingin keluar dari kantor hanya karena memiliki bos seperti Alfaro, namun di hati kecilnya juga sangat menyanyangkannya. Karena tidak semua bisa masuk di perusahaan sebesar dan terkenal seperti Prakarsa Pradipta.
Namun Ara mengurungkan niat, ia teringat dengan Ayah dan Ibunya yang senang melihatnya bekerja di perusahaan tapi kenapa harus Alfaro yang menjadi bosnya? Hal itu yang sulit di terima oleh dirinya.
Di sisi ruangan lain, ada sorot mata yang sedari tadi melihat Ara sedang menggerutu sendiri karena berkas yang berada di depannya. Alfaro tersenyum melihat tingkah Ara yang masih saja lucu dari dulu, entah yang di lihat mengerti atau tidak bagi Alfaro melihat dalam diam cukup membuat hatinya damai.
Alfaro melihat jam tangan, ternyata waktu sudah menunjukkan jam makan siang yang sudah terlewat. Namun ia tidak melihat ada pergerakan dari wanita itu, bahkan wanita itu masih melihat berkas-berkas yang di kirimnya pagi tadi.
Sebenarnya ia tidak tidak tega melihat wanita itu bekerja keras hingga harus melupakan makan, padahal dulu Ara tidak akan suka jika dirinya telat makan. Akhirnya ia menelpon asisten pribadinya.
“Ren, tolong beli makanan untuk satu perusahaan di restoran yang paling enak setelah itu bagikan semuanya kepada karyawan. cepat beli dan harus datang secepatnya.” Titah Alfaro tegas lalu menutup telepon sepihak.
“Baik pak.” Jawab Rendi dari meja kerjanya yang ternyata panggilannya sudah terputus. Ia menghela nafas berat namun segera bangkit dari duduknya.
Rendi memesan makanan untuk semua karyawan yang ada di perusahaan. Terlihat cukup aneh bagi Rendi jika tiba-tiba bos menyuruhnya memborong makanan di restoran terenak dan harus datang dengan cepat. Ada pertanyaan dalam benak Rendi tapi dirinya tidak memiliki keberanian untuk menanyakannya.
Setelah beberapa menit, akhirnya makanan yang sudah di pesan Rendi telah sampai. Makanan pun langsung di bagikan kepada seluruh karyawan perusahaan dan dapat di pastikan ada beberapa karyawan yang sudah makan siang, meski begitu Rendi tetap memberikannya entah nanti di makan lagi atau akan di bawa pulang.
“kenapa baru dibagi sekarang sih makanannya, kalau tau gini aku tadi nggak makan duluan deh.” Ujar karyawan perempuan pelan
“iya ya, kan sedikit hemat uang juga. Jarang-jarang loh bos memberi makanan gratis.” Sahut temannya pelan.
“walaupun tidak pernah di beri makanan gratis tapi gaji dari bos sudah lebih dari cukup untuk makan kita. Daripada ngomongin bos mending langsung kerja aja sekalian makanannya bisa di bawa pulang.” Sahut Arka yang mendengar dua perempuan bicara dengan bisik-bisik di depannya.
“Iya ya, katanya ini makanan dari restoran mahal udah pasti enak ini.” Kata karyawan perempuan lagi. Temannya hanya mengangguk lalu pergi meninggalkan Arka.
Ara yang melihat ada keramaian pun tidak terlalu ingin mencari tau apa yang terjadi. Pikirannya masih terfokuskan untuk menyelesaikan berkas-berkas setumpuk di atas mejanya. Karena terlalu fokus dirinya tidak tau jika ada yang mengetuk mejanya.
Tok...tok...
“Hm..” terdengar suara deheman kecil dari orang yang mengetuk meja Ara, namun sayangnya Ara tidak meresponnya.
Tok...
“Hmmm..” ucapnya lagi dengan suara yang sedikit naik, dan lagi-lagi tidak mendapat respon dari Ara.
“Arabella Frislly Baskara.” Ujar Alfaro tegas
Ara sebenarnya tau jika yang mengetuk mejanya berulang kali adalah Alfaro. Namun ia malas untuk berbicara padanya bahkan melihat pun tidak ingin.
“Apa kamu tidak mendengar suara saya Ara?” kata Alfaro lagi.
Ara menoleh ke arah Alfaro dan menatapnya tajam. Yang di tatap merasa takut dan menelan ludahnya dengan berat, dari dulu tatapan mata perempuan cantik yang tidak bukan tidak lain adalah mantannya itu memang sangat menakutkan.