Maafkan Aku Raly

1053 Words
BAB 6 “Baru juga pertama kerja sok-sok an lembur!” pungkas Alfaro tampak ringan mengucapkannya. Ara menyipitkan mata menatap tajam Alfaro yang sedang menyepelekannya begitu saja bahkan di depannya langsung, dia bilang ‘sok-sok an’ apa dia kira kerja itu pura-pura? Batin Ara namun dirinya memilih untuk tidak merespon apa yang Alfaro katakan. 'Ternyata mengerjaimu lebih seru, Maafkan aku Raly.’batin Alfaro tersenyum smirk khas miliknya. Saat di dalam Lift yang tercipta hanyalah keheningan antara Ara dan Alfaro, mereka sama-sama diam dengan pikiran mereka masing-masing. Pintu lift terbuka, Ara berjalan mendahului Alfaro yang masih di belakangnya. Ia melihat pintu luar yang hujannya bertambah deras, dinginnya malam pun menembus tulang-tulang dalam tubuhnya. Ara mencoba menghangatkan tubuhnya dengan memeluk kedua tangannya. Alfaro yang sudah tepat berada di belakang Ara menatapnya dengan pasrah, ia menarik napas berat karena melihat sifat keras kepala yang di miliki Ara masih tetap sama. “Kamu pulang tidak?” tanya Alfaro memutar badannya menatap Ara dengan menunduk, karena tinggi Ara hanya sebahunya. “Pulanglah.” Jawab Ara ketus lalu memalingkan wajahnya. “Sama siapa?” tanya Alfaro lagi “Naik ojek kalau tidak ada taksi.” Jawab Ara lagi dingin “Kalau begitu kita pulang Bersama saja.” Pungkas Alfaro dengan nada tegas. Ara juga tau jika nada bicara Alfaro ini bukanlah suatu ajakan namun seperti perintah untuknya. “Tidak.” Jawab Ara ketus Alfaro menarik napas berat mendengar setiap jawaban yang keluar dari mulut Ara sehingga membuat emosinya naik. “Mau jalan sendiri atau kamu saya seret?” ancam Alfaro sambil menatap intens mata Ara yang sudah melotot ke arahnya. Ara menatap balik tajam ke mata Alfaro dan berkata dalam hatinya, ‘Siapa kamu mau nyeret saya? Emang bos nggak ada akhlak.’ Tanpa menunggu jawaban Ara lagi, Alfaro dengan cepat menarik tangan Ara dengan kasar dan menyetarakan posisinya agar bisa berbagi payung kepada gadis mungil itu. Ara terkejut dan langsung berusaha memberontak untuk dilepaskan, namun sayang karena tenaga Alfaro yang sudah memegang bahu kirinya dengan kuat agar tidak bisa lepas dari sisinya. “Pak lepasin dong, saya nggak mau pulang sama bapak.” Kata Ara yang masih berusaha melepaskan diri dari kungkungan Alfaro. Alfaro melihat Ara yang berusaha melepaskan diri darinya pun tersenyum sinis, dan ia justru mengeratkan tangannya agar wanita kecil mungil itu tidak bisa lepas darinya. “Jika kamu seperti ini terus kamu akan kehujanan Ara, patuh sedikit kenapa?” pinta Alfaro sedikit lembut. “Saya nggak mau pulang sama bapak.” Rengek Ara sambil menatap Alfaro tajam dan masih berusaha melepaskan diri dari Alfaro, tapi usahanya sama saja karena berakhir gagal. “Saya ini bos kamu Arabella, jika sampai nanti ada berita tentang bos yang tidak bisa menjaga karyawannya maka citra perusahaan akan jelek karena kamu. Apa kamu ingin menjadi bahan berita?” tanya Alfaro lagi. Ara yang mendengar perkataan Alfaro pun seketika diam dan memilih untuk mengalah. Ia akhirnya pasrah jika harus berada di dekat bos liciknya itu tanpa ada batas, bahkan kulit mereka sudah sama-sama saling bersentuhan. Alfaro tersenyum sinis merasa jika dirinya sudah menang dari Ara, dan alasan yang ia buat ternyata bisa meluluhkan wanita keras kepala di sampingnya. Akhirnya Alfaro dan Ara berjalan berdampingan dengan tangan Alfaro yang masih memegang bahu Ara. Ia berusaha agar Ara tidak terkena satu tetes air hujan dari payungnya meskipun dirinya yang akan sedikit basah nantinya. Alfaro membuka pintu mobil, ia dan Ara duduk di kursi belakang, di depan sudah ada supir pribadi Alfaro. Ara menjauhkan diri dengan Alfaro agar jarak di antara mereka tidak terlalu dekat, hingga tubuhnya menghimpit pintu mobil. Meski jarak yang ia buat masih bisa di jangkau tapi mau bagaimana lagi? Setidaknya ia sudah tidak terlalu dekat dengan Alfaro. Suasana dingin dengan rintikan air hujan semakin membuat suasana mobil saat itu sangat hening, Ara melihat pemandangan dari luar kaca mobil sedangkan Alfaro masih sibuk melihat ponsel dan beberapa telepon masuk dari kliennya sedangkan supir pribadinya masih fokus menyetir. “Pak, sudah sampai di rumah nona Ara!” kata supir pribadinya. Alfaro yang semula masih sibuk dengan ponselnya kini langsung menutupnya. Ia menoleh melihat gadis mungil di sampingnya yang sudah tertidur pulas. Terlihat cantik sekali wajah polosnya namun, jika terbangun pasti akan memasang wajah yang bertekuk tanpa senyum. ‘Kenapa ketika kalau kamu bangun pasti akan memusuhi ku Ara? Apakah kebencianmu sudah terlalu mendalam?’ kata Alfaro dalam hatinya sambil menatap lekat Ara yang tertidur. Ara mulai terbangun dari tidurnya, ia merasa jika mobilnya sudah berhenti. saat membuka mata yang di lihat pertama Ara adalah Alfaro yang sedang menatapnya dengan lekat namun Alfaro masih dengan pikirannya sendiri. “Maafkan aku Raly...!” ucap Alfaro lirih Ara yang sudah bangun terkejut mendengar ucapan Alfaro yang tepat di depannya. Detak jantung yang semula normal kini berjalan lebih cepat dari sebelumnya. Ara kembali merasakan sakit hati ketika melihat Alfaro meminta maaf secara langsung di depannya. Biar bagaimanapun juga ia tidak ingin melihat Alfaro terus menatapnya dengan raut wajah kesedihan yang terpancar dengan jelas. “Pak Alfaro?” panggil Ara sambil melambaikan tangan di depan wajah Alfaro. ia berusaha sekuat tenaga menahan air matanya agar tidak terjatuh dari kelopak mata cantiknya. “Pak, bapak lihat apa?” panggil Ara lagi “Ii-iya ada apa?” jawab Alfaro sedikit gugup dan terbata-bata, ia melihat Ara sekilas namun kembali menatap lurus jalanan di depan mobilnya. Ara yang mendengar pun mengeryitkan mata dan menatap penuh tanya padanya. Alfaro yang menyadari pun langsung berbicara, “Oh iya, kita sudah sampai di depan rumah kamu.” kata Alfaro sedikit gugup tapi ia berusaha menutupi apa yang sedang di rasakannya. Ara melihat di sekeliling, ternyata benar mereka sudah berada tepat di depan halaman rumahhya. “Saya turun Pak. Terima kasih.” Kata Ara ketus dan dingin. Sebenci apapun ia kepada bosnya, dirinya tidak akan melupakan dua prinsip yang sudah tertanam dalam dirinya. di antaranya adalah jangan lupa meminta maaf dan berterima kasih. Hal sekecil apapun itu jika di tambah dengan dua kalimat tersebut akan lebih sopan meski itu berat bagi orang yang tidak terbiasa menggunakannya. Ara keluar dari mobil Alfaro dan berjalan dengan cepat, meskipun ia sudah merasa sangat lelah tapi ia tidak ingin berlama-lama berada di dekat Alfaro dengan tatapan mata sendu miliknya. Dengan Langkah cepat Ara masuk ke dalam rumahnya, ia melihat Alfaro masih berdiam menatapnya pun menjadi semakin geram. Kenapa Alfaro tidak segera pulang? Itu yang ada di dalam pikiran Ara. Brakk…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD