Mampir Ke Toko Kue

1012 Words
Mampir Ke Toko Kue Nyali mereka langsung ciut. Rasanya tidak mungkin. Teksturnya sangat mirip. Liangyi mengambil kotak di sampingnya lalu melemparkan jahe itu ke hadapan mereka. "Dan, jahe merah yang berserakan di tanah itu adalah milik wilayah Lin. Kualitas rendah, aroma yang samar dan rasanya juga aneh." Liangyi menyipitkan mata. "Tidak mungkin! Milik kami yang terbaik." "Kami tidak akan membiarkan jahe merah wilayah Lin masuk ke sini. Tampaknya kau masih terlalu polos untuk mengenali jenis-jenis jahe di planet ini. Pulang dan belajarlah lebih keras lagi!" ledek Liangyi. Semua warga tertawa mendengarnya. Mendukung ucapan Liangyi. Merasa tidak senang dengan guyonan Liangyi, mereka pun berusaha menyerang. Jahe yang dipegang Kanebo langsung melayang ke udara karena dicampakkan begitu saja, sehingga terjadi pertarungan sengit antara keempat pria itu dan Kanebo. Liangyi memperhatikannya saja sambil bermain yoyo. Buk. Bak. Buk. Kanebo tak memberi ampun mereka. Habis dihajarnya sampai mengalami patah tulang hanya dengan dua kali gerakan. Paha dan tangan mereka langsung tak berfungsi. Liangyi tak perlu mengeluarkan tenaga untuk bertarung. Nyatanya mereka hanya serpihan rengginang yang berusaha sok kuat. "Hentikan!" kata Liangyi. Kanebo menarik diri dan segera merapikan pakaiannya yang sempat berantakan. Liangyi meminta beberapa pengawalnya mengantarkan mereka kembali ke wilayah Lin dan memberi peringatan agar tidak lagi mencari keributan di kerajaan Kangxi. Si pemilik toko mengucapkan terima kasih pada Liangyi karena telah membantunya menangani peristiwa tadi. "Kalian harus yakin dan berani untuk menghadapi orang licik seperti itu!" ujarnya memberikan nasehat pada semua orang. "Jika terjadi hal yang buruk, susah ditangani - kalian bisa datang ke kantor keamanan yang ada di setiap distrik." "Baik, Pangeran," jawab mereka menunduk. Liangyi mengibas pakaiannya lalu berbalik arah dan berjalan ke arah mobil. Kanebo menyusul pangeran, mengecek earphone di telinga untuk mendengar komunikasi antar pengawal di belakang maupun di tempat lain. "Aman semuanya?" tanya Kanebo. "Ya, Tuan!" "Baiklah, kami kembali ke kerajaan." Liangyi naik ke mobil lalu duduk dengan tenang, pandangannya menghadap ke depan. Kanebo segera menyusul, duduk di kursi sampingnya, segera mengambilkan minuman untuk Liangyi dari box lalu memberikannya. "Pangeran, minumlah." "Terimakasih." Liangyi meneguknya sampai setengah. "Maaf membuatmu repot, Pangeran." Liangyi tersenyum. "Kejadian ini harusnya tidak mengganggu waktu istirahatku," sahutnya kemudian memejamkan mata. "Maaf, Pangeran. Mereka sangat keras kepala. Beberapa pengawal sudah menasehati mereka untuk pergi, tapi mereka tidak mau," jelas Kanebo dan kaget melihat Liangyi sudah terlelap. Kanebo tersenyum, tidak ingin mengganggu dirinya tidur. Liangyi adalah salah satu pangeran yang suka tidur dan bisa dengan mudah melayang ke dunia maya. * Dalam perjalanan kembali ke kerajaan, Liangyi yang masih menutup mata, meminta supir menghentikan MT. Liangyi mengayun lemah kelopak matanya lalu menoleh ke arah kiri. Ia menatap sebuah toko kue yang ada di sana. Kanebo memperhatikan ke arah yang sama. “Ada apa, Pangeran? Kenapa kita berhenti di sini?” tanyanya. “Aku akan turun.” “Jika pangeran mau beli kue, biar aku saja yang membelikan pesanan Pangeran.” “Kau tunggu saja di sini, biar aku yang masuk.” Kanebo mengernyitkan dahi karena tidak paham dengan maksud kedatangan Liangyi ke sini. Kanebo membukakan pintu lalu Liangyi berjalan menuju toko. Melarang mereka semua ikut dengannya. Tidak ada pelayan yang membukakan pintu karena ini adalah toko kue kecil. Liangyi membukanya sendiri lalu terdengar sapaan dari dalam. “Selamat datang ke toko kami,” ucap seorang wanita yang sibuk mengangkat loyang oven dari belakang dan menaruhnya ke meja. Tangannya berlapiskan sarung kemudian dibukanya dan menatap ke arah pengunjung yang baru saja datang. Liangyi tersenyum memandangnya kemudian berjalan mendekati meja showcase. “Mau beli apa, Tuan? Eh, kau-“ Wanita itu tercengang menatap Liangyi yang berdiri di depannya. Pria berkulit terang, bermata tajam dengan iris cokelat tua, hidung mancung bibir merah itu tersenyum manis padanya. “Apa kabar?” tanya Liangyi. Wanita itu tersenyum malu kemudian menguasai diri agar tidak mati kutu di depannya. “Baik.” Ia mengangguk. “Aku tidak menyangka kalau kau bisa menemukanku di sini,” lanjut wanita itu. “Tidak begitu sulit menemukanmu,” sahutnya. “Waw!” Wanita itu menyelipkan rambut yang terurai sebelah kanan, menunduk dengan senyuman tipis. “Bagaimana kakimu? Apa sudah baikan?” tanya Liangyi. “Oh-“ ia langsung melihat ke bawah. Kaki berbalut perban itu pun masih terlihat bengkak. “Sedikit membengkak, tapi aku sudah minum obat dan melakukan terapi dengan Master.” “Baguslah.” Liangyi menghela napas. Matanya terus menatap wanita itu. “Kau, ke sini hanya ingin menanyakan kabarku atau kau mau beli kue di toko ini?” tanyanya. “Dua-duanya. Aku ingin tau kabarmu dan aku ingin membeli semua kue di tokomu.” Wanita itu menganga. “Jangan becanda ah, untuk apa kau borong semua kue di sini? Apa di rumahmu ada acara?” Liangyi tertawa kecil. “Bisa jadi.” “Serius nih?” ia tidak percaya padanya. Liangyi mengangguk dan sabar menunggu sampai semua pesanannya dikemasnya. “Jadi, siapa namamu? Kita bahkan belum berkenalan,” tanya Liangyi sambil bersandar di dinding dan bermain yoyo. “Namaku Yuan Jia Li.” “Jia Li, artinya seindah wajahmu.” Wanita itu menggeleng dengan tawa geli. “Kau jangan merayuku.” “Aku tidak merayu. Bukankah itu memang arti dari namamu?” “Mmh, benar juga.” “Berarti aku tidak salah kan?” Jia Li tersipu malu. “Makasih sudah memujiku.” “Makasih kembali karena sudah mau berteman denganku.” “Eh?” Jia Li tertegun. “Aku tidak mengatakan bahwa aku setuju menjadi temanmu,” lanjutnya menyombongkan diri. “Oya? Jadi kau menolak tawaran menjadi temanmu?” Jia Li tersenyum, berpura-pura cuek. “Ya, aku akan memikirkannya.” Wanita itu memberikan pesanannya yang berjumlah 50 kotak. Liangyi memberikan satu pouch koin emas padanya. “Kebanyakan, semua ini hanya 3 koin emas dan 2 perak aja.” “Sisanya untukmu. Bisa kau gunakan untuk pengobatan kaki dan memperbesar toko ini.” Liangyi pamit dengan senyuman manis untuk wanita tersebut. Jia Li membalas senyumannya, pipinya merona merah karena Liangyi secara terang-terangan menyukainya. Liangyi meminta pengawalnya untuk mengangkat semua pesanan dan membawanya ke kerajaan. Jia Li bingung melihat tiga pria yang mengangkat semua plastik dari tokonya. Siapa pria itu sebenarnya? tanya Jia Li dalam hati untuk Liangyi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD