Dia Imamku

586 Words
Jam sudah menunjuk ke arah 11, tetapi Mas Satya belum juga masuk kamar. Pasti dia sedang menonton acara bola. Ingin rasanya aku melarang. Namun, aku tidak bisa melakukannya. Acara bola di televisi adalah satu-satunya hiburan untuknya. Mataku tidak bisa terpejam. Aku terbiasa tidur dalam pelukannya. Tak bisa dibayangkan, bagaimana jika suatu saat aku harus kehilangannya. Rasanya, lebih baik aku mati saja. Kuputuskan untuk turun dari ranjang, menghampiranya yang sedang serius manatap layar 17 inci di depannya. Tanpa mengeluarkan suara, aku rebah di depannya yang sedang tiduran dengan posisi miring. Kudekap tubuhnya, dan kuciumi lehernya. Aku tahu, dia merasa terganggu. Namun, dia tidak protes. Justru membalas mendekapku. Mas Satya-ku, bagaimana perasaan cinta ini tidak semakin besar kalau kepekaannya di atas rata-rata, menurutku. “Belum tidur?” Aku menggeleng sambil terus mengendus lehernya. “Bagaimana aku bisa tidur tanpa kamu, Mas?” “Maaf, ya ... aku malah sibuk nonton tivi sendiri.” “Nggak apa-apa, lagi. Kalau bukan dengan menonton bola di tivi, dari mana kamu dapet hiburan.” “Makasih, ya, Sayang ... atas pengertian kamu.” “Makasih juga udah ngijinin aku buat ganggu Mas.” Aku cekikikan. Tentu saja ... aku tahu, setelah ini dia tidak akan konsen menonton bola. Justru akan konsen bermain bola sendiri. Melakukan pemanasan untuk bisa membobol gawang yang kupunya. Terbukti, satu setengah jam kemudian, akhirnya kami hanya bisa terkapar di karpet di depan televisi dengan keringat yang memenuhi tubuh. *** Sebelum azan subuh berkumandang, Mas Satya membangunku. Ya, kami harus mandi wajib karena aktivitas yang kami lakukan semalam. Mandi wajib yang selalu kami lakukan hampir setiap hari. Tentu saja karena setiap hari, kecuali saat Mas Satya sangat lelah atau saat aku mendapat tamu bulanan, kami melakukan aktivitas yang mampu membakar kalori itu. Tidak pandang waktu. Asalkan, saat masuk waktu sholat, kami sudah kembali suci dan bisa melaksanakan kewajiban kami sebagai seorang muslim kembali. Selesai mandi yang tentu saja dibarengi dengan keintiman kami di kamar mandi, kami sholat subuh berjamaah. Momen yang selalu menggetarkan hatiku. Tentu saja, karena saat aku menjadi makmumnya, berada di belakangnya, saat itulah aku memberikan kepercayaan penuh padanya bahwa kami akan menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warrahmah. Usai sholat, aku mencium tangannya. Lalu dia mencium keningku. Tuhan ... berkahilah selalu keluarga kecil kami, juga segerakanlah Engkau berikan kami buah hati. Kami sangat merindukannya. Aamiin. *** Keluar dari kamar, aku menyiapkan sarapan. Sangat sederhana, hanya nasi putih, telur ceplok dan kecap. Tapi, kami merasa sudah sangat nikmat. Seperti biasa, segelas besar teh hangat dan sepiring nasi yang aku siapkan. Begitulah kami, saat di rumah, kami selalu melakukan apa saja yang bisa membuat hubungan semakin harmonis. Oh, ya ... kebetulan Mas Satya tidak suka kopi, jadi hanya teh dan air putih yang kami konsumsi bersama setiap harinya. Selesai sarapan, Mas Satya bersiap berangkat ke rumah Pak Pras, suami tercintaku ini memang bekerja di kantor beliau. Juga merangkap sebagai sopir. Sopir yang hanya bertugas menjemput dan mengantar Pak Pras pulang. Lumayan ... bisa untuk tambah-tambah. Maklum saja, biaya hidup kini semakin mahal. Sedangkan Mas Satya tidak memberiku izin untuk bekerja. Sehari-hari aku hanya di rumah. Iya, aku tidak suka berkerumun dengan warga sekitar tempatku tinggal. Rasanya sia-sia kalau aku gunakan waktu hanya untuk bergosip. Aku juga tidak begitu dekat dengan teman-teman sekolahku dulu. Zaman sekolah, aku memang tidak akrab dengan mereka. Aku sekolah di sekolah elit karena beasiswa. Rasa minder membuatku menjaga jarak. Hanya sesekali saja jika jenuh aku datang ke panti. Tentu saja setelah mendapat izin dari Mas Satya. Terkadang, setelah aku meminta izin, Mas Satya justru memintaku menunggunya pulang dari kantor. Dan kami akan mengunjungi panti bersama. *** Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD