Bab 2 Andai kamu mengerti

1026 Words
Ketiganya berjalan menuju ke meja makan, Andra terlebih dahulu tiba disana karena memang ia jalan duluan, disusul papa dan mamanya yang mengekor di belakangnya. Ketiganya menikmati makan malam dengan tenang, hening tanpa suara, hanya ada suara sesekali dentingan sendok yang menyentuh piring milik Andra, memang ia sengaja demikian untuk mencairkan suasana yang menurutnya sunyi dan mencekam. Sejak kejadian beberapa tahun yang lalu, sikap dan sifat Andra berubah drastis, ia menjadi pendiam dan dingin pada semua orang, terlebih lagi kedua orang tuanya, ia bisa berbicara sedikit normal saat hanya dengan Clarisa, adik dari Rafandra. Apa lagi di kantornya, Andra sangat dingin dan terkesan kejam. Bahkan andai saja saat itu Clarisa tidak menangis dan melarangnya pergi meninggalkan rumah, mungkin saat itu Andra tidak tinggal di rumah kedua orang tuanya. Sampai sampai...lelaki itu tidak ingin hidup di bawah bayang bayang keluarganya, Andra memilih untuk hidup mandiri dan mendirikan perusahaan sendiri, meski belum benar benar melejit seperti perusahaan papanya, namun perusahaan Andra yang bergerak di bidan tekhnologi dan informasi itu sudah mulai di kenal beberapa Negara asing, sudah merambah ke luar Negeri. "Ndra...besok malam adalah pesta pembukaan perusahaan anak cabang barumu bukan? jika mama dan papa telat...tidak apa apa kan Ndra?" ucap mama dengan hati hatinya, ia khawatir puteranya akan tersinggung, dan mengira kedua orang tuanya memang sengaja akan terlambat atau tidak akan datang. "Terserah mama dan papa saja." Ucap datar Andra sembari menyuap sendok yang di isi makanan kedalam mulutnya, ia seakan tidak peduli apakah papa dan mamanya akan datang atau tidak, namun jelas di lubuk hatinya yang terdalam ia menginginkan semua keluarganya ikut merayakan serta, dan ia makin bersedih saat Clarisa, adiknya itu baru pulang lusa karena memang musim liburan di tempat kuliahnya yang di luar Negeri baru lusa mulainya. Hingga makan malam itu pun berakhir, dan Andra memilih untuk langsung beranjak berdiri dari tempatnya, namun saat papanya mengetahui hal itu, ia mencegah puteranya pergi dari sana. "Ndra...papa dan mama mau berbicara sebentar, bisakah kamu mendengarkan kami sebentar?" ucap papa Andra pada sang putera, dan saat itu Andra hanya terdiam dan kembali duduk di tempat duduknya semula, tanpa sepatah katapun ia hanya diam disana. "Papa saja yang bilang..." ucap mama pada suaminya saat sang suami menyikut nyikut ringan lengan tangan mama Andra. "Sebenarnya papa dan mama mau bilang apa? jika tidak ada yang akan bicara, lebih baik Andra masuk kedalam kamar saja." Ucap Andra dengan ringan dan tanpa ekspresi sama sekali. "Tunggu Ndra! papa dan mama mau bicara, besok...kita bukannya ingin telat atu sengaja telat untu datang ke acara pesta peresmian perusahaan anak cabang milikmu, tapi...kami memiliki seorang tamu yang harus kami sambut karena papanya sangat berjasa dalam kehidupan papa, hingga membuat papa hidup sampai saat ini, papa harap kamu tidak bersedih ataupun kecewa pada kami." Ucap papa yang membuat Andra seketika menatap ke arah papanya dengan tatapan tajam yang terkesan menghujam. "Pah...sepertinya perasaan sedih Andra dan perasaan kecewa Andra sudah mati sejak kalian dengan sengaja membuat hidupku tidak berarti lagi." Ucap Andra dengan kasarnya, dan ia langsung beranjak berdiri dari duduknya dan bergegas pergi dari sana meninggalkan kedua orang tuanya yang masih ingin berkata kata, namun sepertinya akan sia sia. Sang istri hanya bisa mengelus lengan tangan suaminya agar mereda amarahnya, amarah yang sudah ingin papa Andra luapkan karena tingkah sang putera yang makin hari makin kelewatan menurutnya. "Sabar pah...sabar...kita cari waktu yang tepat untuk menceritakam semua kejadian lalu yang membuat Andra menjadi seperti saat ini sekarang, ia melewati hari harinya dengan luka tidaklah mudah pah...kita harus mengerti ya pah...sabar..." Ucap mama Andra yang masih berusaha menenangkan suaminya. "Apa kita berbuat salah mah? apa kita yang mencelakai wanita tidak tahu malu itu? bisakah kesalah pahaman ini kita luruskan? aku tidak ingin terus terusan menjadi musuh anak kita sendiri mah..." ucap papa Andra pada istrinya, dan mama Andra hanya mengangguk sembari tangannya terus mengelus agar kegundahan yang suaminya rasakan sedikit mereda. "Pasti pah...semua itu pasti akan ada waktunya pah...sabar ya...sabar..." Ucap mama Andra yang lagi lagi membuat lelaki paruh baya itu mengangguk dan menurut apa yang istrinya katakan. Malam kian larut, saat Andra sudah usai dengan aktivitas mandinya malam itu, ia pun dengan hanya mengenakan pakian handuk yang melekat di tubuhnya, mengambil laptopnya dan membawanya menuju ke sofa yang terdapat di dalam kamarnya. Bibirnya tersungging dengan senyuman kecil saat berhasil membuka layar laptopnya, cukup lama Andra mengamatinya, hingga senyum itu berubah menjadi kerutan bibir dan gemeretak gigi giginya yang saling mengerat, dan bibirnya mengatup rapat, terdengar dari suaranya, di tambah setitik tetesan lembut dari pelupuk matanya yang sudah tidak bisa ia bendung lagi, jari jemarinya mengusap usap layar laptopnya beberapa kali, ternyata disana ada foto dirinya dan almarhum kekasihnya yang sudah pergi meninggalkan dunia yang Andra tempati. "Sudah bertahun tahun lamanya, namun aku tidak pernah bisa melupakan senyummu ini." Ucap Andra dengan bisikan bisikan ringan disana, setiap malam sebelum tidur, ia selalu menyempatkan untuk melihat wajah kekasihnya, meski ia sudah tahu akan kelanjutannya bahwa ia akan menangis ataupun sekedar terisak isak saja, namun ia mulai menyukai aktivitasnya itu, dan parahnya hingga detik itu ia tidak bisa menggantikan tempat almarhum kekasihnya itu dengan gadis manapun. Namun ceritanya mungkin akan berbeda saat seketika itu juga papa dan mamanya menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Andra, tapi lelaki itu sudah di serang emosi terlebih dahulu saat melihat tubuh kekasihnya melayang jauh setelah bagian depan mobil yang melintas menabraknya dengan sangat keras, tubuh gadis itupun langsung melayang ke udara dan terlempar sampai beberapa meter kedepan jauhnya. Saat itu Andra hanya bisa menatap dengan tubuh gemetaran dan seolah kedua kakinya lemas seketika bagaikan tanpa tulang penyangga disana, sedangkan mulutnya terkatup rapat rapat dengan kedua mata yang langsung mengalirkan bulir bulir air mata. Andra menguatkan tubuhnya dan langsung berlari sekuat tenaga, tubuhnya yang seolah olah sangat berat ia bawa, hingga jatuh bangun di tengah tengah jalan, lalu akhirnya ia sampai ke tempat tubuh tergeletak tidak berdaya di tepian jalan seberangnya. Andra mengingat kejadian itu dengan sangat jelas, bahkan saat seluruh pakaiannya di basahi oleh darah yang terus mengucur dari tubuh kekasihnya, sedangkan kekasihnya sama sekali tidak bisa bergerak. Teriakan histeris Andra menggema membuat semua orang yang mendengarkan ikut merasa pilu seketika.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD